Apa
yang terjadi dengan pembangunan di berbagai daerah tertinggal di Indonesia?
Tampaknya, jawaban yang didapat tidak begitu memuaskan. Pada saat ini, kita
masih dapat menyaksikan daerah-daerah terpencil yang jauh dari hingar-bingar
keramaian kota situasinya amat mengenaskan. Segala kemudahan yang dinikmati
masyarakat kota, tidak mudah dijumpai di daerah pedalaman dan terpencil.
Kalau
boleh dikatakan, apa yang dialami warga di desa terpencil adalah krisis yang
paling mencolok dan krisis yang sesungguhnya. Hanya saja mereka mampu bertahan
hidup dengan cara mereka sendiri. Perkembangan teknologi tidak mereka rasakan
dengan seksama. Apalagi situasi politik yang penuh intrik di pusat kota jauh
dari percakapan mereka sehari-hari.
Kombinasi dari berbagai macam unsur ekonomi dan produksi tidak dapat ditemui di desa terpencil. Situasi semacam itu luput dari perhatian pemerintah pusat. Gambaran ini begitu nyata dan berwujud di kampung Cioray, di desa Leuwikaret, Klapanunggal, Bogor, Jawa Barat. Sebuah desa tertinggal yang lokasinya tidak jauh dari Ibu Kota Jakarta dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.
Tepatnya
12 Agustus 2012, kami tim Adventure for Humanity yang terdiri dari LAZISMU dan
K2S (Adventure Offroad) bertandang ke desa tersebut. Kurang lebih jaraknya 10
kilometer dari Kecamatan Gunungputri dan tidak begitu jauh dengan Cikeas tempat
kediaman Pak SBY. Untuk dapat masuk ke kampung Cioray, masih menempuh jarak 5
kilometer dengan kondisi jalan tanah bebatuan, menanjak dan menurun.
Sesampai
di lokasi, apa yang kami pikirkan sebelumnya ternyata sungguh berbeda dengan
apa yang telah kami lihat. Kampung ini tidak teraliri listrik sama sekali.
Lukman, dari K2S menuturkan disamping listrik yang tidak tersedia, sanitasi dan
MCK pun tidak dimiliki setiap rumah yang kami sambangi. Informasi serupa
disampaikan Yakub dari K2S bahwa sumber air yang jauh dari rumah warga
merupakan persoalan yang sampai saat ini belum terselesaikan.
Ini
bukan cerita hiperbola, sosok Timan, sebagai ketua RT 001/RW 006 kampung
Cioray, Desa Leuwikaret, Klapanunggal, Bogor memberi informasi berharga bahwa
cerita kemiskinan bukan isapan jempol belaka. Dari 65 kepala keluarga,
mayoritas hidupnya bergantung dari hasil pertanian, ucapnya. Tapi, apa yang
terjadi ? Di musim kemarau yang lumayan panjang, lahan garapan mereka kering
kerontang tidak dapat ditanami tanaman yang menghasilkan, tandasnya.
Timan
menambahkan dari 120 anak diusia sekolah di kampungnya setelah lulus SD
sebagian besar sulit melanjutkan ke jenjang berikutnya. Maklum sekolah yang ada
amat tidak layak untuk belajar. Satu-satunya sekolah ini, Madrasah Ibtidaiyah
(MI) hanya memiliki dua ruang kelas. Belajarpun harus bergantian sampai
waktunya tiba, jelasnya.
Tak
lama setelah itu, waktu menunjukkan pukul 15.05 WIB. Tim Adventure for Humanity
tiba di kampung Cibuntu, RT 05/RW 03 Desa Leuwikaret, Klapanunggal. Persis
didepan mushola kami berhenti. Sejumlah ibu-ibu dan anak-anak tengah berkumpul
di mushola. Seakan-akan mereka menyambut kedatangan kami.
Alhamdulillah,
warga menyambut dengan antusias. Sayang, tim kami tidak dapat berjumpa dengan
ketua RT, menurut Fatimah beliau sedang bekerja di ladang, jaraknya cukup jauh
di tengah hutan. Paket Kadoramadan kami serahkan ke warga kampung Cibuntu. Dari
24 kepala keluarga yang ada semuanya telah tersalurkan. Adapun sisanya kami
salurkan kembali ke beberapa titik rumah yang dapat kami temui di tengah
perjalanan.
Dari
waktu yang tersisa kami saling berbagi kepada warga setempat. Kebetulan,
Fatimah yang berada di mushola dengan penuh harap memberikan informasi terkait
kampung Cibuntu yang sedang kami datangi. Fatimah mengakui, kampung kami sangat
tidak nyaman untuk ukuran standar kesehatan warga. Terutama menyangkut
kebersihan air dan lingkungan, ucapnya. Saluran air dan MCK tidak dimiliki oleh
setiap rumah warga. Kami hanya memanfaatkan sumber air yang mengalir untuk
keperluan sehari-hari, pungkasnya.
Dengan
penuh harap Fatimah mengemukakan bahwa ada warga lain diluar kampung yang
peduli dengan keaadaan yang ada selama ini. Sementara itu, Bang Tom K2S,
mengatakan intinya mereka berharap dengan kedatangan kita semua ada tindak
lanjutnya. Hal senada diutarakan Yakub, agar lingkungan bersih dapat tercipta
perlu keseriusan warga untuk bergotong royong membersihkan saluran air. Jika
sudah dimulai tentang arti penting kebersihan, tidak menutup kemungkinan kami
akan datang kembali, tuturnya.
Dari
hasil perjalanan misi kemanusiaan ini, kami mencatat bahwa dari kedua kampong
ini memiliki persoalan yang sama. Jadi sangat perlu mendapatkan perhatian dari
pihak luar. Lukman K2S mengatakan, dari persoalan yang ditemui ini kami
berharap LAZISMU dapat mengakomodir. Kami siap membantu untuk misi kemanusiaan
selanjutnya, katanya. Jika hari ini waktu dan kapasitasnya terbatas maka di
lain hari akan lebih mempertajam program Adventure for Humanity, ucapnya. (LAZISMU)
0 Komentar
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?