Reposisi Ekologi Pendidikan yang Humanis


Oleh: Nazhori Author




Tiga persoalan pendidikan yang menjadi fokus pemerintah seperti upaya peningkatan akses, meningkatkan mutu dan relevansi, serta memperbaiki pengelolaan pendidikan berdasarkan good governance sesungguhnya sudah tergambarkan oleh realitas makro dan mikro pendidikan selama ini. Salah satunya adalah kesenjangan masyarakat di bidang pendidikan.

Pantas jika pendidikan di kota dan di desa sangat berbeda jauh karena memang antara yang pusat dan pinggir selalu kontras. Di kota pendidikan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sementara di desa dengan segala keterbatasan berusaha agar bagaimana proses pendidikan dapat berlangsung. Dengan demikian, ekologi pendidikan seperti itu selamanya akan memunculkan kesenjangan.

Bahkan di kota masih ada sekolah pinggir kali dan sekolah kolong jembatan yang dengan setia memberikan kesempatan kepada kaum miskin untuk merasakan lezatnya pendidikan. Dan masih ada guru yang hidupnya jauh dari sejahtera dan peserta didik yang belajar tidak memiliki buku paket yang nasibnya tidak jauh bebeda dengan keadaaan pendidikan di desa.

Kesenjangan merupakan gambaran dari bunga rampai keterpurukan pendidikan. Maka, bagaimana menjadikan kesenjangan itu sebuah gagasan pemikiran yang dapat melahirkan ekologi pendidikan yang humanis. Dengan kata lain memandang manusia sebagai makhluk yang komprehensif dan berinteraksi dengan lingkungannya sebagaimana pendidikan Islam memuliakan dan menghormati fitrah manusia.

Dilema Pendidikan
Pendidikan di samping sebagai masalah juga merupakan tuntutan kebutuhan setiap warga negara. Sehingga masalah dan kebutuhan menjadi dilema pendidikan itu sendiri. Dalam negara berkembang pendidikan merupakan persoalan yang tak kunjung usai karena terkait dengan anggaran dan hak setiap orang. Wajar jika pendidikan menjadi komoditas yang mahal.

Dalam perjalanannya, suasana paradoks dalam pendidikan justru muncul di saat masyarakat sedang menikmati kecanggihan teknologi informasi. Padahal dengan kecanggihan alat komunikasi sangat membantu pendidikan di masyarakat yang dapat mendorong kekuatan untuk menganalisa, mengenal, dan memahami lingkungan dan realitas sosialnya dengan merangsang partisipasi kreatif masyarakat.

Namun, dengan kecanggihan alat komunikasi sekarang justeru mengundang ketidakrasionalan manusia. Lebih paradoks lagi, dengan kecanggihan teknologi masa depan seseorang bisa dilihat hanya dengan tanggal lahir melalui pesan singkat. Sementara peran guru sebagai tempat bertanya dan berkeluh kesah hilang ditelan bumi. Sekolah tidak lagi berfungsi untuk menjamin masa depan karena tidak bisa meramal nasib baik manusia.

Harga diri, kepercayaan dan identitas diri yang dihasilkan media komunikasi seakan pudar seiring dengan melemahnya nilai guna ke dalam simbol dan pencitraan. Masalah lain yang dihadapi pendidikan adalah faktor sosial dan politik. Biasanya situasi ini dimanfaatkan menjelang pemilu. Partai politik berlomba-lomba mendekati masyarakat dengan paket pendidikan gratis dan mengaku dekat dengan lapisan masyarakat bawah.

Di Indonesia, posisi tawar pendidikan sangat lemah dibandingkan ekonomi dan politik. Kenyataan itu semakin terasa sejak awal Orde Baru sampai sekarang. Dan peran kritis pendidikan dalam kurun empat dasa warsa ini mengalami “involusi”. Adalah sulit mencari negosiator pendidikan seperti Ki Hajar Dewantara dan ketulusan lperguruan Taman Siswa yang menghargai pendidikan.

Guru Muslimah adalah satu dari sekian guru di Indonesia yang beruntung karena berhasilnya proses komunikasi antara Andrea Hirata dan masyarakat. Tapi, masih banyak Muslimah-muslimah lain yang sangat membutuhkan perantara perubahan melalui sektor pendidikan. Sejauh mana kesadaran kritis masyarakat akan tumbuh setelah menyaksikan film Laskar Pelangi terhadap dunia pendidikan.

Apakah akan berubah atau menjadi dilema baru yang membebani pendidikan. Persoalannya memang menjadi unik. Sebab pendidikan adalah kebutuhan sementara sekarung masalah yang terkait dengan pendidikan belum kunjung usai dipecahkan. Pada saat yang sama ketika masyarakat mengharapkan pendidikan yang bermutu dalam sekejap kebijakan pendidikan berubah lagi usai pemilihan umum yang akan datang.

Pukulan psikologis kembali dirasakan masyarakat seraya menunggu kebijakan lain yang siap menyumbat kepulan asap dapur si miskin. Para pendidik dengan nada prihatin tak mampu berbuat apa-apa dengan keanehan kebijakan tersebut. Barangkali ungkapan pendidikan untuk semua mengalami determinis dan tergantikan dengan kebijakan pemerintah untuk semua.

Posisi Pendidikan
Kritikan-kritikan pada pendidikan sedikit banyak telah merubah arah mata angin pendidikan. Sejak gagasan pendidikan humanis dikumandangkan analisis mutu pendidikan cenderung melihat manusia pada posisinya yang kreatif dan dinamis. Mereka percaya bahwa pendidikan bukan semata-mata menjanjikan masa depan tapi sebagai sarana konstruksi sosial budaya yang transformatif.

Posisi pendidikan bukan terletak pada keberadaannya yang bersifat institusional melainkan pada peran dan fungsinya yang dapat membangkitkan kesadaran murni seseorang. Yang perlu ditekankan terutama adalah kemampuan dalam menciptakan komunikasi dan media pembelajaran bagi masyarakat tanpa mengesampingkan lingkungan sosial di sekitarnya.

Kita semua yakin pendidikan akan tumbuh dan berkembang melalui proses yang sehat dan humanis. Bukan dengan proses yang memaksa dan melumpuhkan kreativitas manusia. Pendidikan yang didukung oleh kekayaan sumber daya alam dan manusia untuk kesejahteraan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan yang dilakukan dengan cara adil dan demokratis sesuai dengan kenyataan dan apa adanya.

Sayang, dalam masyarakat yang permisif, gagasan pendidikan humanis belum mendapatkan tempat yang kuat untuk berpijak. Inilah tantangan yang harus dihadapi pendidikan humanis. Apa yang dilakukan oleh guru-guru di daerah yang terpencil layak diberikan apresiasi, dan memang mereka telah melakukan hal yang menjadi tanggung jawab sosialnya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa.

Jadi, persoalannya tak hanya sekedar upaya peningkatan akses, meningkatkan mutu dan relevansi, serta memperbaiki pengelolaan pendidikan berdasarkan good governance. Di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk tantangannya adalah bagaimana mengupayakan ekologi pendidikan yang sehat dan humanis. Pada posisi inilah pendidikan menjadi bagian penting gerakan sosial baru yang mendampingi pendidikan dan manusia melihat dari dalam lingkungannya sendiri untuk melihat persoalan di luar yang lebih besar.
Wallohu ‘alam

Posting Komentar

0 Komentar