October 11, 2010

Indonesia Book Fair 2010

Oleh : Nazhori Author


Pada 2 Oktober 2010, tepatnya hari Sabtu, di Senayan, Jakarta dibuka Indonesia Book Fair 2010. Pameran buku ini diikuti berbagai macam penerbit dari dalam dan luar negeri, perpustakaan dari berbagai instansi dan pemerintah daerah, media massa, toko buku, dan lain-lain. Tidak lain salah satu tujuannya adalah meningkatkan daya baca dan beli masyarakat terhadap buku sebagai jendela informasi dunia.

Bagi masyarakat, pameran buku merupakan pesta buku yang istimewa. Karena berbagai macam buku tersedia dengan harga yang terjangkau. Di samping itu, melalui pameran buku masyarakat diharapkan dapat meningkatkan tradisi membaca dan menulis di saat tradisi lisan masih sangat dominan dalam cara masyarakat berkomunikasi setiap hari.

Kuatnya tradisi lisan sedikit banyak mengabaikan tradisi membaca dan menulis. Padahal membaca dan menulis merupakan pesan pengetahuan yang terdapat dalam al-Qur’an. Pantas jika buta aksara adalah penyakit yang dirisaukan oleh setiap negara di belahan bumi ini sebab akan mengakibatkan masyarakat menjadi bodoh dan miskin.

Seperti dilaporkan UNESCO pada hari Aksara Internasional 8 September 2010 disebutkan bahwa Buta aksara atau buta huruf adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengidentifikasi, mengerti, menerjemahkan, membuat, mengkomunikasikan dan mengolah isi dari rangkaian teks yang terdapat pada bahan-bahan cetak dan tulisan yang berkaitan dengan berbagai situasi. Di dunia ini jumlah buta huruf masih banyak terdapat di negara-negara miskin dan berkembang atau negara dunia ketiga.

Pesan Membaca al-Qur’an
Di tengah kemajuan teknologi informasi yang kita nikmati saat ini, masih banyak ditemukan penyandang buta aksara yang tersebar di berbagai pelosok daerah di Indonesia. Yang lebih mengenaskan di antara mereka yang buta aksara berada di usia produktif (15-30 tahun) tidak mengerti membaca dan menulis. Terutamanya yang dominan adalah kaum perempuan.

Dari data terakhir yang dicatat Kemendiknas di tahun 2009, jumlah penduduk yang buta aksara adalah sebanyak 8,7 juta penduduk yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Direktorat Jenderal Pendidikan Non Formal Kementrian Pendidikan Nasional, Hamid Muhammad mengungkapkan jumlah perempuan yang masih buat aksara di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan lelaki. “Dari komposisi penduduk buta aksara, 64 persen perempuan masih buta aksara (Koran Tempo, Senin, 06 September 2010).

Inilah tugas berat pendidikan bagaimana mengentaskan buta aksara yang menimpa seseorang di usia produktif. Dalam Islam al-Qur’an telah menekankan tentang pentingnya membaca dan menulis. Hal ini dimaksudkan agar manusia senantiasa belajar untuk memaknai dan memuliakan kehidupan agar lebih bermakna. Sehingga pemahaman akan pengetahuan dan keagamaannya menjadi bekal hidup di dunia dan akhirat.

Adalah sangat relevan jika pertama kali ayat al-Qur’an diturunkan ke muka bumi yaitu surat al-’Alaq dan al-Qalam. Di dalam kedua surat tersebut menurut Imam al-Khazin (1995) di dalam Tafsir al-Khazin al-Musamma libabi al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil (dalam Abdul Mu’ti, Deformalisasi Islam, 2004) kata al-Qalam, yang berarti kegiatan membaca dan menulis disebutkan diawal surat. Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, demikian tafsir pedagogis ayat tersebut.

Tidak diragukan lagi, sejak al-Qur’an diwahyukan Abdul Mu’ti (2004) berpendapat bahwa menulis berkembang menjadi tradisi baru masyarakat Arab. Tradisi ini memperkuat halaqah ilmiah di mana para sahabat secara resiprocal saling membaca, mengoreksi, dan menyempurnakan bacaan dan hafalan al-qur’an. Tidak mustahil dalam perkembangannya muncul beberapa ahli hadis dan tafsir.

Hingga pada zaman keemasan Islam, berbagai macam judul buku ditulis tentang fikih, ibadah, astronomi, kedokteran, matematika, dan lain sebagainya. Tradisi ilmiah tumbuh seiring dengan kebebasan berpikir, berdialog dan berkumpul untuk menciptakan sekolah pengetahuan yang sampai saat ini karya-karya tersebut menjadi buku-buku referensi yang tak lekang ditelan waktu.

Seiring dengan modernitas dan kemajuan teknologi informasi sekarang ini, buku-buku menjadi guru kedua (second tutorial) dalam mendidik masyarakat untuk memperoleh pengetahuan. Ditambah lagi dengan buku-buku online yang tersedia di jaringan internet semakin memupuk harapan tradisi membaca dan menulis kian tumbuh di tengah masyarakat untuk mengurangi buta aksara. Dengan catatan akses informasi dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok tanah air.

Buku Jendela Pengetahuan
Buku dalam arti luas adalah mencakup tulisan atau gambar yang ditulis atau dilukis dalam suatu media. Dalam Kamus Besar Bahas Indonesia (2002) buku berarti lembar kertas yang berjilid, berisi tulisan atau kosong. Ada juga yang berisi tulisan atau gambar yang dapat dilihat dan dibaca. Tulisan atau gambar ini kemudian disebut dengan pengetahuan.

Dahulu dalam sejarah peradaban Islam para sahabat dan pengikut Nabi, agar hafalan mereka tentang al-Qur’an dan hadisnya tidak hilang atau lupa dianjurkan untuk ditulis. Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib r.a.bahkan berpesan dalam suatu riwayatnya kurang lebih demikian, “Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Pesan ini belakangan menjadi judul populer sebuah buku berjudul Mengikat Makna yang ditulis Hernowo.

Buku tersebut pada dasarnya menurut Hernowo (2001) menekankan pentingnya memadukan aktivitas membaca dan menulis dengan displin agar dua kegiatan tersebut dapat memberikan makna (manfaat) kepada pelakunya. Dan, bukan hanya buku yang dapat diikat maknanya, kehidupan diri kita sehari-hari pun dapat diikat maknanya. Sederhananya, buku tersebut diharapkan dapat membuat masyarakat Indonesia untuk mampu dan mau membaca dan menulis secara “fun“.

Oleh karena itu, buku sebagai jendela dunia merupakan salah satu sarana bagaimana mengikat makna kehidupan dalam sebuah tulisan. Membaca dan menulis adalah dua kegiatan yang dianjurkan Islam, terutama jika ingin mencerdasi (mengkhalifahi) lika-liku kehidupan dengan ilmu. Membaca dapat mengajak diri kita ke lembah-lembah pengetahuan di mana mata air ilmu berada.

Membaca juga memotivasi diri kita untuk bertafakur, mengolah hati dan pikiran dengan jernih secara sistematis. Sehingga dalam menemukan ilmu dan mengamalkannya manusia tidak takabur dan besar kepala terhadap orang lain. Sebaliknya, Hernowo mengatakan (2001) menulis akan membantu kegiatan membaca agar tidak sia-sia. Menulis dapat menata dan menyusun seluruh pengetahuan yang masuk ke dalam diri menjadi arsip-arsip ilmu yang kaya dan mudah diakses kembali. Sehingga, ‘mengikat makna’ sejalan dengan semangat mencari ilmu.

Karena itu, pameran buku yang digelar di Jakarta setiap tahun ini, bukan sekadar pesta buku tahunan yang diselenggarakan secara rutin. Lebih jauh lagi diharapkan sebagai media berbagi informasi dan pengetahuan khususnya kepada masyarakat. Semoga tradisi membaca dan menulis menjadi counter culture untuk memberantas buta aksara dan buta moral. Wallohu ‘alam

1 comment:

  1. Terimakasih atas informasi yang sudah diberikan.Semoga memberikan informasi kepada temen-temen yang menanti indonesia book faire.=D
    BTW, udah bergabung dengan program publisher dari http://negeriads.com? Kalau belum,boleh dicoba bergabung. Gratis. Sudah ada 10.000+ publisher yang bergabung, lho. Daftar tanpa biaya, dan selalu dibayar tepat waktu. Silakan dicoba aja.Keteranganlengkap ada di websitenya, :)

    ReplyDelete

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?