April 8, 2015

Berbagi Kepada Indonesia Timur (Bagian Akhir)

Dalam kesempatan itu, perjalanan dilanjutkan ke Ambon. Ada pemandangan yang tak biasa di Ambon bagi Lazismu dan MPM. Tradisi tutur masyarakat di sana terlihat unik, kebiasaan mereka bercerita sesama warga selalu dilakukan di warung-warung sambil menikmati secangkir kopi panas. Di warung ini, cerita politik, sosial dan ekonomi menjadi warna tersendiri dalam keseharian mereka.

Dalam warnanya yang khas itu, kita juga singgah di kediaman pimpinan Muhammadiyah setempat, di Tulehu, Ambon. Di sana pula aktivasi pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam pusdiklat pertanian terpadu. Menurut sumber informasi yang kuat, lahan Pusdiklat itu milik mantan rektor Universitas Patimura. Lahan tersebut, tadinya tanah non-produktif, kemudian dipercayakan kepada Muhammadiyah untuk digarap dan diberdayakan warga.

Belum cukup dengan lahan pusdiklat, ternyata sisa persoalan masih mengganjal saat itu. Masalahnya ketersediaan air tanah untuk mengolah lahan pertanian mendapat kendala dengan kondisi tanah yang berbukit. Amat berat mengangkut air dari bawah ke atas. Adapun jika menggunakan diesel tentu menguras bahan bakar lebih besar. Asupan air ke atas semakin tidak efektif. Solusinya adalah menyediakan sumber energi alternatif untuk menopang ketersediaan air mengairi tanaman.

Singkat cerita, Lazismu dan MPM memfasilitasi persoalan yang dihadapi warga untuk bercocok tanam. Pilihan alternatif yang disepakati adalah memasang instalasi listrik tenaga surya. Turun gunung harus ditempuh, tidak ada cara lain selain melibatkan warga. Tak lama berselang, instalasi listrik bertenaga surya terpasang di dekat area lahan pusdiklat (12/2/2015).  

Menurut Khoirul Muttaqin, fasilitas listrik tenaga surya yang ditanam di lahan tersebut umurnya bisa mencapai 25 tahun. Tenaga surya dapat menghasilkan listri berdaya kuat 245 Watt dengan 4 lembar surya cell. Perangkat ini dapat diisi listrik selama 6 jam. “Bisa dihitung berapa daya yang dihasilkan, surya cell juga bisa menerangi 3 - 4 rumah,“ jelas Khoirul.

Panelnya buatan Jepang. Hari Eko mengatakan, perangkat ini dipilih karena kualitasnya. Selain itu, dilengkapi batu baterai berkapasitas 8400 watt dengan isi 10 buah. “Selama 7-8 jam baterai ini mampu bertahan menghasilkan daya listirk, ini cukup besar, paparnya. Bukan berarti energi lain tidak terpikirkan, ke depan akan dicari alternatif lainnya, tambah Hari Eko.

Lahan pusdiklat yang ada setelah mendapat pasokan listrik, sesuai rencana akan dijadikan tempat belajar siswa-siswi. Berkemah atau berkebun bersama adalah sarana yang menyenangkan bagi siswa-siswi. Mereka dapat belajar tentang segala hal terkait pertanian. Menurut MPM, dari 10 hektar lahan yang ada, hanya 1 hektar yang baru dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Secara bertahap akan diperluas, karena yang utama bagaimana mengajak warga sekitar untuk saling memiliki karena potensinya sangat luar biasa.

Dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, kekurangan informasi warga terkait tata kelola lahan pertanian dapat menutupi kekuarangan yang ada. Di pusdiklat itu, diberikan pula pengetahuan bagaimana membuat makanan dalam bentuk lain, seperti dari bahan dasar sagu atau sumber lainnya. Tulehu ibarat tanah surga sampai detik ini bersih dari limbah yang mencemari lingkungan. Inilah yang mendasari Lazismu dan MPM memilih dan menggunakan model pemberdayaan mengolah lahan pertanian.

Aliran air yang masuk ke lahan pertanian dengan surya cell, setiap hari menyegarkan tanaman, seperti seledri, terong, cabai, pepaya dan tanaman lainnya. Lingkungan sekitar malam hari mulai terang cahaya lampu. Ketersediaan listrik semoga dapat membangkitkan semangat, misalnya juga akan dikembangkan varian baru yang akan ditanam dalam lahan pusdiklat.

Untuk pupuk, warga di sekitar area lahan pusdiklat tidak perlu merisaukan. MPM telah memanfaatkan kotoran 10 ekor sapi ternak. Yang dilakukan MPM di Tulehu mengkombinasikan pertanian secara organik dan mengoptimalkan pupuk kandang dari kotoran sapi. Pertanian yang diaktivasi masih dalam tahapan produksi, belum bersifat massal, karena masih 60 persen dengan rencana kerja ke depan sebagai agro wisata. Maksudnya sebagai destinasi wisata dan belajar alternatif selain tempat wisata air terjun. Di sana masyarakat nanti dapat belajar dan menikmati hasil bumi. 

Yang terpenting dari program ini bagaimana mengelola sumber energi untuk memasok kebutuhan komunikasi, air, dan penerangan. Di kandang sapi, juga kita design model pemasok energi untuk kebutuhan dapur dan rumah. Harapannya akan kita dorong beberapa contoh atau model sumber energi alam bagi sipapa pun yang ingin belajar di sana meski jauh dari PLN. Mereka bisa mendayagunakan kekayaan alam untuk kebutuhan hidup mereka.

Lazismu dan MPM memikirkan pula apakah aliran sungai di Tulehu dapat dibuat pembangkit listrik, hal ini masih dipelajari. Karena debit air yang kecil, tenaga angin masih memungkinkan untuk mendapatkan energi alam dari angin untuk menghasilkan listrik.

Agenda ke depan, Lazismu bersinergi dengan MPM agar segera dapat meluncurkan pusdiklat ini. Empat bula ke depan, diharapkan Gubernur dapat meresmikan. Sehingga perhatian warga untuk bertani dapat berjalan optimal dengan adanya endorser dari gubernur yang datang dengan perhatian penuh. Meski upaya ini tidak mudah, secepat mungkin dapat menghadirkan tenaga atau kader pelopor yang siap hidup di atas bukit. Ini sulit bagi yang tidak biasa, beruntung ada kader yang mendampingi untuk mendukung program ini.

Sesuai agenda kader pelopor dapat ditambah menjadi 5 orang sebagai trainer bagi warga. Qodirin (25) salah satunya, ia asli tanah Jawa, karena sudah terbiasa dengan bahasa Ambon, bahasa ibu yang dimilikinya seperti absen dari percakapan kesehariannya. Dan yang perlu diketahui, Tulehu adalah kampung yang jauh dari peradaban kota, apalagi ruh Muhammadiyah, atau komunitas warga. Tulehu adalah best practice sinergi program pemberdayaan Lazismu dan MPM yang didukung oleh UMM dan UMY.
 

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?