Showing posts with label Pendidikan. Show all posts
Showing posts with label Pendidikan. Show all posts

October 16, 2014

Sekolah Internasional: Bertaraf atau Bertarif Internasional


Ketika Indonesia memutuskan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, saya sempat bertanya: kualitas pendidikan seperti apa yang bakal diimplementasikan di Indonesia? Saat itu, yang ada dipikiran adalah anggaran pendidikan nasional berarti akan ditambah genap menjadi 20 persen sesuai Undang-undang Pendidikan Nasional. Selain itu, secara konseptual para pengambil kebijakan akan menelurkan gagasan pendidikan yang sejalan dengan ciri khas keindonesiaan dengan beberapa program pendidikan yang tentunya layak diapresiasi.
Dalam perjalanannya, upaya pemerintah tidak main-main. Satu persatu program meningkatkan kualitas pendidikan dilakukan yaitu dengan gagasan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Dengan harapan sekolah dapat mandiri mengembangkan kreativitasnya baik ditingkat kepala sekolah, guru dan manajemen pendidikan sekolah itu sendiri. Alhasil, gagasan itu berlangsung diiringi dengan konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) meninggalkan konsep CBSA. Ramai-ramai penerbit buku sekolah dari sekolah dasar sampai tingkat atas menyematkan kata: Buku Pelajaran ini menggunakan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) di setiap buku ajar yang digunakan dalam proses kegiatan belajar mengajar di setiap sekolah. Sayang, program tersebut bertahan seumur jagung, pendidikan menjadi tumbal politik karena harus berganti kebijakan menteri pendidikan yang baru.

Read More …

June 9, 2014

Selamat Tinggal Dolly, Selamat Datang Kampung Berdaya



Surabaya-LAZISMU. Hanya menunggu hitungan hari, lokalisasi Dolly akan segera ditutup. Informasi itu disampaikan Walikota Surabaya, Tri Rismaharini beberapa hari yang lalu seperti diberitakan media massa. Semula, rencana ini akan ditutup pada 19 Juni, namun terkait koordinasi akhirnya tanggal itu dimajukan menjadi 18 Juni. Itu pun selalu dibayangi kerisauan dan ancaman berbagai pihak yang tidak setuju dengan penutupan Dolly.

 
Informasi terakhir yang diperoleh tim media LAZISMU, dari Saudara Aditio Udono yang menulis status barunya di laman resmi media sosial pada 7 Juni tepat pukul 21.33 wib. Adit menulis melalui akun pribadinya bahwa Pimpinan Daerah Muhammadiyah Surabaya, tempat LAZISMU beroperasi akan menyerahkan bantuan kepada empat orang wanita penyandang disabilitas sosial. 


Read More …

April 18, 2013

Guru Pandu Pendidikan Karakter



Bulan ujian yang sekarang dihadapi seluruh pelajar di Indonesia sungguh membuat banyak tekanan. Segala persiapan yang telah disiapkan dengan pengayaaan materi bagi peserta didik buyar sudah ketika penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) mengalami kesemrawutan. Keterlambatan soal dan tertukarnya mata pelajaran antara satu daerah dengan daerah yang lain semakin menandakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres pada UN tahun ini.


Read More …

January 2, 2013

Urgensi Formasi Sosial Guru

Oleh : Nazhori Author




Read More …

November 21, 2012

Menjadi Orang Tua Asuh adalah Kebutuhan




Dalam ruang lingkup kedermawanan sosial (filantropi) inovasi program menjadi penting untuk diangkat ke permukaan. Jika terlewatkan, motor penggerak tak akan berputar untuk melangkah. Ilustrasi singkat ini juga dideteksi Lembaga Amil, Zakat, Infak dan Sedekah (LAZISMU). Pada tahun ini, kreatif program diluncurkan LAZISMU dengan menitikberatkan pada ranah pendidikan dan pemberdayaan anak yaitu revitalisasi panti asuhan dan Child Center Indonesia (CCI).

Read More …

July 30, 2012




Anak dan Marjinalisasi Sosial




Di awal ramadhan ini, khususnya di bulan Juli ada tanggal penting yaitu terkait anak-anak. Tanggal, 23 Juli diperingati sebagai hari anak nasional. Kegembiraan anak-anak terus memancar di wajahnya sambil menjalankan ibadah puasa. Kesabaran dan keceriaan anak-anak sedang diuji, apakah bertahan sampai waktu buka puasa tiba atau berbuka di siang hari pada saat bedug zuhur. Puasa terasa nikmat bagi anak-anak   sambil bermain mengisi liburan ramadhan.

Read More …

June 16, 2012




Membangkitkan Komunitas Plural

Impian hidup damai adalah cita-cita bersama setiap orang. Dalam benak sudah ada citra bahwa hidup berdampingan dengan segala perbedaan sepenuhnya dapat diraih melalui segenap potensi manusia. Jaminan pemerintah terhadap kebebasan berpendapat, berkespresi dan berkeyakinan didasarkan pada undang-undang perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang menghormati aktivitas setiap kelompok atau komunitas.  
Read More …

April 3, 2012


Bagi anak - anak yang terpinggirkan hiruk-pikuk kota besar merupakan anugerah untuk bertahan hidup. Selain berada di sudut-sudut jalan ibu kota, keceriaan mereka juga terpancar dalam keramaian terminal, stasiun, pasar dan pusat perbelanjaan. Dalam situasi berbeda, hari-hari mereka juga dapat ditemui di panti-panti asuhan yang jauh dari keluarga, teman sepermainan dan lingkungan sosialnya.
Read More …

February 15, 2012





Guru dalam Lingkaran Krisis Persepsi Pedagogis




Rawan pungutan di tingkat sekolah dasar menyisakan pukulan telak bagi pemerintah saat memberlakukan uji kompetensi bagi tenaga edukatif. Celah itu justru terdapat dalam petunjuk teknis (juknis) 2012. Meski dalam Permendikbud No. 60/2011 telah dilarang bagi jenjang pendidikan dasar melakukan pungutan, namun celah pungutan masih ditemukan pada juknis penggunaan dana BOS 2012 (Koran Jakarta, 30/01/2012). Sebuah kontradiksi manakala kompetensi pedagogis guru dibuktikan untuk mengukur kualitas kemampuan guru sementara di level institusi terjadi praktik komersialisasi pendidikan yang sangat menganggu sistem pembelajaran di sekolah.

Read More …

January 15, 2012

Sains dan Pendidikan Anstipatoris


Pesona mobil Esemka sebagai hasil karya anak bangsa memberikan inspirasi bahwa teknologi dan pendidikan bersifat antisipatoris. Karena untuk mengarungi masa depan setiap generasi dihadapkan pada kemajuan sains yang berkembang dan berubah begitu cepat. Setidaknya kita dapat mengatakan bahwa sudah saatnya dunia pendidikan mempertajam nalar pedagogisnya untuk membaca tanda-tanda zaman.

Read More …

December 22, 2011

Cinta Ibu Tidak Bersyarat



Berbakti kepada orang tua dapat dianggap sebagai bagian dari tema penting bangunan pendidikan islam. Bentuknya bisa dalam sebuah peta spiritual dan peta pedagogis. Di dalamnya ada pesan kuat yang disampaikan islam bahwa berbakti kepada orang tua merupakan kekhasan nilai islam yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan sang khalik yang beranjak dari nilai-nilai tauhid.

Ada dua alasan yang mendasari pesan pedagogis itu. Pertama, dari status orang tua yang digambarkan islam begitu kokoh dalam keluarga. Sehingga Islam menganjurkan berbakti kepada orang tua (birrul walidaini) sebagai bentuk memuliakan dan menghormati keduanya. Kedua, dari status anak yang diuraikan Islam menempatkan anak sebagai subjek pendidikan yang akan meneruskan kehidupan. Oleh karena itu, islam memposisikan anak yang lahir sudah siap dengan fitrah yang memiliki potensi untuk belajar menerima pendidikan.

Read More …

October 14, 2011


Pesan Qurban Pak Kumis


Umat Islam di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam soal penggalangan qurban. Setidaknya, terlihat dari jumlah umat Islam itu sendiri dan tingkat penghasilannya yang diperoleh selama setahun. Prospek itu tergambar dalam analisa ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (INDEF), bahwa ada 30% penduduk Indonesia atau sekitar 70 juta orang yang mempunyai penghasilan rata-rata US$5.200 per tahun.

Jika angka tersebut menunjuk pada masyarakat di lapisan sosial ekonomi menengah, maka peluang penggalangan hewan qurban kian besar. Diperkirakan angka umat Islam yang berpengasilan menengah berjumlah 40-45 juta orang. Logika sederhananya, jika harga hewan qurban (kambing) per ekor berkisar di angka Rp 1.000.000,- sampai Rp 1.500.000,- dengan mengambil angka pada harga tengahnya Rp 1.200.000,- maka angka pembelian kambing bisa menembus angka Rp 50 triliun.

Dari transaksi jual beli hewan qurban yang beredar dikalangan peternak dan penjual, mengisyaratkan bahwa secara sosial ekonomi masyarakat telah terbedayakan pada momentum Hari Raya Idul Adha. Tentu saja, efek sosialnya juga akan dirasakan oleh masyarakat yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi. Jadi, ada peredaran uang dari desa ke kota yang amat besar sebagai potensi ekonomi rakyat.

Sayangnya, potensi itu masih belum tercipta dengan melihat kebutuhan umat Islam yang berbeda-beda dalam menyalurkan hewan qurban. Meskipun di tengah masyarakat terdapat lembaga zakat mumpuni yang siap mengelola dengan langkah strategis, merata dan fokus pada sasaran. Menyikapi hal itu, diperlukan informasi dan strategi yang tepat agar kebutuhan menyalurkan hewan qurban bagi kaum muslim kembali lebih potensial.

Disela-sela potensi yang belum optimal saat ini, ada program menarik yang disampaikan Pak Kumis lewat pesannya yaitu pusat qurban nusantara. Bagi kaum muslim yang belum mengenal Pak Kumis, sudah saatnya untuk mengenal lebih dekat siapa sesungguhnya Pak Kumis itu? Apa kaitannya dengan persoalan penggalangan qurban yang perlu disiapkan untuk Hari Raya Idul Adha?

Di mata sebagian kaum muslim yang sudah mengenal dan memercayakan hewan qurbannya untuk disalurkan ke tempat yang tepat, Pak Kumis tidak lebih sebagai seorang sahabat. Pak Kumis adalah program qurban nusantara yang didesign secara khusus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dhuafa yang berada di pedesaan, kawasan padat penduduk, perkampungan kumuh dan kantong kemiskinan dengan berpijak pada prinsip merata, adil dan fokus pada sasaran prioritas.

Selain itu, Qurban Pak Kumis didedikasikan untuk menjawab problem keterbatasan hewan qurban dan kelemahan distribusi yang selama ini terjadi. Sehingga dengan potensi qurban yang ada dapat disalurkan secara tepat dan optimal kepada masyarakat di mana pun berada, memberi kebahagiaan untuk semua tepat di hari kebahagiaan yakni Idul Adha.

Dengan jaringan distribusi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mengakar kuat hingga pedesaan, dipastikan hewan qurban yang dtunaikan tidak menumpuk dan terkonsentrasi di wilayah tertentu atau hanya beredar di kota-kota besar. Dengan cepat hewan qurban dapat dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan atau masyarakat yang selama ini belum pernah tersentuh distribusi hewan qurban, tanpa harus menunggu limpahan atau sisa distribusi dari wilayah lainnya.

Disebutkan Pak Kumis, saat ini programnya telah banyak bekerjasama dengan mitra-mitra kepercayaannya melalui program Qurban Pak Kumis. Juga, kerjasama lainnya untuk meyakinkan nilai lebih program Qurban Pak Kumis secara edukatif dan inovatif. Kami mendapatkan mitra yang mempunyai kompetensi informatif yang sangat lugas dan mudah dimengerti. Jika potensi umat Islam dalam berqurban dibina dan diberdayakan tidak menutup kemungkinan, Pak Kumis yakin bisa makin sukses di masa depan. Sekarang, kami menyapa Anda untuk berqurban di program Qurban Pak Kumis, pesannya menegaskan.
Read More …

September 29, 2011

Pelajaran Di Balik Bom



Dalam peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Solo, Jawa Tengah, membuktikan bahwa generasi muda rentan menjadi korban usaha keji gerakan terorisme yang menghina agama. Diduga pelaku bom bunuh diri adalah sosok muda energik yang rela mengorbankan nyawa di atas penderitaan orang lain. Dalam konteks isu terorisme saat ini, yang dikhawatirkan adalah penciptaan stigma negatif generasi muda tentang makna agama.

Satu di antara masalah yang mencolok melilit di tubuh bangsa ini adalah kelemahan mental dan karakter pemuda, sehingga bangsa ini kehilangan sosok muda mandiri. Tata pemerintahan yang koruptif semakin mewarnai lintasan gerak sistem birokrasi yang melemahkan peran pemuda hingga kehilangan jati dirinya. Pemuda seperti kehilangan arah ketika pendidikan agama lepas dari genggamannya.

Read More …

June 3, 2011


Rata Penuh
"Perguruan Tinggi Negeri didesak murah", isu ini tidak disangka muncul kembali dan ramai diperbincangkan setelah sekian lama mengemuka tanpa kepastian. Dengan nuansa politis, DPR membentuk Pantia Kerja Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi Negeri (RUU PTN) untuk menekan biaya pendidikan tinggi yang dinilai terlampau mahal. Keputusan membuat Panja RUU PTN tersebut diambil ketika Komisi X mengadakan Rapat Gabungan dengan sejumlah menteri di Gedung DPR RI (Koran Jakarta, 31/5/2011).

Bayangkan saja, lulusan sekolah menengah umum yang sederajat masih mengeluhkan biaya pendidikan tinggi yang mahal. Bahkan, sudah banyak calon mahasiswa yang diterima melalui jalur undangan masih mengeluhkan tingginya biaya kuliah. Tidak hanya itu, pada tingkat sekolah menengah pertama dan menegah umum para orang tua juga mengeluhkan hal yang sama, terutama untuk sekolah rintisan bertaraf internasional.

Persoalannya menurut anggota DPR, untuk menempuh kuliah menjadi tidak terjangkau bagi sebagian kalangan karena kesalahan konsep pengelolaan anggaran pendidikan. Anggaran lebih menjurus untuk gaji guru, sementara anggaran pendidikan tinggi dikorbankan. Berdasarkan kenyataan ini, lalu di mana peran otonomi perguruan tinggi di saat anggaran untuk pendidikan tinggi berada dalam profil yang sangat rendah.

Maka, dilihat dari isu ini, terdapat kebijakan besar yang sepertinya bias dalam menjembatani bagaimana agar biaya pendidikan tinggi dapat terjangkau. Pertama, lemahnya kebijakan politik anggaran pendidikan yang kuat dan transparan. Kedua, tidak konsistennya kebijakan pendidikan yang bertumpu pada pemerataan akses pendidikan tinggi kepada masyarakat secara merata.

Dinamika Perguruan Tinggi
Ketika persoalan biaya menjadi alasan klasik, mereka yang baru lulus SMU melanjutkan ke perguran tinggi di saat yang sama antara perguruan tinggi dan dunia kerja, ada kalanya terdapat perbedaan dalam pola dinamika. Dengan menarik, Mochtar Buchori (2001) mengatakan bahwa perguruan tinggi kita tidak selalu mampu mengikuti dinamika yang terdapat dalam dunia kerja.

Akibatnya, menurut Buchori, bagian-bagian tertentu dari perguruan tinggi kita menghasilkan lulusan-lulusan yang secara relatif mudah dapat menemukan pasar kerja, sedangkan pada bagian-bagian yang lain mengalami kesukaran menembus pasar kerja. Hasilnya, para lulusan perguruan tinggi menerima kerjaan di bawah taraf pendidikan mereka (under employment).

Pada dasarnya, jalur-jalur studi yang terdapat dalam perguruan tinggi terbagi dalam dua jenis, yaitu jalur akademis dan jalur profesional. Tapi kenyataannya, dua jalur studi tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan yang sama dalam hal biaya setiap tahunnya. Sementara di sisi lain, kehidupan ekonomi tidak cukup berkembang akibat perubahan drastis dunia kerja yang menuntut efisiensi biaya produksi.

Dalam pada itu perlu juga diketahui, dinamika perguruan tinggi juga mengalami perubahan yang cepat dalam bidang pengembangan jalur studi yang akademis dan profesional. Sehingga, belakangan ini terdapat beberapa perguruan tinggi, baik yang umum dan Islam, maupun yang negeri dan swasta membuka jurusan baru berdasarkan tingkat kebutuhan masyarakat.

Hanya saja konsekuensinya untuk mendapatkan jalur-jalur studi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Situasi inilah yang dikeluhkan lulusan SMU yang keluarganya berada dalam tingkat ekonomi yang terbatas. Perkembangan pendidikan tinggi tak ubahnya proses industrialisasi yang tumbuh dalam arena pendidikan.

Kendati demikian, minat masuk seleksi perguruan tinggi negeri tahun ini masih menjadi pilihan bagi mereka yang pantang menyerah untuk menjemput masa depan. Pada gilirannya, pendidikan tetap merupakan sebuah pilihan untuk membuka diri menghadapi dinamika perubahan ekonomi dan sosial. Ini pun menutup peluang bagi keluarga miskin untuk dapat bersaing secara baik dengan mereka yang bergelimang fasilitas ekonomi.

Barang kali, inilah ironi kehidupan kita sekarang ini. Kapitalisme berwawasan pendidikan telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan sosial kita karena kesenjangan pendidikan berhubungan secara kasat mata dengan kesenjangan ekonomi. Ia telah berubah ke dalam bentuk barang mewah yang sulit dijangkau. Apalagi, seleksi ketat di perguruan tinggi berkualitas tidak sebatas pertarungan akademik, tapi pertarungan ekonomi yang bergerak dengan nyata.

Risiko Ketidakpastian
Perdebatan anggaran pendidikan yang tidak berujung dan sulit dipahami pada masa sekarang tidak lain merupakan jenis risiko berkadar tingkat tinggi. Sama persis dengan ungkapan Anthony Giddens dalam The Third Way jika manusia dalam hidup ini harus mengambil banyak pilihan yang mengandung risiko, yaitu risiko yang memiliki konsekuensi yang amat jauh.

Gambaran ini kurang lebihnya sama dengan apa yang terjadi di negara ini. Ketidakpastian semakin menyelimuti krisis ekonomi, pendidikan, politik, hukum, dan kepemimpinan yang belakangan ini terus mengemuka. Indonesia seakan tidak mampu mengendalikan setiap persoalan yang melilit hingga terpuruk dalam ketidakpastian. Ironisnya, ketidakpastian ini dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja.

Oleh karena itu, sulit untuk diterima akal sehat jika pemerintah atas nama kemajuan, di tengah-tengah tekanan ekonomi dan politik, justru melepaskan dukungan terhadap dunia pendidikan. Dengan kata lain, tindakan semacam ini dapat dilihat sebagai upaya pemerintah mengabaikan hak-hak masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang layak.

Kendati dalam pengelolaan perguruan tinggi mengedepankan pendekatan nirlaba yang otonom dan menekankan penjaminan mutu, transparansi, serta akuntabilitas. Faktanya, wajah pendidikan tinggi kita masih memancarkan aura pendidikan yang sulit dijangkau. Merujuk Richard Falk (1995) seperti dikutip Buchori, jika pemerintah mengabaikan pendidikan merupakan suatu kemungkinan yang cukup nyata akan timbulnya kultur pemerintah yang tidak manusiawi.

Pun, ketidakpastian ini melalui sistem politik menenggelamkan kesadaran demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi. Tidak sedikit pun memahami realitas yang terjadi karena semua telah disihir dalam kondisi depersonalization yang membuat mereka tidak mampu memberikan kontribusi berarti untuk sebuah ikhtiar humanisasi manusia yang bersifat pedagogis antisipatoris.

Jika gejala ini masih seperti ini, Indonesia melalui United Nations Partnership For Development Framework (UNPDF) tahun kerja 2011-2015 untuk mengejar target tingkat partispasi masyarakat dalam akses pendidikan di perguruan tinggi dari angka 18 persen di 2009 sampai 25 persen di 2014 akan sulit terwujud. Malah, ketidakpastian akan semakin menganga seiring dengan kebijakan politik praktis yang melemahkan dinamika perguruan tinggi. Wallahu‘alam
Read More …

June 2, 2010

Meredam Etos Kapitalisme Pendidikan

Oleh: Nazhori Author



Setelah dampak psikologis Ujian Nasional (UN) melanda peserta didik di tingkat SMU, kini giliran peserta didik di tingkat SMP setelah lelah berjuang menghadapi UN harus dihadapkan pada beban ekonomi yang amat berat. Sebab biaya pendidikan untuk melanjutkan ke jenjang SMU tergolong mahal. Kondisi ini dapat dilihat misalnya, dengan maraknya sekolah negeri berstatus rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) dan sekolah bertaraf internasional (SBI).

Merupakan suatu gejala yang merisaukan. Hal itu, nyaris membuat posisi pendidikan semakin jauh dari masyarakat akar rumput (grass root). Peserta didik dari keluarga miskin sulit mendapatkan haknya mengkases pendidikan yang bermutu. Pendidikan telah terperangkap dalam kaidah ekonomi yang paling asas di zaman modern sekarang ini.

Harus diakui, ide dasar RSBI pada dasarnya merupakan ikhtiar pemerintah meningkatkan status dan mutu sekolah. Di mana konsep itu sebetulnya adalah sikap antisipatoris pemerintah untuk menyiapkan sumber daya manusia yang dimulai sejak usia wajib belajar. Sayangnya kualitas yang direncanakan tidak sebanding dengan dampak sosial yang diakibatkan. Dengan kata lain, sekolah secara tersirat harus tidak harus mengikuti mekanisme yang sarat dengan muatan ekonomi.

Meskipun para pemangku kepentingan bersandar pada alasan dan tanggung jawab yang rasional tetap saja sekolah tak ubahnya sebagai bahan eksperimentasi raksasa yang menampilkan wajah dan etos kapitalis. Mestinya, sekolah melalui pendekatan sosiologis mampu menjembatani komunikasi sosial antara mereka yang berasal dari keluarga yang kaya dan lemah secara ekonomi.

Inersia Pendidikan
Peningkatan status dan mutu beserta penciptaan analogi sekolah alternatif pada hakikatnya merupakan cita-cita besar untuk mengembangkan pembaruan pendidikan. Melalui pendekatan analisa sistem kemelut pendidikan dibedah agar melahirkan konsep dan keputusan-keputusan pedagogis. Pendekatan inilah yang menginspirasi pendidikan nasional dengan dalih pembaruan. Alih-alih menemukan titik terang malah mewariskan keruwetan kepada masyarakat khususnya peserta didik.

Sistem pendidikan nasional sebagai satu kesatuan yang utuh (holistic) dalam praktiknya setiap berganti kebijakan tidak bertahan lama. Kondisi itu nampak jelas dalam aktualisasinya sampai saat ini di tingkat manajemen pendidikan dan metodologi pengajaran. Turunan dari kebijakan itu bisa dilihat salah satunya tentang UN dan rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) atau sekolah bertaraf internasional (SBI).

Bisa disaksikan dampaknya bahwa dari total peserta UN SMA/MA 2010 sebanyak 1.522.162 siswa terdapat 154.079 (10,12%) siswa yang mengulang. Sementara jumlah siswa yang tidak mengulang 1.368.083 (89,88%) siswa. Sedangkan untuk mendapatkan sekolah bermutu di tingkat SMU, para orang tua peserta didik keberatan karena harus merogoh kocek jutaan rupiah agar anaknya bisa masuk ke sekolah yang diharapkan.

Isyarat itulah yang nampaknya tak banyak direspon perencana pedagogis. Persoalan pendidikan terus berputar-putar di sekitar manajemen pendidikan dan metodologi pengajaran yang belakangan ini belum menemukan benang merah. Sementara nilai-nilai pedagogis yang tersedia dan unik yang dimiliki Indonesia dengan kekayaan budaya dan sumber daya alam melimpah belum bisa dijadikan sebagai konsep pendidikan yang unggul serta strategis.

Sepertinya, sampai batas waktu yang tidak dapat diprediksi sulit bagi pendidikan agar dapat berperan sebagai garda depan menumbuhkan kesadaran pedagogis dan politik. Hambatan besar ini akan masih berlanjut selama keengganan masih menjangkiti mental kita meskipun desentralisasi politik dan pendidikan sedang berlangsung.

Dengan kata lain, pembaruan pendidikan yang bertumpu pada Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, terkecoh oleh istilah perkembangan (development) dan kemajuan (progress). Di sisi lain, pertumbuhan (growth) sesuai jumlah waktu yang dibutuhkan memerlukan jumlah biaya yang tidak sedikit. Pantas jika deru langkah meningkatkan kualitas pendidikan kita bertumpu pada asumsi kualitatif hanya bisa dicapai dengan pertumbuhan kuantitatif. Pendidikan pun mengalami gejala inersia. Sudah bengkak dan lebam, bergeraknya pun terlihat lamban (Roem Topatimasang, 1998).

Perlunya Platform Pendidikan
Globalisasi adalah sebuah realitas. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan globalisasi disamping meningkatkan pengetahuan, secara khusus kualitas pendidikan mendesak diperlukan mengingat salah satu cara memperoleh pengetahuan adalah lewat jalan pedagogis. Dengan demikian, sebagai korban dan pelaku globalisasi, kapasitas kualitas pendidikan Indonesia layak ditingkatkan.

Dalam beberapa aspek kita meyakini bahwa pendidikan mampu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat. Namun, dalam kenyataannya distribusi kualitas pendidikan belum merata sampai ke masyarakat miskin di setiap daerah. Lembaga publik ini justru dinikmati oleh mereka yang secara ekonomi lebih baik. Kontroversinya mirip dampak globalisasi jika dilihat dari sisi ketergantungan, ketidakadilan dan muatan ideologisnya.

Sudah saatnya suara etos kapitalisme pendidikan diredam dengan mengedepankan etos kerja sehingga akuntabilitas pendidikan menjadi prinsip dalam proses transformasi pendidikan. Di samping itu, kualitas etos kerja perlu dipetik untuk mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasrana pendidikan yang disediakan oleh kekayaan budaya dan alam Indonesia sebagai sumber belajar.

Dinamika pendidikan sangat dipengaruhi oleh dampak positif dan dampak negatif globalisasi, mengingat kebijakan pemerintah yang serba terbatas baik dari sisi perencanaan dan anggaran. Oleh karenanya pola dan tata kelola pendidikan saat ini belum memberikan suara yang memihak kepada mereka yang tersingkirkan secara sosial.

Pendidikan sebagai kebutuhan yang hakiki bagi generasi muda dalam kenyataannya masih terkonsentrasi pada kebutuhan masyarakat perkotaan. Sementara di daerah tertinggal kesenjangan begitu nyata ketika dihadapi dengan sepenuh energi tapi tanpa daya. Begitulah kenyataan yang dihadapi aktor-aktor pedagogis seperti guru di daerah tertinggal.

Satu hal yang perlu menjadi renungan bersama adalah bahwa diperlukan ikhtiar pedagogis untuk pengembangan platform pendidikan secara kolektif antara pemerintah dan aktor-aktor nonpemerintah misalnya, komunitas, individu, praktisi entrepreneur, yang akan menjadi tiang penyangga dalam merespon kesenjangan di bidang pendidikan.

Pekerjaan rumah yang melelahkan memang demi meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Diperlukan eksplorasi lebih lanjut untuk mengevaluasi profil pendidikan kita. Sehingga hal-hal yang berhubungan dengan kebijakan, situasi politik, dan dinamika sosial lainnya layak direspon dengan komitmen bersama. Hal penting yang perlu dicatat, begitu banyak anak-anak di usia wajib belajar bercengkrama tentang sekolah tapi sulit untuk memperoleh haknya. Wallohu ‘alam
Read More …