Asfar yang bulan Juni
nanti genap dua tahun, adalah putra pertama saya. Sehabis mandi pagi, dia
selalu ada bersama dengan dunianya sendiri. Pelataran yang luasnya setengah lapangan
bulu tangkis itu menjadi koordinat sosialnya untuk bermain mengekspresikan
keingintahuannya. Bedak sedikit cemong di sekitar wajahnya menambah lucu senyum
cerianya. Kata istriku, cemong bedak di wajahnya adalah sebagai pertanda Asfar
sudah mandi agar tampil segar. Ditambah arah sisiran rambut ke samping kanan
membuat wajahnya yang secomot melengkapi
tampilannya di pagi hari.
Sepasang sepatu karet
ringan berwarna biru terpasang di kedua kakinya. Ini merupakan isyarat jika
Asfar ingin memperluas koordinat sosialnya ke lingkungan masyarakat di sekitar
rumah. Bagi Asfar, ayah hanya menuntun, sementara penunjuk jalan sepenuhnya ada
di tangan Asfar, dengan sesuka hatinya menunjuk arah dengan jari telunjukknya.
Dari satu gang menuju gang lainnya. Asfar cukup hafal dalam mengingat trayek
jalan-jalan paginya. Main adalah kata yang keluar darinya untuk menyusuri kampung
yang padat ini, di bilangan Penggilingan, Jakarta Timur.
Sebungkus lemper sudah habis dilahapnya. Kereta api yang melintas dan padatnya kendaraan di fly over merupakan hiburan tersendiri bagi Asfar, sambil duduk dibawah rindangnya pohon seri (kersem). Seraya belajar mengenal kendaraan yang diingatnya kendati belum dapat melafalkan, Asfar terlihat sangat gembira. Tak berapa lama kami pun pulang ke rumah kontrakan. Sambil duduk dilantai Asfar meminta sepatunya dilepas.
Asfar kembali bermain
dengan mainannya sambil ditemani Ayah. Di halaman depan, pintu pagar setengah terbuka.
Tak berselang lama, Suara Yayuk penjual jamu gendong mulai terdengar. Jamuuuu…!
Jamuuuu…! Jamuuuuu Mba! Begitu suara Yayuk asal Solo semakin terdengar masuk ke
pelataran.
Suara yang terdengar itu, langsung direspon Asfar. Ayah amu, ayah amu, kata Asfar menirukan. Dengan cepat Asfar berlari meraih gelas plastik di meja. Tanpa lupa, ia membuang sisa air putih di gelas itu ke tempat pencucian piring, dan berlari ke depan pintu menghampiri Yayuk. Tangan kanannya menyerahkan gelas yang dibawa kepada Yayuk. Asfar sudah tak sabar melihat air kuning kunyit mengisi gelas plastik miliknya. Sebuah sedotan plastik berwarna hijau diraihnya yang sejajar dengan termos putih. Ayah amu, ayah amu, ayah amu…ayahhhhhh…!
Suara yang terdengar itu, langsung direspon Asfar. Ayah amu, ayah amu, kata Asfar menirukan. Dengan cepat Asfar berlari meraih gelas plastik di meja. Tanpa lupa, ia membuang sisa air putih di gelas itu ke tempat pencucian piring, dan berlari ke depan pintu menghampiri Yayuk. Tangan kanannya menyerahkan gelas yang dibawa kepada Yayuk. Asfar sudah tak sabar melihat air kuning kunyit mengisi gelas plastik miliknya. Sebuah sedotan plastik berwarna hijau diraihnya yang sejajar dengan termos putih. Ayah amu, ayah amu, ayah amu…ayahhhhhh…!
Cukup Rp 1000,- Asfar
merasakan segarnya jamu kombinasi kunyit dan beras kencur. Sebetulnya resep
tradisional ini sudah Asfar rasakan saat umur 1 tahun 3 bulan. Sedikit demi
sedikit Asfar meminumnya tidak segelas langsung. Pertama kali, Asfar pernah
diberi cekokan jamu untuk menambah nafsu makan. Kata orang tua kita, sejak dulu
khasiat jamu cekokkan diberikan kepada balita untuk menambah nafsu makan dan
membersihkan usus dari kotoran.
Pengalaman ini, juga
pernah saya rasakan saat waktu kecil dulu, mengingat cerita Ibu kepada saya.
Sampai sekarang pun saya sangat suka jamu pahit. Tiga hari sekali saya minum
ramuan jamu sambiloto. Terkadang dicampur beras kencur dan kunyit. Kata Yayuk
untuk membantu menyegarkan badan dari rasa lelah. Rupanya, pahit jamu itu mulai
dikenal Asfar sedikit demi sedikit. Suka jamu ini menurun ke anak saya Asfar,
meski belum ke tingkat yang cukup lumayan pahit. Istri saya pun juga menyukai
jamu tradisonal untuk kesuburan dan kesehatan tubuh.
Minum jamu merupakan
pengalaman sederhana untuk Asfar. Secara tidak langsung, memberikan pembelajaran
kepadanya untuk mengenal akrab jamu tradisional. Sebisa mungkin menghindari
jauh-jauh obat-obatan kimia kepada Asfar, jika tidak dalam keadaan yang sangat
mendesak. Mengenalkan jamu sejak dini (golden
age)* kepada Asfar tentu ada tujuan akhir (final cause) yang di maksud. Kelak besar nanti ia dapat merasakan pahitnya
jamu dengan ramuan lain yang akan dikenalnya yang bertalian dengan kehidupan
dan penciptaan.
Kendati ada sebagian
orang yang meragukan khasiat jamu tradisional, saya tetap yakin ada suatu
hikmah dibalik kenikmatan yang diberikan Allah swt tentang kekayaan alam
nabati. Tumbuhan adalah sumber daya nabati yang memiliki sejuta potensi, para
ahli sudah mulai menelitinya termasuk Hembing Wijayakusuma. Alam nabati sebagai
bagian dari rantai makanan, juga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia di
luar makanan dan minuman.
Alam nabati di era
modern ini, sudah dapat dibuat bahan baku obat. Berdasarkan jenis-jenisnya memiliki
kandungan berkhasiat lewat pengalaman turun-temurun berkhasiat untuk mengobati
jenis penyakit tertentu. Bahkan Keladi Tikus merupakan ramuan tradisional untuk
menangkal dan mengobati kanker. Saya bersyukur, selain bantuan medis, ibu saya
kembali pulih dari kankernya dengan Keladi Tikus atas doa dan ijin dari Allah
swt.
Inilah kehebatan
jiwa-jiwa tumbuhan. Semoga segelas jamu “Golden Age” yang diminum Asfar Nafsani
dapat membantu perkembangan tubuh dan jiwanya menjadi anak yang pandai dan
sholeh. Hanya ini pendekatan pedagogis sederhana yang dapat ayah dan ibu persembahkan
kepada Asfar walau belum mengerti. Semua ada prosesnya dalam hidup ini.
Pahit jamu tak sepahit
getirnya kehidupan. Sedapat mungkin saat minum jamu saya tidak menutup hidung
agar aroma khas rempah-rempah dapat tercium segar. Berbeda dengan orang yang
tidak menyukai jamu, risau dengan aroma jamu hingga harus menutup hidungnya.
Berdasarkan resep tradisional ala Hembing Wijayakusuma, meminum jamu
tradisional bermanfaat untuk kesehatan tubuh dan membantu pencernaan, demikian
dalam bukunya yang berjudul Ramuan
Lengkap Herbal Taklukan Penyakit (2008). Inilah ramuan menyehatkan asli
Indonesia, pesan Hembing.
*Menurut ahli pendidikan Golden Age dikisaran umur 0-3 tahun, 0-5 tahun
bahkan ada yang mengatakan 3,5 – 6 tahun.
0 Komentar
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?