Salah satu dari tokoh-tokoh
filsafat Muslim yang berbicara lugas tentang pemikiran-pemikiran Barat adalah
Muhammad Baqir Sadr. Kepiawaiannya meramu ilmu yang berangkat dari tradisi
Islam mampu melepaskan kesan pembelaan yang mengemuka dalam kancah pemikiran
Islam dengan kejernihan dan kecerdasan pemikirannya. Ia sangat intens mengkaji
karya-karya pemikir Islam (ilmu hikmah), tapi ia juga menyelami
pemikiran-pemikiran Barat yang berkembang. Dalam karyanya yang termasyur: Falsatuna
dan Iqtishaduna menjadi cetak biru pemikiranya yang dengan apik
menjelaskan kritik-kritik terhadap pemikiran Barat seperti Karl Marx,
Descartes, John Locke dan lain-lain. (1)
April 25, 2017
Jakarta, Kota Yang Membahagiakan ?
By
Nazhori Author
•
•
0 Comments
Kesadaran merupakan suatu hal yang murni dan otentik. Kesadaran juga merepresentasikan diri seseorang dan teras dasar pengetahuan.
Karenanya kesadaran bertalian dengan persepsi yang tak lain adalah pengetahuan itu sendiri. Seseorang yang sadar pastilah mengetahui sesuatu objek diluar dirinya. Meski begitu kesadaran juga pengetahuan pasti atas diri sendiri.
Setiap orang memiliki pengetahuan dan berelasi dengan pengetahuan itu sendiri. Hal ini menjadi penting karena setiap sesuatu memerlukan pembuktian. Pengetahuan tentang Jakarta misalnya, sebagai sebuah kota dan ciri khas yang melekat pada kota Jakarta adalah macet, padat penduduk, beragam, Trans-Jakarta, Monas, dan ciri-ciri lainnya.
Warga Jakarta sadar betul jika setiap hari lalu lintas padat. Mereka ada yang mengendarai kendaraan pribadi dan kendaraan umum. Penduduk ibukota ini juga tahu jika 19 April 2017 hari yang menentukan untuk memilih gubernur dan wakil gubernur. Secara sadar juga mereka memiliki pilihannya masing-masing di kotak suara.
Masa kampanye yang diketahui bersama belakangan ini begitu memanas. Sehari sebelum pencoblosan pun masih saling lapor dan adu argumen. Saling dukung dan saling menjatuhkan seperti hal yang biasa dalam negara yang berdemokrasi. Isu lingkungan, korupsi, agama dan lainnya dikemas menonjol ketimbang mengemas gagasan masing-masing calon dengan beradab.
Jika ditelusuri masing-masing calon, Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) dan Anis Baswedan pada prinsipnya adalah seorang manusia, laki-laki, serta memiliki kelebihan dan kekurangan, sama persis seperti diri pribadi kita masing-masing. Tak sesempurna seperti apa yang digambarkan orang lain.
Ekspresi lisan dan tertulis pun akhir-akhir ini tidak menyentuh akar terdalam persoalan. Mencaci, memaki dan mengagitasi justeru dikemas seapik mungkin seolah-olah fakta yang berbicara. Meski ada bukti-bukti pendukung yang mendekati kebenaran, perlahan kabur seperti sesuatu yang mungkin terjadi dan tidak akan pernah terjadi.
Antara mutu dan kuantitas pun menjadi tidak jelas, kabur penuh dengan gurauan. Sesekali menghibur namun tetap menghormati pillihan orang lain. Kesadaran memanipulasi informasi (hoax) seakan bentuk pengetahuan yang memiliki gizi informasi. Di sisi lain tidak menyentuh dan bertolak belakang dengan jati diri.
Melukis orang lain adalah cara persona mengakui ada sesuatu yang lain di luar dirinya. Ada sesuatu yang berbeda yang selama ini bagian dari suatu cerita kebahagiaan. Sejiwa dengan fitrah manusia yang ingin hidup bahagia. Bagimana ingin berbahagia kalau makna kota itu sendiri berisi kekisruhan.
Manusia sebagai makhluk sosial secara natural tidak bisa berdiri sendiri. Ia senantiasa memerlukan orang lain karena tak sanggup untuk memenuhinya sendiri. Ihwal ini, untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan spiritualnya, manusia mencetuskan konsep kota.
Sejak zaman Yunani dan Islam tempo dulu telah dikenal konsep Kota Utama. Kota yang menceritakan kebahagiaan. Kota yang mampu memberikan ketenangan hidup dan keadaban. Karena itu, filosof Muslim al-Farabi mengatakan, untuk menuju kebahagiaan hal yang terpenting adalah menentukan pemimpin dan menentukan konsep kota yang bahagia.
Bukan konsep kota yang terbelakang (al-jahil), ramai dengan hasutan dan saling serang antar komunitas. Padahal kekisruhan itu disadari secara utuh, katanya sebagai seni mengemas demokrasi. Butuh telaah mendalam, yang tentu tidak bisa diuraikan di sini.
Impian menuju kota utama atau bahagia, sangat ditentukan oleh pemimpin dan kepemimpinannya. Sangat ditentukan pula oleh sikap dan kedewasaan warganya. Warga yang berpendidikan tentu warga kota yang mendahulukan substansi, tidak dengan bumbu penyedap yang menyesatkan lidah untuk berkomunikasi satu dengan yang lain secara kekanak-kanakan.
Memaknai Jakarta adalah kreativitas mental setiap warganya. Hadirnya Jakarta sebagai kota yang ramah dan bahagia sebelum memilih pemimpinnya sudah ada terlebih dahulu dalam benak kita. Visualisasi realitas Jakarta beserta entitasnya adalah bentuk kesadaran diri kita masing-masing. Itulah pengetahuan kita tentang Jakarta dan isinya.
Sumber : Kompasiana
February 27, 2017
Sepotong Cokelat dan Politik "Habib"
By
Nazhori Author
•
February 27, 2017
•
0 Comments
Seorang kawan melalui pesan sosial media Facebook jelang Pilkada DKI Jakarta memposting meme politik dan cinta. Meme itu berisi pesan jika tanggal 14 Februari adalah hari kasih sayang, sementara tanggal 15 Februari 2017 adalah hari kasih suara.
Dua peristiwa ini sama-sama ada unsur memberi. Yang pertama bisa memberi cokelat, bunga atau sesuatu lainnya yang melambangkan cinta. Sedangkan yang kedua sudah pasti dan jelas memberi suara. Lain halnya dengan yang golput, memberi tapi tidak bersuara, alias independen layaknya jomblo.
Meminjam istilah Ibn Arabi bagi “para musafir cinta” dalam konteks pilkada, cinta pemimpin merupakan panduan untuk menuntun dan mengasah pengalaman langsung berkenaan dengan calon-calon pemimpin yang dicintainya dan dipercaya dalam membawa angin perubahan.
January 31, 2017
SDGs dan Visi Filantropi Berkemajuan
By
Nazhori Author
•
January 31, 2017
•
0 Comments
Memahami fakta
dan kenyataan atas kemiskinan memerlukan pendekatan komprehensif. Suatu cara pandang
holistik yang memungkinkan menarik titik-titik keterpisahan dan keterpilahan. Manusia tidak saja ditempatkan secara parsial dalam persoalan kemiskinan,
namun secara bersama-sama turut serta berperan dengan menawarkan gagasan baru yang saling
melengkapi.
Realitas
kemiskinan telah menjadi bahasan aktual di seluruh dunia. Salah satunya adalah
menyuarakan sistem kepemimpinan yang mampu mengatasi kemiskinan, kesenjangan
dan perubahan iklim. Agenda besar pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan
melalui Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) sejak tahun 2000 yang selanjutnya direvisi
dalam agenda 2030 dan tertuang sebagai tujuan global melalui tujuan pembangunan
berkelanjutan (Sustainable Development
Goals/ SDGs) dengan 17 rekomendasinya menuntaskan agenda-agenda yang masih
tertinggal.