Impian hidup damai adalah cita-cita bersama setiap orang. Dalam benak
sudah ada citra bahwa hidup berdampingan dengan segala perbedaan sepenuhnya
dapat diraih melalui segenap potensi manusia. Jaminan pemerintah terhadap
kebebasan berpendapat, berkespresi dan berkeyakinan didasarkan pada
undang-undang perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang menghormati
aktivitas setiap kelompok atau komunitas.
Disadari betul adanya persaudaraan, kesetiakawanan dan kebaikan akan
sangat punya makna saat manusia berada dalam ketakberdayaan, tertindas
struktur yang tidak adil atau tidak mampu menghentikan batas-batas keterpurukan
dirinya sendiri. Dengan begitu naluri kemanusiaan akan tumbuh fitrahnya
untuk memperoleh kesempatan berbagi terhadap sesama.
Hampir di banyak tempat seringkali kita mendengar berita kekerasan
yang dilakukan kelompok tertentu atas nama agama, politik, atau apapun
memaksakan kehendaknya terhadap orang lain dengan cara mengancam dan
menekan bagi orang yang lemah secara minoritas. Situasilan inilah yang
akhirnya muncul sikap saling mencurigai dan intoleran terhadap sesama.
Di Indonesia kemajemukan komunitas
merupakan daya tarik tersendiri bagi orang-rang yang menginginkan proses
aktualisasi melalui interaksi pedagogis. Karena disitulah kebebasan
berekspresi dapat disalurkan sebagai bagian dari ekspresi diri untuk
saling belajar menghormati dan memahami.
Komunitas dan Masyarakat Industri
Barangkali menarik untuk diketahui bahwa di negara eropa dan barat
akhir-akhir ini ada pertumbuhan angka umat muslim di saat gejala islamphobia terus mencuat. Pertumbuhan
itu subur berkat tumbuhnya komunitas-komunitas yang bersentuhan dengan
nilai-nilai spiritual. Padahal kondisi masyarakat berada dalam budaya
industri yang mendorong laju migrasi hingga berdampak pada pelepasan
keterikatan dengan agama sama sekali.
Sementara di Indonesia dengan kemajemukannya juga
memiliki pengalaman yang unik sejalan dengan tumbuh suburnya masalah
sosial dan industri akibat kian terbukanya keran ekonomi di pentas pasar
bebas. Di kalangan kelas menengah, kekompok yang berbasis minat (hobby) dan spiritual tetap eksis meski jumlahnya relatif
kecil.
Ada lagi dikalangan generasi muda yang tentu saja
merupakan lahan subur bagi tumbuhnya kreatifitas ide dan aksi. Pada
saat budaya industri menggeliat malah menjamur komunitas kaum muda dengan
berbagai latar belakang tampil dengan menggugah selera orang yang melihatnya.
Mereka hadir dengan beragam keilmuan seperti otomotif, wirausaha, sejarah,
keagamaan, kedermawanan sosial (filantropi) maupun seni, sastra dan budaya.
Dalam lapangan sosiologi gejala ini muncul menunjukkan
bahwa budaya industri terkait borjuasi industrial pada dasarnya telah
berubah menjadi semakin bercorak dan beragam. Dari spiritual bergeser
menjadi gagasan kreatif yang menelurkan produk atau gerakan kepedulian
yang berbasis seni industri dan humaniora yang dilapisi semangat kebersamaan.
Namun demikian, bukan berarti komunitas berbasis
religius tidak diperhitungkan keberadaannya. Dewasa ini, sudah mulai
muncul dengan masif komunitas-komunitas agama dengan ciri khas masing-masing
yang mengajak seluruh lapisan masyarakat muslim kembali kepada jalan
”kebenaran” dengan kekuatan spiritual.
Terkait dampak industrialisasi terdapat pelajaran
bahwa tumbuh suburnya komunitas-komunitas tersebut ternyata memiliki
daya tarik tersendiri. Alasannya cukup konkret yaitu adanya motivasi
dan semangat saling berbagi ketika kemajuan teknologi informasi memberikan
peluang setiap individu untuk berkembang dan di saat yang sama sebagian
orang menaruh kerisauan akibat dampak yang ditimbulkan. Kontroversi
kedatangan Lady Gaga beberapa waktu lalu adalah salah satu contoh yang
mendapat perhatian serius antar komunitas dan budaya industri yang memiki
irisan pada soal etika.
Situasi ini perlu dipertanyakan untuk menilai
dampak industrialisasi terhadap masyarakat yang termanifestasi dalam
tumbuhnya komunitas-komunitas kreatif dan tidak hanya terhadap bentuk-bentuk
ekspresifnya saja yang bercorak kekinian. Kiranya dapat dipahami peran
serta setiap orang dalam suatu komunitas menjadi salah satu ukuran penting
untuk menilai akibat-akibat yang ditimbulkan dari budaya industrialisasi
itu.
Membangkitkan Komunitas
Hidup manusia adalah meniti kesempatan. Dalam
mengarungi hidup kepentingan personal amat ditentukan kepentingan sosial.
Di sini komitmen hidup bersama pada intinya adalah mempersoalkan aspek
sosial dan spirit kebersamaan. Adalah naif ketika seorang atau komunitas
mencoba melakukan pengingkaran atas keberadaan orang lain sementara
dirinya terikat dalam ruang sosial.
Komunitas dan kebersamaan adalah dua kata yang
memiliki makna. Pada saat tertentu kita belajar bersama memahami apapun
yang kita lakukan akan memberikan manfaat dengan memintal benang perbedaan
untuk menjadi sebuah kain sosial yang akan menutupi tubuh-tubuh personal.
Maka menjadi niscaya jika kita mengambil penilaian yang dilakukan itu
memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Komunitas dalam pengertiannya yang lebih umum
menjamin kebersamaan. Sedangkan kebersamaan dalam pemahaman kemanusiaan
pada intinya adalah realisasi dari seluruh sistem nilai yang telah dianugerahkan
kepada manusia untuk hidup berdampingan. Dalam konteks teologis, inilah
sebuah laku spiritual yang mengedepankan kebaikan dan menolak segala
bentuk kemungkaran yang mengganggu segenap aspek kehidupan.
Tentu bukanlah suatu yang mengherankan apabila
ada orang yang berbicara tentang perbedaan tapi tidak mampu dan tidak
siap menerima hidup bersama dalam keragaman. Tidak mudah menjalin sinergi
dan komunikasi di tengah komunitas sosial yang lain. Ini sama saja tidak
berupaya merasakan indahnya perbedaan yang mungkin melalui status dan
latar belakang sesunggunya berbeda.
Kendati kita hidup dalam iklim demokrasi tapi
menjelma lewat banyak artikulasi karena berdemokrasi tidak sepenuhnya
sama dengan kebebasan. Kebebasan bukan berarti bebas penuh hanya saja
perlu ditempatkan pada porsi yang adil dan tepat agar demokrasi tidak
mudah direduksi dalam situasi apapun. Untuk itu, dibutuhkan komitmen
bersama bahwa demokrasi harus dimaknai sebagai kesempatan untuk berkreasi
yang bertanggung jawab. Itu pun masih perlu pembuktian bahwa bangkitnya
komunitas-komunitas plural merupakan sarana berepkresi yang membangkitkan
spirit pedagogis setiap orang.
0 Komentar
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?