Repotnya Mencari Bis Kota yang Ramah
Narablog: Nazhori Author
Narablog: Nazhori Author
Pukul setengah tujuh pagi lebih sedikit, di terminal Kampung Rambutan. Deru mesin bis kota dan angkutan kota saling menyaut. Sopir dan kenek terlihat sibuk mencari penumpang. Tepat di depan bus jurusan Kp. Rambutan-Ciputat, seorang timer dengan wajah kumal sibuk menghitung duit yang diperoleh dari setiap bis yang mangkal antri di jalur (line) masing-masing.
Para penumpang sibuk mencari bangku kosong. Sayang bis di depannya sudah terisi, gadis berkerudung itu turun kembali masuk ke mobil berikutnya yang mangkal persis di belakang mobil paling depan. Asongan dan loper koran naik-turun bis menjajakan barang dagangannya. Mulai dari tisu, air minum, masker penutup hidung sampai peniti yang diobral dengan harga murah meriah.
Di lahan terminal yang terhampar luas ini mobilitas ekonomi dimulai sampai larut malam. Ada yang berangkat kerja, pulang kampung atau sekadar pergi cukup dengan singgah di terminal ini semua jurusan bis kota antar dalam dan luar kota tersedia. Tak ada keraguan, kecuali memang yang belum tahu sama sekali. Untung masih terdapat sebagian orang yang ramah di lahan ini untuk memberikan informasi jalur bis.
Suasana mulai terasa panas. Polusi dan aroma pesing memecah suasana yang sarat kendaraan. Baru dua menit duduk di bangku bis alunan suara pengamen diiringi gitar akustik sedikit memberikan spirit, maklum tembang pop populer yang didendangkan terkontaminasi dengan cengkok jawa tulen sang pengamen. Lumayan cukup menghibur, uang receh keluar dari saku untuk ikhtiar baiknya menghibur penumpang.
Peluit panjang terdengar dari bibir timer (whistle blower), suatu isyarat bis harus berangkat. Di luar gerbang terminal masih ada penumpang yang naik. Udara dalam bis kian panas. Penumpang mulai saling berdesakkan. Tak jarang sesama penumpang saling curiga. Konon di dalam bis kota itu masih terdapat tangan ajaib (wonder hand) yang siap menyelinap masuk ke kantong saku atau tas penumpang mengincar dompet, handpon atau barang berharga lainnya.
Pasalnya, menurut kenek bis yang mau membuka diri untuk berbagi informasi hampir setiap bis kota di terminal ini ada salah satu wonder hand yang sulit diprediksi. Aksi mereka cukup taktis dan strategis, sebab mereka juga berpakaian rapih layaknya orang bekerja ke kantor dan memiliki jaringan sel yang kuat (networking). Pantas jika masih ada korban dari penumpang yang bernasib naas.
Itu sebabnya bis kota belakangan ini menjadi moda transportasi yang tak ramah. Belum lagi ulah awak bis yang seenaknya sendiri. Misalnya menurunkan penumpang tidak pada tempatnya atau menambah jumlah penumpang yang kelewat batas dan menyesakkan tanpa mengindahkan risiko yang akan terjadi. Di tambah lagi citra buruk awak bis yang ugal-ugalan seperti yang terjadi kemarin di Menteng, Jakarta Pusat, dua bis kota (KOPAJA) bertabrakan. Untungnya tidak ada korban jiwa.
Walau begitu, bis kota di Jakarta menjadi moda transportasi darat favorit dengan segala kelemahan dan keunikannya. Apalagi operasi Zebra tak punya taring sedikitpun untuk mengatasinya. Padahal, pemerintah DKI Jakarta sudah memberikan moda transportasi alternatif seperti busway di tengah kemacetan kota Jakarta.
Sudah saatnya pemerintah dan pihak terkait membenahi sistem moda transportasi di Jakarta. Sehingga tercipta moda transportasi yang nyaman dan enak. Namun, hal itu harus didukung kesadaran masyarakat. Seperti, para penumpang melakukan aksi protes (minimal menegur) awak bis yang ugal-ugalan dan mengangkut penumpang dengan jumlah yang tidak wajar.
Persoalan ini kerapkali tidak disadari masyarakat atau memang tingkat kepedulian masyarakat di kota Jakarta yang mulai pudar di tengah kepengapan dan kesibukan mobilitas sosial yang hingar-bingar.
Para penumpang sibuk mencari bangku kosong. Sayang bis di depannya sudah terisi, gadis berkerudung itu turun kembali masuk ke mobil berikutnya yang mangkal persis di belakang mobil paling depan. Asongan dan loper koran naik-turun bis menjajakan barang dagangannya. Mulai dari tisu, air minum, masker penutup hidung sampai peniti yang diobral dengan harga murah meriah.
Di lahan terminal yang terhampar luas ini mobilitas ekonomi dimulai sampai larut malam. Ada yang berangkat kerja, pulang kampung atau sekadar pergi cukup dengan singgah di terminal ini semua jurusan bis kota antar dalam dan luar kota tersedia. Tak ada keraguan, kecuali memang yang belum tahu sama sekali. Untung masih terdapat sebagian orang yang ramah di lahan ini untuk memberikan informasi jalur bis.
Suasana mulai terasa panas. Polusi dan aroma pesing memecah suasana yang sarat kendaraan. Baru dua menit duduk di bangku bis alunan suara pengamen diiringi gitar akustik sedikit memberikan spirit, maklum tembang pop populer yang didendangkan terkontaminasi dengan cengkok jawa tulen sang pengamen. Lumayan cukup menghibur, uang receh keluar dari saku untuk ikhtiar baiknya menghibur penumpang.
Peluit panjang terdengar dari bibir timer (whistle blower), suatu isyarat bis harus berangkat. Di luar gerbang terminal masih ada penumpang yang naik. Udara dalam bis kian panas. Penumpang mulai saling berdesakkan. Tak jarang sesama penumpang saling curiga. Konon di dalam bis kota itu masih terdapat tangan ajaib (wonder hand) yang siap menyelinap masuk ke kantong saku atau tas penumpang mengincar dompet, handpon atau barang berharga lainnya.
Pasalnya, menurut kenek bis yang mau membuka diri untuk berbagi informasi hampir setiap bis kota di terminal ini ada salah satu wonder hand yang sulit diprediksi. Aksi mereka cukup taktis dan strategis, sebab mereka juga berpakaian rapih layaknya orang bekerja ke kantor dan memiliki jaringan sel yang kuat (networking). Pantas jika masih ada korban dari penumpang yang bernasib naas.
Itu sebabnya bis kota belakangan ini menjadi moda transportasi yang tak ramah. Belum lagi ulah awak bis yang seenaknya sendiri. Misalnya menurunkan penumpang tidak pada tempatnya atau menambah jumlah penumpang yang kelewat batas dan menyesakkan tanpa mengindahkan risiko yang akan terjadi. Di tambah lagi citra buruk awak bis yang ugal-ugalan seperti yang terjadi kemarin di Menteng, Jakarta Pusat, dua bis kota (KOPAJA) bertabrakan. Untungnya tidak ada korban jiwa.
Walau begitu, bis kota di Jakarta menjadi moda transportasi darat favorit dengan segala kelemahan dan keunikannya. Apalagi operasi Zebra tak punya taring sedikitpun untuk mengatasinya. Padahal, pemerintah DKI Jakarta sudah memberikan moda transportasi alternatif seperti busway di tengah kemacetan kota Jakarta.
Sudah saatnya pemerintah dan pihak terkait membenahi sistem moda transportasi di Jakarta. Sehingga tercipta moda transportasi yang nyaman dan enak. Namun, hal itu harus didukung kesadaran masyarakat. Seperti, para penumpang melakukan aksi protes (minimal menegur) awak bis yang ugal-ugalan dan mengangkut penumpang dengan jumlah yang tidak wajar.
Persoalan ini kerapkali tidak disadari masyarakat atau memang tingkat kepedulian masyarakat di kota Jakarta yang mulai pudar di tengah kepengapan dan kesibukan mobilitas sosial yang hingar-bingar.
0 Komentar
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?