Dalam
kesempatan itu, perjalanan dilanjutkan ke Ambon. Ada pemandangan yang
tak biasa di Ambon bagi Lazismu dan MPM. Tradisi tutur masyarakat di
sana terlihat unik, kebiasaan mereka bercerita sesama warga selalu
dilakukan di warung-warung sambil menikmati secangkir kopi panas. Di
warung ini, cerita politik, sosial dan ekonomi menjadi warna tersendiri
dalam keseharian mereka.
Dalam
warnanya yang khas itu, kita juga singgah di kediaman pimpinan
Muhammadiyah setempat, di Tulehu, Ambon. Di sana pula aktivasi
pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam pusdiklat pertanian terpadu.
Menurut sumber informasi yang kuat, lahan Pusdiklat itu milik mantan
rektor Universitas Patimura. Lahan tersebut, tadinya tanah
non-produktif, kemudian dipercayakan kepada Muhammadiyah untuk digarap
dan diberdayakan warga.
Belum
cukup dengan lahan pusdiklat, ternyata sisa persoalan masih mengganjal
saat itu. Masalahnya ketersediaan air tanah untuk mengolah lahan
pertanian mendapat kendala dengan kondisi tanah yang berbukit. Amat
berat mengangkut air dari bawah ke atas. Adapun jika menggunakan diesel
tentu menguras bahan bakar lebih besar. Asupan air ke atas semakin tidak
efektif. Solusinya adalah menyediakan sumber energi alternatif untuk
menopang ketersediaan air mengairi tanaman.
Singkat
cerita, Lazismu dan MPM memfasilitasi persoalan yang dihadapi warga
untuk bercocok tanam. Pilihan alternatif yang disepakati adalah memasang
instalasi listrik tenaga surya. Turun gunung harus ditempuh, tidak ada
cara lain selain melibatkan warga. Tak lama berselang, instalasi listrik
bertenaga surya terpasang di dekat area lahan pusdiklat (12/2/2015).
Menurut
Khoirul Muttaqin, fasilitas listrik tenaga surya yang ditanam di lahan
tersebut umurnya bisa mencapai 25 tahun. Tenaga surya dapat menghasilkan
listri berdaya kuat 245 Watt dengan 4 lembar surya cell. Perangkat ini
dapat diisi listrik selama 6 jam. “Bisa dihitung berapa daya yang
dihasilkan, surya cell juga bisa menerangi 3 - 4 rumah,“ jelas Khoirul.
Panelnya
buatan Jepang. Hari Eko mengatakan, perangkat ini dipilih karena
kualitasnya. Selain itu, dilengkapi batu baterai berkapasitas 8400 watt
dengan isi 10 buah. “Selama 7-8 jam baterai ini mampu bertahan
menghasilkan daya listirk, ini cukup besar, paparnya. Bukan berarti
energi lain tidak terpikirkan, ke depan akan dicari alternatif lainnya,
tambah Hari Eko.
Lahan
pusdiklat yang ada setelah mendapat pasokan listrik, sesuai rencana
akan dijadikan tempat belajar siswa-siswi. Berkemah atau berkebun
bersama adalah sarana yang menyenangkan bagi siswa-siswi. Mereka dapat
belajar tentang segala hal terkait pertanian. Menurut MPM, dari 10
hektar lahan yang ada, hanya 1 hektar yang baru dimanfaatkan untuk
bercocok tanam. Secara bertahap akan diperluas, karena yang utama
bagaimana mengajak warga sekitar untuk saling memiliki karena potensinya
sangat luar biasa.
Dengan
memanfaatkan potensi sumber daya alam, kekurangan informasi warga
terkait tata kelola lahan pertanian dapat menutupi kekuarangan yang ada.
Di pusdiklat itu, diberikan pula pengetahuan bagaimana membuat makanan
dalam bentuk lain, seperti dari bahan dasar sagu atau sumber lainnya.
Tulehu ibarat tanah surga sampai detik ini bersih dari limbah yang
mencemari lingkungan. Inilah yang mendasari Lazismu dan MPM memilih dan
menggunakan model pemberdayaan mengolah lahan pertanian.
Aliran
air yang masuk ke lahan pertanian dengan surya cell, setiap hari
menyegarkan tanaman, seperti seledri, terong, cabai, pepaya dan tanaman
lainnya. Lingkungan sekitar malam hari mulai terang cahaya lampu.
Ketersediaan listrik semoga dapat membangkitkan semangat, misalnya juga
akan dikembangkan varian baru yang akan ditanam dalam lahan pusdiklat.
Untuk
pupuk, warga di sekitar area lahan pusdiklat tidak perlu merisaukan.
MPM telah memanfaatkan kotoran 10 ekor sapi ternak. Yang dilakukan MPM
di Tulehu mengkombinasikan pertanian secara organik dan mengoptimalkan
pupuk kandang dari kotoran sapi. Pertanian yang diaktivasi masih dalam
tahapan produksi, belum bersifat massal, karena masih 60 persen dengan
rencana kerja ke depan sebagai agro wisata. Maksudnya sebagai destinasi
wisata dan belajar alternatif selain tempat wisata air terjun. Di sana
masyarakat nanti dapat belajar dan menikmati hasil bumi.
Yang
terpenting dari program ini bagaimana mengelola sumber energi untuk
memasok kebutuhan komunikasi, air, dan penerangan. Di kandang sapi, juga
kita design model pemasok energi untuk kebutuhan dapur dan rumah.
Harapannya akan kita dorong beberapa contoh atau model sumber energi
alam bagi sipapa pun yang ingin belajar di sana meski jauh dari PLN.
Mereka bisa mendayagunakan kekayaan alam untuk kebutuhan hidup mereka.
Lazismu
dan MPM memikirkan pula apakah aliran sungai di Tulehu dapat dibuat
pembangkit listrik, hal ini masih dipelajari. Karena debit air yang
kecil, tenaga angin masih memungkinkan untuk mendapatkan energi alam
dari angin untuk menghasilkan listrik.
Agenda
ke depan, Lazismu bersinergi dengan MPM agar segera dapat meluncurkan
pusdiklat ini. Empat bula ke depan, diharapkan Gubernur dapat
meresmikan. Sehingga perhatian warga untuk bertani dapat berjalan
optimal dengan adanya endorser dari gubernur yang datang dengan
perhatian penuh. Meski upaya ini tidak mudah, secepat mungkin dapat
menghadirkan tenaga atau kader pelopor yang siap hidup di atas bukit.
Ini sulit bagi yang tidak biasa, beruntung ada kader yang mendampingi
untuk mendukung program ini.
Sesuai agenda kader pelopor dapat ditambah menjadi 5 orang sebagai trainer
bagi warga. Qodirin (25) salah satunya, ia asli tanah Jawa, karena
sudah terbiasa dengan bahasa Ambon, bahasa ibu yang dimilikinya seperti
absen dari percakapan kesehariannya. Dan yang perlu diketahui, Tulehu
adalah kampung yang jauh dari peradaban kota, apalagi ruh Muhammadiyah,
atau komunitas warga. Tulehu adalah best practice sinergi program pemberdayaan Lazismu dan MPM yang didukung oleh UMM dan UMY.
Baca juga: Berbagi Kepada Indonesia Timur (Bagian 1)
0 Komentar
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?