Rumah
kontrakan petak-petak itu berpintu triplek. Hamparan karpet plastik bertambal
lakban menutupi lantai kontrakan itu yang berukuran 1 x 2,5 meter. Yang
terlihat saat itu ada 3 petak kontrakan. Salah satunya dihuni Sri Anggraeni
(55) dan tiga anak laki-laki yang masih usia sekolah.
Hanya
beralas karpet plastik mereka merebahkan diri melepas lelah setiap hari. Tidak ada
sirkulasi udara apalagi dapur untuk memasak. Kamar mandi persis ada di sebelah
kanan kontrakan Ibu Sri. Itupun untuk ramai-ramai mandi dan mencuci pakaian.
Selasa,
18 Oktober 2016, kami Tim Media Lazismu dan Syahrul Amsari dari Product
Development Lazismu, singgah di kediaman Ibu Sri. Letaknya tidak jauh dari
kampus Perbanas. Melalui jalan Genteng Ijo, kontrakan ini bisa ditemui di antara
kontrakan dan kos-kos-an elit di Kelurahan Karet Kuningan, Jakarta.
Bertahan
hidup di Jakarta tidak selalu berjalan mulus. Ujian dan cobaan mewarnai
kehidupan Ibu Sri yang sudah 20 tahun tinggal di Jakarta. Sebelum pahit-getir
yang dirasakan saat ini, Ibu Sri termasuk keluarga yang kebutuhan hidup
sehari-harinya cukup.
Hidup
mati seseorang tidak dapat ditolak siapapun. Begitu yang dialami Ibu Sri.
Sebelum suaminya meninggal, anak perempuannya meninggalkanya terlebih dahulu.
Jaraknya tidak lama, hanya 5 bulan sebelum kepergian suaminya untuk
selama-lamanya.
Putri
kesayangannya berpulang setelah melahirkan. Karena tidak ada biaya saat itu,
untuk biaya pasca persalinan. Sementara itu, seperti dikisahkan Ibu Sri,
putrinya memerlukan pertolongan medis, kendati bayi yang dilahirkan selamat,
sang Ibu dari bayi harus tutup usia karena kondisi yang lemah.
Kejadiannya
itu, sudah lama dan di rumah sakit di Jakarta, cerita Ibu Sri, yang tidak mau menceritakan
detail, karena tersimpan kekecewaan kepada rumah sakit yang menangani putrinya.
Prahara tidak berhenti sampai di situ, suami dari putrinya meninggal setelah kecelakaan.
Tiga
orang kesayangannya pergi meninggalkan Ibu Sri, sekaligus merawat cucunya
sebagai tanggung jawab seorang nenek. Ibu Sri memiliki 3 orang anak, dua
perempuan dan satu laki-laki yang bernama Tobi. Tidak lama kemudian, putri yang
satunya harus pisah ranjang. Karena suaminya selingkuh. Putrinya pergi ke Sumatera
mencari suaminya, saat ini belum kembali.
Sesekali
memberi kabar, sekedar menanyakan anaknya yang masih diasuh Ibu Sri yang tak
lain nenek dari buah hati putrinya itu. Ibu Sri mengatakan, sekarang saya
seorang nenek dan sekaligus sebagai seorang ibu bagi anak kandung laki-lakinya
dan 2 orang cucu laki-laki.
Mereka
harus tetap bersekolah, jangan sampai putus sekolah. Apapun akan saya lakukan
untuk anak dan cucu saya, tandas Ibu Sri. Saya tidak peduli orang memandang
saya. Selama itu benar dan saya yakini saya akan terus memelihara ketiganya.
Ibu
Sri hanya sehari-hari bekerja sebagai buruh cuci dan gosok pakaian dengan
penghasilan per bulan Rp 700.000. Pakaian milik seorang bule asal Amerika yang
bekerja di kedutaan di bilangan Jakarta. Setiap hari setelah menyiapkan sarapan
pagi untuk anak dan dua cucunya pergi ke sekolah, ia bekerja di Apartemen
tempat Si bule tinggal.
Majikan
saya perhatian dan baik. Selama ini dia telah membantu saya. Tapi sekarang
sedang pulang kampung ke Amerika, jadi saya belum bekerja lagi sampai majikan
saya datang. “Sekarang saya kerja serabutan, apa saja saya kerjakan, asal tidak
mencuri” paparnya dengan mata berkaca-kaca.
Tinggal
di sebuah kontrakan sesempit itu juga tidak murah, kata Ibu Sri. Sebulan ia
harus mengeluarkan isi dompet sebesar Rp 500.000,- dengan fasilitas yang seadanya.
Bagi tim media Lazismu, yang melihat langsung, nilai itu sungguh tidak manusiawi
untuk sebuah kontrakan yang sangat kecil.
Ya
beginilah keadaan saya mas, kata Ibu Sri. “Maaf ya mas, berantakan kontrakannya,”
imbuhnya. Kaya kapal pecah, semua menumpuk tidak beraturan. Mau gimana lagi,
saya, anak dan cucu tetap menerima semua keadaan ini. Harus kuat, “Kalau telat
bayar kontrakan, yang punya kontrakan bisa marah-marah itu makanan setiap bulan
yang saya terima,” ceritanya.
Perjumpaan
tim media Lazismu dengan Ibu Sri bukan tanpa sebab. Ini adalah hasil data masuk
mustahik di Lazismu yang perlu
diverifikasi untuk bisa diberikan makna agar data itu tak sia-sia. Ibu Sri
termasuk perempuan gigih dan tangguh. Tidak bosan mencari informasi terkait
Lazismu.
Kelamin Ganda
Rasa
penasaran itu terbayar sudah. Pertemuan dengan Ibu Sri sungguh memberi arti. Apalagi
ketika ia mengajukan bantuan ke Lazismu untuk Tobiaz putranya yang menderita
kelainan di kelamin. Anak saya begitu pilu, karena setiap hari diejek
teman-teman sepermainannya karena memiliki kelamin ganda.
Ia
menceritakan, Tobi di alat vitalnya memiliki dua saluran air seni. Itu setelah
diperiksa dokter dan diketahui memiliki dua saluran, pada pertengahan 2016.
Pasalnya, saat Tobi mau buang air kecil, celananya selalu basah karena keluar
dai lubang dibawahnya. Ini ujian berat Ibu Sri yang belum selesai. Setiap hari
memikirkan nasib anaknya agar bisa kembali normal saat buang air kecil.
Untuk
mengejar impian itu, tentu tidak mudah. Perlu biaya sana-sini. Kendati ada BPJS
ia trauma dengan kejadian yang menimpa putrinya saat melahirkan hingga
meninggal karena tidak tertolong.
Beruntung,
nasib Tobi dapat ditemukan jalan keluarnya. Ibu Sri menceritakan, ada seorang
teman yang baik hati menolong putranya. Ibu Sri mendapat pinjaman uang untuk
mengoperasi saluran air seni di alatvital anaknya. Yang namanya pinjaman itu
adalah hutang.
“Sampai
sekarang saya masih mencicil semampunya. Jika ada uang saya cicil,” katanya. Itupun
sebulan dua kali anak saya masih control jahitan setelah dioperasi,” bebernya.
Ibu
Sri sebagai janda juga memerhatikan kedua cucunya yang masih duduk di sekolah
dasar. Ia berharap kelak ujian yang menimpanya menjadi berkah untuk bertahan
hidup dan menjadi hal positif untuk anak dan cucunya.
Kamis,
27 Oktober 2016, kami mendapat kabar jika Ibu Sri sudah pindah dari kontrakannya
di bilangan Karet Kuningan. Sontak tim media Lazismu terkejut. Karena dengan
apa Ibu Sri mengangkut perabotannya dan pindah ke mana.
Kami
pun berhasil menghubunginya, dan membuat janji di Pasar Minggu untuk bertemu.
Tujuannya mencari kebenaran berita itu dari Ibu Sri sendiri.
Ibu
Sri mengatakan, diusir oleh pemilik kontrakan tanpa alasan yang masuk akal. “Sebelum
diusir, seminggu yang lalu nasib naas menimpa dirinya. Uang yang dikumpulkan
untuk biaya sekolah anak dan cucunya hilang. Jumlahnya Rp 2.000.000,- itu
sangat bernilai buat saya,” ucapnya.
Dengan
daun pintu triplek yang dikunci gembok, tentu mudah bagi pencuri untuk
membongkar. Namanya kontrakan gubuk mas, lanjut Ibu Sri. “Sepertinya saya
dikira menuduh pemilik kontrakan, itu tidak seburuk yang dia pikirkan,”
katanya.
Saya
hanya pasrah dan ikhlas uang yang hilang itu, semoga diganti Allah, katanya.
Cukup sudah saya menelan nasib ini. Masih ada orang baik yang menolong saya.
Orang itu membantu saya mencari kontrakan di Bogor, Jawa Barat. Dan membantu
membawa semua perabotan saya dari kontrakan ke Bogor. Alhamdulillah, ceritanya
dengan air mata berlinang.
Ingin Tetap
Sekolah
Setelah
pindah ke Bogor, anak dan cucunya ingin tetap bersekolah. Tekad itu didukung
Ibu Sri, dengan menyiapkan surat-surat keperluan untuk mendaftarkan anak dan
cucunya ke sekolah terdekat di Bogor.
Ibu
Sri tetap teguh, ia akan mencari pekerjaan menjadi buruh cuci dan setrika
pakaian di Bogor. Jika tidak ada, ia akan mencari di Jakarta. Demi anak dan
cucunya agar tetap sekolah.
Ia
berharap ada orangtua asuh yang mau membantu kesulitan hidupnya terutama untuk
biaya sekolah anak dan cucunya. Kendati demikian, biaya
hidup sehari-hari sudah pasti akan menampakkan problem baru bagi Ibu Sri.
Ibu Sri beruntung anak dan
cucunya tidak pernanh mengeluh dan menerima semua kenyataan ini, agar tetap
menjalani hidup sebagaimana orang pada umumnya. Saya akan selalu kuat katanya
dengan mata menerawang. (nazhori author)
Sumber: LAZISMU
0 Komentar
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?