April 13, 2015

Trensains, Sebuah Filantropi Berkelanjutan




Beragama tanpa akal ibarat berjalan tanpa kaki. Adagium ini telah membuka perspektif bahwa beragama tidak cukup dengan ayat atau hadis, namun bagaimana sumber-sumber otoritatif umat Islam ini dapat dimaknai dengan akal sehingga mampu mengasah akal dan bukan menumpulkan akal. Manusia diciptakan sebagai makhluk hidup untuk berfikir (tafakur) tentang alam dan seluruh isinya.

Perspektif tersebut sesungguhnya termanifestasi dalam sebuah buku yang berjudul Ayat-Ayat Semesta (2008). Penulis buku ini, Agus Purwanto seorang pakar Fisika Teoritis lulusan Universitas Hiroshima, Jepang dengan lugas mengatakan bahwa di dalam al-Qur’an ternyata banyak mengandung ilmu pengetahuan yang mengupas soal waktu dan ruang, matahari, bulan, bumi, komposisi kimia dalam tubuh manusia, air, dan lain sebagainya. 

Gur Pur, sapaan akrab penulisnya, ingin berbagi rahasia kepada kita semua bahwa Ayat-Ayat Semesta (AAS) merupakan tanda-tanda khauniyah dalam al-Qur’an yang apabila dikaji dan ditelusuri tidak akan selesai untuk dipahami. Lebih lanjut, melalui teropong fisikanya ia mengatakan kedalaman dan kebenaran kitab suci ini semakin mempertegas bahwa jagad raya yang kita huni ini penuh misteri. Dengan pemahaman yang aktual ayat-ayat khauniyah yang relatif akan dengan mudah diuji dan dipahami di lapangan, terangnya.

Ulasan segar Gus Pur dengan AAS-nya tentu banyak diilhami oleh tokoh-tokoh fisika terkemuka abad modern dan pascamodern serta tokoh-tokoh sains muslim kesohor yang mengeratkan ilmu pengetahuan dan spiritualitas Islam. Hal ini semakin membuat kita untuk meyakini bahwa pengetahuan kekinian (modern) adalah bukan hanya pengetahuan inderawi yang terpisah, melainkan bagian dari bangunan pengetahuan Islam yang perlu dikaji tanpa melupakan konteks lokalnya dan nilai-nilai ketuhanannya.

Tidak berhenti sampai di situ, Gus Pur pun menuangkan ide-ide segarnya dalam konteks pedagogis berupa pelembagaan gagasan ke dalam pendidikan pesantren. Menurutnya, ini merupakan pesantren alternatif di Muhammadiyah. Konsep pesantren yang dibumikan untuk generasi muslim sadar media. Diketahui bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang menampilkan tagline pendidikan sampai detik ini.

Untuk itu, ikhtiar pedagogis ini sejalan dengan Tanfidz Keputusan Muktamar Muhamadiyah ke-45 di Malang, 2005. Adapun butir amanat muktamar Muhammadiyah ke-45 (2005) di bidang pendidikan, iptek dan litbang menyebutkan: ”Membangun kekuatan Muhammadiyah dalam bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya insani, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan eksplorasi aspek-aspek kehidupan yang bercirikan Islam sehingga menjadi alternatif kemajuan dan keunggulan di tingkat nasional atau regional”.    
Sebagai wujud praksisnya, SMA Trensains PondokPesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen, dirintis di tanah seluas  2 Ha, yang meliputi sarana penunjang seperti asrama, masjid, ruang belajar, laboratorium sains, taman belajar, sarana olahraga, dan sarana pendukung lainnya yang ditunjang dengan kurikulum dan sumber daya insani. Diharapkan dengan model pesantren alternatif ini sisitem dan tata kelola pendidikan bukan saja diarahkan pada penguasaan materi keagamaan semata akan tetapi sistem pesantren modern yang mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga lulusan pesantren akan mampu memiliki kelebihan dibanding dengan sistem pendidikan lainnya.

Di samping itu, perpaduan sistem pendidikan umum dan pendidikan pesantren yang disuguhkan akan mampu melahirkan kader dan lulusan yang memiliki kecakapan dan keahlian dengan spesifikasi sebagai ulama sains. Untuk menuju program tersebut maka, Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen sebagai Trensains berorientasi pada lahirnya ulama sains dengan kemampuan keilmuan dan wawasan Islam yang memadai.

Dari aspek filantropi, Trensains merupakan terobosan alternatif. Ia merupakan filantropi pendidikan sekaligus filantropi intelektual. Citarasa filantropi keberlanjutan ini ke depan akan memacu spektrum isi yang luas dan berpadupadan dengan spirit Memberi Untuk Negeri LAZISMU. Di atas kertas, Trensains merupakan dua aspek yang menyatu antara pendidikan dan filantropi. Ibarat dua hati dengan satu denyut jantung. Bersama satu tujuan dan impian untuk tumbuh dan berkembang.

Menurut literatur tentang pesantren, sebagaimana diulas peneliti filantropi Hilman Latief, dijelaskan bahwa “sebenarnya pesantren bukan hanya berfungsi sebagai lembaga edukatif, tetapi juga sebagai pilar kekuatan sosial dan ekonomi umat melalui kegiatan pembinaan atau pendampingan sosial dan ekonomi. Dengan kata lain, pesantren mempunyai tanggung jawab moral, sosial dan ekonomi pada masyarakat“ (Filantropi Islam dan Aktivisme Sosial Berbasis Pesantren di Pedesaan, dalam Jurnal Afkaruna, Vol 8 No. 1 Januari-Juni 2012).

Hilman dalam analisanya menambahkan bahwa “pesantren yang memiliki semangat pemberdayaan merupakan salah satu contoh konkret dari sebuah lembaga pendidikan yang tidak hanya berkonsentrasi dalam pengembangan keilmuan Islam, tetapi juga merupakan lembaga yang mempunyai kepedulian terhadap kondisi masyarakat. Pesantren bukan hanya ditantang untuk mereproduksi manusia-manusia bermoral yang cerdas serta patriotik sebagai pengejawantahan iman dan takwa, tetapi juga menciptakan manusia yang mandiri dan peduli kepada kebutuhan dan problem masyarakat“.

Menurut Direktur Utama LAZISMU, M. Khoirul Muttaqin, Trensains sebagai jalan sunyi yang digagas Gus Pur merupakan realisasi filantropi yang menekankan integrasi keilmuan. Di sini nalar sains dan agama akan membuka positivisme berpikir yang selama ini kita yakini sebagai satu-satunya jalan mencari kebenaran. Padahal, Trensains akan mengajak kita untuk menyelami lautan ilmu melalui perspektif yang berbeda terutama dengan pendekatan dialogis antara agama dan sains.     

Paparan di atas tadi mengisyaratkan, pesantren sebetulnya memiliki kehidupan sosialnya sendiri yang tidak dapat dipisahkan dari aspek pemberdayaan yang berjalin-kelindan dengan spirit filantropi. Lebih dalam lagi – referensi atas desain dan kandungan Ayat-Ayat Semesta dan pemanfaatannya – menandakan adanya faktor pembeda bagi LAZISMU dalam menyuarakan gerakan filantropi yang lebih aktual dan dinamis. Filantropi dalam bingkai LAZISMU dengan segala aspek pendukungnya (program kreatif) dari sudut sosial-keagamaan sebagaimana Trensains adalah gagasan murni yang tumbuh dari bawah di lingkungan Muhammadiyah. Karena setiap insan adalah pelaku yang memaknai setiap kebaikan untuk kemajuan bersama. 

Penjelasan lebih lengkap mengenai Trensains dapat ditelusuri melalui halaman online resmi LAZISMU. LAZISMU mengajak kepada semua umat Islam di Indonesia untuk bersama-sama memberikan kontribusi melalui program ini terhadap kemajuan agama, nusa dan bangsa. Semoga cita-cita mewujudkan Islam Berkemajuan akan segera tercapai.

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?