Dalam dinamika perubahan sosial dan perubahan
teknologi informasi, setiap orang, kelompok atau lembaga tidak akan bisa
menghindar dari pola-pola komunikasi lintas batas yang bebas. Sebagai rangkaian
sebab-akibat mau tidak mau panggung kompetisi berlangsung dengan ketat.
Untuk menghadapinya, Rhenald Kasali dalam Re-Code Your Change DNA, mengatakan
selain strategi dan konsep, ilustrasi perlu diketengahkan sehingga menjadi
mudah untuk dipahami. Pasalnya, ada banyak cerita dan kasus di luar sana yang
dari segi pengalaman berinteraksi dan pengamatan dengan para pelaku termasuk
dunia usaha (individu dan organisasi) dipengaruhi oleh genetika perilaku di
mana manusia sebagai pelaku perubahan itu sendiri.
Hal ini merupakan renungan, refleksi dan cara
berpikir tentang keberadaan dan cara berpikir manusia dalam suatu jalinan
komunikasi suatu organisasi. Rhenald menambahkan, di dalamnya itu terdapat
banyak cita rasa, perasaan serta emosi yang membuncah saat menghadapi suatu
perubahan.
Karena itu, ia meyakinkan kita semua bahwa dalam
perjalanannya itu antara lain yang dilakukan manusia adalah menyiapkan berbagai
bentuk perlawanan terhadap siapa saja yang melakukan perubahan. Lantas,
pertanyaan selanjutnya adalah Apa Masalah
Terbesar Anda?
Dan bagaimana dengan LAZISMU? Disadari bahwa
Lazismu sebagai lembaga amil zakat nasional ada dalam perubahan itu sebagaimana
yang telah digambarkan di atas. Yang paling nyata menghampiri adalah paparan
dunia maya yang setiap saat memaksa untuk bercermin diri dan memastikan apakah
wajah visual lembaga filantropi Islam ini memerlukan sentuhan apik agar dapat
dilakukan perubahan penampilan (make over).
Belum lagi perubahan-perubahan perilaku donatur (muzaki) yang dalam setiap pengalamannya
dalam menunaikan zakat, infak dan sedekah mengalami pergeseran dari yang
konvensional menjadi kekinian. Kebiasaan untuk dapat dilayani melalui jemput
zakat kian hari kian berkurang karena setiap aktivitas menunaikan ZIS cukup
praktis dan efisien dengan bantuan tunai online.
Sementara paparan komunikasi dan kampanye zakat
kian mendapat tantangan selain hadirnya lembaga-lembaga karitas di luar lembaga
zakat yang terus masuk menyisir dan menyentuh jiwa para donatur. Artinya,
komunikasi parsial perlu segera ditangani karena sudah tidak memungkinkan lagi
diwujudkan dengan taktik marketing yang manual.
Maka solusi yang ditawarkan Lazismu adalah selain
memperkuat citra (merek/identitas) yang tidak lain adalah simbol yang
diasosiasikan dengan produk atau jasa yang menimbulkan makna secara psikologis.
Salah satunya adalah kampanye digital
yang dikombinasikan dengan keseragaman persepsi terhadap citra dan jati diri
Lazismu sendiri.
Untuk itu, dalam suatu pelatihan Digital Coaching para amil Lazismu dari
Sumatera, Kalimantan, DKI, Jawa Barat dan Banten dengan tema Penyeragaman Strategi Kampanye Marketing
Dalam Media Sosial, aspek kreativitas dan eksperimentasi kampanye marketing
merupakan keniscayaan.
Pelatihan yang berlangsung sehari itu (15/11/2016)
di Aula Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, menghadirkan pembicara yaitu
Pengamat Brand, Arief Budiman CEO Petakumpet dan Pengamat Komunikasi Marketing
Tina Talisa, CEO Imaji Aksi. Keduanya memaparkan tentang peran komunikasi media
dari sudut pandang yang berbeda.
Arief Budiman mengatakan, identitas visual
Lazismu merupakan suatu sistem yang dari aspek grafis merepresentasikan
identitas atau jati diri lazismu. Adapun identitas itu, mencakup logo, warna,
tipografi, serta elemen grafis lainnya yang digunakan dalam medium komunikasi.
Arief menambahkan identitas visual dalam suatu
organisasi seperti lembaga zamil zakat nasional dalam hal ini Lazismu merupakan
suatu hal yang harus direncanakan. Selain itu “Secara konsisten juga harus
dilaksanakan,” katanya.
Identitas visual juga bukan pembeda semata dengan
lembaga lainnya, melainkan untuk membangun kesadaran (awareness) dan citra positif sesuai yang dikehendaki. Hal penting
lainnya, “identitas visual akan memberikan semangat dan kebanggaan bagi
pemiliknya,” jelas Arief.
Sebagai bagian dari perubahan itu sendiri,
identitas visual pada akhirnya memberikan tanda mengenai hal ihwal Lazismu
beserta dengan isi dan program besarnya yang diejawantahkan melalui
program-program pemberdayaan melalui ZIS, fundraising, dan lainnya.
Kekuatan identitas visual itu juga akan memberi
makna (value added) jika dilaksanakan
dengan semangat kebersamaan. Arief menandaskan, hal ini bukan sekedar
penyebutan nama semata, “yang utama adalah bagaimana membangun suatu persepsi dalam
benak masyarakat, khususnya umat Islam,” pungkasnya.
Diharapkan dengan adanya konsistensi tersebut
akan tercipta strategi yang rapi dalam setiap sisi aktivitasnya sehingga muzaki
yang sudah ada dan calon-calon muzaki potensial dapat menangkap pesan dan kesan
yang menyeluruh. Di samping itu, secara eksperiensial akan memberikan manfaat
secara psikologis.
Maka untuk menjaga keseimbangan itu, Arief
menyarankan kepada para amil untuk mematuhi segala petunjuk yang berkaitan
dengan identitas visual Lazismu. Dalam kondisi itu, persepsi untuk membangun
semangat kebersamaan dalam komunikasi visual marketing juga akan membuahkan
ujung tombak dalam membina relasi dengan para mitra strategis.
Kendati demikian, dalam praktiknya ada saja yang
membuat para amil menjadi penasaran. Terutama, parameter-parameter apa yang
harus dijadikan landasan dalam melakukan komunikasi digital yang bertalian
dengan identitas visual tersebut. Tentu saja jawabannya adalah mencari solusi
secara kreatif. Dan info grafis visual seperti apa yang dibutuhkan sehingga
menarik masyarakat dan umat Islam khususnya.
Untuk menjembatani hal tersebut, Tina Talisa
menuturkan, amil segera mungkin harus mengidentifikasi siapa audience sesungguhnya dalam komunikasi
digital. Melalui sosial media misalnya facebook dan twitter. “Direntang usia
berapakah mereka, apakah laki-laki dan perempuan itu kelas menengah dan di usia
muda,” ungkap Tina.
Selain itu, amil juga perlu memiliki kemampuan
untuk menganalisa latar belakang audience
tersebut. Tina mengatakan, faktor demografis tentu bisa dijadikan pedoman untuk
memetakan sebagai instumen pengidentifikasi. Selain itu, tujuan dan tantangan
dalam proses identifikasi itu perlu disiapkan untuk menjawab
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
Dalam konteks ini, Tina berpesan kepada para
amil, apakah selama ini dalam komunikasi dan kampanye digital ada sesuatu yang
luput dari perhatian terkait dengan branding
Lazismu. Tina kemudian menawarkan untuk membuat sesuatu yang unik dan menarik
melalui komunikasi visual.
Sebagai contoh, apa kesan yang ingin yang
disampaikan kepada masyarakat terkait dengan program-program Lazismu yang
divisualkan. Setidaknya sosial media dapat memberikan efek yang maksimal untuk
membangun kepercayaan dan kemajuan dalam hal ini Lazismu.
Dalam kesempatan yang sama, Tina menekankan tentang arti penting visual
marketing yang berbobot. Artinya yang dapat menangkap dan mengintegrasikan
data dan fakta mengenai kekuatan cerita (story
telling) dalam benak setiap orang. visual marketing yang berbobot
itu, bagi Tina adalah yang dapat menceritakan dan menyampaikan sesuai dengan
pikiran segmen yang dituju dan memenuhi nilai-nilai posiitf yang dituju sehingga
dapat membuat setiap orang menjadi lebih dekat dan akrab.
Maka memilih media yang tepat adalah kunci utama optimalisasi
kampanye marketing secara digital. Sehingga, lanjut Tina, jejak sosialnya dalam
lini masa dapat ditemui untuk direproduksi dalam suatu jaringan komunikasi
dunia maya yang dapat dinikmati setiap audience.
Dengan kesiapan ini, Tina memaparkan amil dapat
memastikan komunikasi visual akan menjadi sangat relevan, terukur, spesifik,
dan terencana yang pada akhirnya semua itu dapat dirawat dengan konsisten.
Barulah langkah selanjutnya, melakukan evaluasi
dari segala aktivitas kampanye digital marketing tersebut. Pada tingkatan yang
lebih dalam, apakah pesan yang sudah disampaikan itu memberikan dampak pada
kualitas dan kuantitas kinerja Lazismu sesuai yang diharapkan.
0 Komentar
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?