February 1, 2011


Jual Buku Online

Bagi Anda Yang Berminat Silahkan Hubungi:

08159830757 / 081385836960

atau

Mengisi buku tamu di blog ini, dan memesan lewat facebook: nazhori.author@gmail.com

Untuk DKI Jakarta dan sekitarnya, luar jawa dikenakan ongkos kirim.








Harapan Baru Siswa Miskin

Oleh: Nazhori Author


Kabar menggembirakan datang dari Kementerian Pendidikan Nasional. Siswa dari keluarga tidak mampu akan diprioritaskan untuk masuk perguruan tinggi (PT) negeri. Artinya, keluarga tidak mampu memiliki peluang dan kesempatan menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi. Ada keinginan kuat dari perguruan tinggi untuk melihat aksesibilitas keluarga tidak mampu pada pendidikan. Sudah cukup banyak model dan strategi yang dibuat tentang pendidikan untuk semua.

Mulai dari periode menteri sebelumnya hingga menteri berikutnya. Itu semua merefleksikan pemahaman bahwa hak asasi atas pendidikan tidak cukup hanya dengan menafsirkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional walaupun hal itu perlu dilakukan. Keberlangsungan kebijakan tentang pendidikan untuk semua tidak memerlukan pendekatan eksesibilitas, dan semua instrumen yang dimiliki setidaknya dapat melibatkan pembelajar di tingkat masyarakat dengan isu-isu pendidikan yang lebih luas.

Pada dasarnya, ditinjau dari sudut hukum, hak untuk pendidikan, termasuk akses pendidikan bagi si miskin, tertuang dalam undang-undang. Dalam konteks otonomi pendidikan, salah satu wewenang perguruan tinggi adalah menyaring dan menyeleksi calon mahasiswa yang memiliki kemampuan baik secara akademis dan ekonomi. Persoalannya, kejelasan dan kepastian prosedur penerimaan mahasiswa baru sebagai pintu masuk bagi kebanyakan masyarakat tidak mampu terbentur biaya pendidikan itu sendiri.

Kelompok Rentan
Beberapa perguruan tinggi, misalnya, pernah melakukan tes seleksi masuk perguruan tinggi bagi calon mahasiswa baru secara bersamaan dan khusus. Namun, dalam prosesnya, ketika lulus seleksi, lagi-lagi biaya masuk perguruan tinggi menjadi batu sandungan. Melihat kondisi ini, timbul pertanyaan yang bersifat analogi di beberapa kalangan. Dalam sosiologi pendidikan, dikenal istilah kapitalisme pendidikan untuk merujuk pada biaya pendidikan yang mahal.

Mungkinkah ini suatu gejala adanya pihak yang diuntungkan dalam program pendidikan kita? Analogi lama ini, sampai saat ini, menjadi fakta yang tidak terbantahkan jika mereka yang rentan, terpinggirkan, dan terdiskirisminasi mewarnai berbagai program pendidikan sekarang ini. Sampai kemudian, pendidikan menjadi komoditas. Fetish, meminjam ungkapan Karl Marx. Kapitalisme berhasil membuat benda dan manusia bersusah payah menghendakinya, sejiwa dengan perguruan tinggi yang kian hari sulit disentuh oleh si miskin sebagai kelompok rentan.

Hal ini semakin menguatkan paradoksnya sistem pendidikan bila dianggap sebagai obat mujarab untuk mengatasi kemiskinan. Semua ini adalah gambaran umum, tetapi merupakan sebuah kerangka untuk mengidentifikasi dan menilai perguruan tinggi. Dengan demikian, muncul pertanyaan apakah perguruan tinggi berpusat pada kebutuhan mahasiswa? Apakah perguruan tinggi berpusat pada kebutuhan masyarakat? Adakah kesempatan yang cukup bagi si miskin yang rentan untuk berpatisipasi di perguruan tinggi?

Akan tetapi, memang harus diakui, tidak mudah mengambil hati sistem pendidikan. Ini pasti menjadi persoalan para praktisi pendidikan dan pihak yang berkepentingan. Dari sanalah dalam konteks pedagogis timbul relasi beraroma diskriminatif yang bersifat transaksional. Modelnya bermacammacam. Akhirnya, suasana itu tampaknya memperkuat kesenjangan ekonomi dan sosial dalam pendidikan. Pendidikan memang bukan persoalan yang berdiri sendiri di dalam sistem bernegara.

Pendidikan merupakan subsistem yang saling berkait serta saling berpengaruh dengan subsistem lainnya. Ada aspek politik, budaya, ekonomi, psikologi, anggaran, dan sistem birokrasi. Namun, satu hal yang bisa disepakati bersama adalah fungsi pendidikan untuk meningkatkan kualitas berpikir dan bersikap manusia. Penting adanya diskusi tentang dinamika pendekatan hak asasi manusia dan pemisahan sosial, bahwa pendidikan formal memainkan peran yang kompleks dan kadang berlawanan.

Di satu sisi, pendidikan dapat bertindak menanggulangi marginalisasi dan meningkatkan inklusi dan lingkup partisipasi sosial. Di sisi lain, sistem pendidikan tampaknya sering memperkuat kesenjangan sosial ekonomi serta diskriminasi yang berdasarkan status usia, kesehatan, tempat tinggal, minoritas, dan gender (Enabling Education Network Asia Newsletter, Edisi 4, Juni 2007).

Dominasi Asing
Berdasarkan data Bursa Efek Jakarta (BEJ) periode 31 Desember 2009-2010, September 2010, porsi kepemilikan saham asing mencapai 125,89 miliar dollar AS, atau 66,7 persen dari total 188,79 miliar dollar AS.

Sementara itu, kepemilikan investor lokal hanya 62,9 miliar dollar AS (33,3 persen). Fenomena ini tidak terlepas dari kuatnya arus modal asing ke bursa domestik. Publikasi ini teramat penting untuk melihat dan memahami posisi vital output perguruan tinggi dalam era transformasi ekonomi dan industri. Tidak ada hal yang lebih mendasar daripada persoalan kecakapan perguruan tinggi mengelolah peserta didik menjadi manusia unggul kehidupan sosial lebih baik. Kecakapan mesti terbahasakan secara jelas dalam sebentuk kehidupan sosial merdeka dan beradab.

Dominasi asing di aras ekonomi membuat pengaruh yang signifi kan terhadap tenaga kerja dalam negeri yang tidak lain merupakan lulusan perguruan tinggi yang berkompetisi mencari peluang kerja. Lantas, bagaimana dengan generasi muda yang melanjutkan perguruan tinggi? Apakah mereka akan terserap dalam lapangan kerja yang tak pernah kenal kasihan?

Tidak ada kesempatan yang jelas bagaimana keluarga miskin dapat menyekolahkan anak-anaknya ke perguruan tinggi. Yang jelas, mereka masih menunggu kebijakan pendidikan yang betul-betul berpihak pada mereka. Hal itu menjadi titik pangkal munculnya harapan perguruan tinggi akan menampung mereka yang lemah secara ekonomi untuk merasakan nikmatnya bangku kuliah.

Penulis adalah peminat sosiologi pendidikan, peneliti di Al-Wasat Foundation Jakarta

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?