Imajinasi Pedagogis Blogger


Oleh: Nazhori Author



Teknologi membuka bab baru dalam sejarah manusia. Perubahan itu tercermin saat teknologi dengan segala bentuk organismenya menjadi media komunikasi yang berhasil menembus batas-batas budaya antar bangsa. Teknologi membuka celah baru komunikasi antar manusia dalam tradisi pendidikan sains dan teknologi. Secara pedagogis ia menjadi salah satu pilar pengetahuan yang diperoleh manusia dari pengalaman hidupnya sehari-hari.


Sumbangan teknologi itu satu di antaranya berupa blog. Sejarah kemunculan blog pertama kali muncul sekitar tahun 1993. Sebelum blog menjadi terkenal, komunitas digital telah mempunyai beberapa forum diskusi Usenet, Milis dan Bulletin Board System/BBS. Pada tahun 1990, sebuah software forum internet yaitu Web Ex, dibuat dengan sistem percakapan berdasarkan urutan pesan.


Tahun 1994 – 2001, blog modern berkembang dari sebuah diari online di mana masyarakat ketika itu mau menampilkan kehidupan pribadi mereka di internet. Kebanyakan dari mereka disebut dengan diaris atau jurnalis. Justin Hall adalah orang yang pertama kali membuat blog pribadi pada tahun 1994 ketika dia menjadi mahasiswa di Swarthmore College, dan dialah yang menjadi pelopor blog pertama kali.


Barulah istilah Web blog diciptakan oleh John Barger pada tanggal 1997. Bentuk pendeknya adalah “blog” yang dipopulerkan oleh Peter Merholz. Dia memendekkan kata Web blog menjadi We blog. Istilah tersebut dimasukan ke dalam blognya di www.peterme.com. Sekitar bulan April sampai dengan Mei 1999. Istilah ini kemudian dengan cepat berkembang menjadi to blog artinya edit atau kirim ke web blog.

Sekolah Blog
Ringkasnya, penggunaan blog mewabah ke seluruh dunia tidak terkecuali di Indonesia dengan beberapa tool diantaranya yang kita kenal adalah blogspot, multyplay, wordpress dan lain sebagainya. Selain itu ada banyak pilihan dan jenis blog antara lain blog teks, blog foto, blog musik, blog video dan varian blog lainnya. Blogger adalah penikmat dan pengguna fasilitas ini bertindak sebagai penggerak cultural literacy dan scientific literacy.


Menurut James Trefil, guru besar fisika dari George Mason University di Fairfax, Virginia, cultural literacy adalah “collective memory” yang terdapat dalam suatu masyarakat dan harus dimiliki oleh setiap orang yang terdidik untuk mengenal masyarakat: watak dasarnya dan masalah-masalah serta potensinya (Mochtar Buchori, Pendidikan Antisipatoris, 2001).


Jika setiap orang memiliki cultural literacy maka dengan sendirinya ia menjadi melek politik, ekonomi dan teknologi. Para blogger sebelumnya adalah orang yang defisit komunikasi dan pengetahuan. Tapi dalam perjalanannya mereka menjadi sadar atas kelemahan dan kekurangannya. Karena manusia makhluk yang belajar “homo educandum” maka ia berusaha menepis kelemahan dan kekurangannya.


Inilah potensi yang dimiliki setiap orang untuk menjawab segala persoalan yang menggelayuti hidupnya lewat komunikasi bahasa tulis dengan blog sebagai medianya. Blog tidak lain seperti magna didactika yang berikutnya setelah sekolah. Media untuk mengajar dan belajar segala hal pada semua orang. Ia menawarkan rancangan produksi masa kini dan masa depan.


Blog bukan sekedar komunikasi antar jaringan lintas desa, kota dan bangsa melainkan almamater bagi orang yang memanfaatkan waktu luangnya untuk belajar. Senada dengan istilah skhole, scola, scholae atau schola yang punya arti sama “waktu luang yang digunakan secara khusus untuk belajar” (Roem Topatimasang, 1998). Istilah inilah yang melatarbelakangi kata school dan sekolah.


Blogger adalah reporter yang melaporkan segala peristiwa di lingkungan sekitarnya. Sekaligus tempat berkembangbiaknya citizen journalisme dan learning society. Bahkan blog merupakan sekolah alternatif selain sekolah pinggir kali, kolong jembatan atau sekolah berstandar internasional. Ringkasnya, sekolah analogi yang yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh Plato dan Aristoteles. Di samping itu di dalamnya tidak dianjurkan untuk membayar uang gedung dan membeli buku seperti di sekolah.


Dengan melek teknologi seseorang sudah berusaha memikirkan pendidikan antisipatoris seperti disarankan Mochtar Buchori untuk dapat memuliakan hidup agar lebih bermakna. Ini semua merupakan bukti dari janji kemahakuasaan Sang Pencipta bahwa tinta ilmu pengetahuannya melebihi air laut dan tingginya ilmu pengetahuan melebihi puncak gunung yang terhampar di muka bumi.


Dilihat dari kacamata sosiologis ngeblog merupakan teori sosialisasi yang aktif. Sebuah representasi kolektif masyarakat yang meruang dalam dunia maya. Hanya saja kelemahan blog dalam masyarakat maju dan berkembang adalah membuat saling ketergantungan antara yang satu dan lainnya. Atau kelemahan ini disebut dengan kelemahan solidaritas organis, meminjam istilah Emile Durkheim seorang sosiolog pendidikan. Tapi, kelemahan inilah yang menjadi nilai positif blog sebagai media transmisi budaya dan pembelajaran yang bertumpu pada cipta rasa dan karsa.


Sayang blog belum bisa dinikmati oleh saudara-saudara kita yang tinggal di pedalaman apalagi yang belum terfasilitasi oleh aliran listrik. Blog menjadi sekolah yang mahal bagi mereka yang lemah dan terpinggirkan secara sosial. Bila perlu di saat ini dan ke depan blog sebagai salah satu sarana keberpihakan kepada new mustadz’afin. Wallohu ‘alam


(Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan diolah dari berbagai sumber)

Posting Komentar

0 Komentar