Beragama tanpa akal ibarat berjalan tanpa kaki.
Adagium ini telah membuka perspektif bahwa beragama tidak cukup dengan ayat
atau hadis, namun bagaimana sumber-sumber otoritatif umat Islam ini dapat
dimaknai dengan akal sehingga mampu mengasah akal dan bukan menumpulkan akal.
Manusia diciptakan sebagai makhluk hidup untuk berfikir (tafakur) tentang alam dan seluruh isinya.
Perspektif tersebut sesungguhnya termanifestasi dalam
sebuah buku yang berjudul Ayat-Ayat Semesta
(2008). Penulis buku ini, Agus Purwanto seorang pakar Fisika Teoritis
lulusan Universitas Hiroshima, Jepang dengan lugas mengatakan bahwa di dalam
al-Qur’an ternyata banyak mengandung ilmu pengetahuan yang mengupas soal waktu
dan ruang, matahari, bulan, bumi, komposisi kimia dalam tubuh manusia, air, dan
lain sebagainya.
Gur Pur, sapaan akrab penulisnya, ingin berbagi
rahasia kepada kita semua bahwa Ayat-Ayat Semesta (AAS) merupakan tanda-tanda
khauniyah dalam al-Qur’an yang apabila dikaji dan ditelusuri tidak akan selesai
untuk dipahami. Lebih lanjut, melalui teropong fisikanya ia mengatakan
kedalaman dan kebenaran kitab suci ini semakin mempertegas bahwa jagad raya
yang kita huni ini penuh misteri. Dengan pemahaman yang aktual ayat-ayat khauniyah
yang relatif akan dengan mudah diuji dan dipahami di lapangan, terangnya.
Ulasan segar Gus Pur dengan AAS-nya tentu banyak
diilhami oleh tokoh-tokoh fisika terkemuka abad modern dan pascamodern serta
tokoh-tokoh sains muslim kesohor yang mengeratkan ilmu pengetahuan dan
spiritualitas Islam. Hal ini semakin membuat kita untuk meyakini bahwa
pengetahuan kekinian (modern) adalah
bukan hanya pengetahuan inderawi yang terpisah, melainkan bagian dari bangunan
pengetahuan Islam yang perlu dikaji tanpa melupakan konteks lokalnya dan
nilai-nilai ketuhanannya.
Tidak berhenti sampai di situ, Gus Pur pun menuangkan
ide-ide segarnya dalam konteks pedagogis berupa pelembagaan gagasan ke dalam
pendidikan pesantren. Menurutnya, ini merupakan pesantren alternatif di Muhammadiyah.
Konsep pesantren yang dibumikan untuk generasi muslim sadar media. Diketahui
bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang menampilkan tagline pendidikan sampai detik ini.
Untuk itu, ikhtiar pedagogis ini sejalan dengan Tanfidz Keputusan Muktamar Muhamadiyah ke-45 di Malang,
2005. Adapun butir amanat muktamar Muhammadiyah ke-45 (2005) di bidang
pendidikan, iptek dan litbang menyebutkan: ”Membangun kekuatan Muhammadiyah
dalam bidang pendidikan dan pengembangan sumber daya insani, ilmu pengetahuan
dan teknologi, dan eksplorasi aspek-aspek kehidupan yang bercirikan Islam
sehingga menjadi alternatif kemajuan dan keunggulan di tingkat nasional atau
regional”.
Sebagai wujud praksisnya, SMA Trensains PondokPesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen, dirintis di tanah seluas 2 Ha,
yang meliputi sarana penunjang seperti asrama, masjid, ruang belajar,
laboratorium sains, taman belajar, sarana olahraga, dan sarana pendukung
lainnya yang ditunjang dengan kurikulum dan sumber daya insani. Diharapkan
dengan model pesantren alternatif ini sisitem dan tata kelola pendidikan bukan
saja diarahkan pada penguasaan materi keagamaan semata akan tetapi sistem
pesantren modern yang mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi sehingga lulusan pesantren akan mampu memiliki kelebihan dibanding
dengan sistem pendidikan lainnya.
Di samping itu, perpaduan sistem pendidikan umum dan
pendidikan pesantren yang disuguhkan akan mampu melahirkan kader dan lulusan
yang memiliki kecakapan dan keahlian dengan spesifikasi sebagai ulama sains.
Untuk menuju program tersebut maka, Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah
Sragen sebagai Trensains berorientasi pada lahirnya ulama sains dengan
kemampuan keilmuan dan wawasan Islam yang memadai.
Dari aspek filantropi, Trensains merupakan terobosan alternatif. Ia merupakan filantropi
pendidikan sekaligus filantropi intelektual. Citarasa filantropi keberlanjutan
ini ke depan akan memacu spektrum isi yang luas dan berpadupadan dengan spirit
Memberi Untuk Negeri LAZISMU. Di atas kertas, Trensains merupakan dua aspek
yang menyatu antara pendidikan dan filantropi. Ibarat dua hati dengan satu
denyut jantung. Bersama satu tujuan dan impian untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut literatur tentang
pesantren, sebagaimana diulas peneliti filantropi Hilman Latief, dijelaskan
bahwa “sebenarnya pesantren bukan hanya berfungsi sebagai lembaga edukatif,
tetapi juga sebagai pilar kekuatan sosial dan ekonomi umat melalui kegiatan
pembinaan atau pendampingan sosial dan ekonomi. Dengan kata lain, pesantren
mempunyai tanggung jawab moral, sosial dan ekonomi pada masyarakat“ (Filantropi
Islam dan Aktivisme Sosial Berbasis Pesantren di Pedesaan, dalam Jurnal
Afkaruna, Vol 8 No. 1 Januari-Juni 2012).
Hilman dalam analisanya
menambahkan bahwa “pesantren yang memiliki semangat pemberdayaan merupakan
salah satu contoh konkret dari sebuah lembaga pendidikan yang tidak hanya
berkonsentrasi dalam pengembangan keilmuan Islam, tetapi juga merupakan lembaga
yang mempunyai kepedulian terhadap kondisi masyarakat. Pesantren bukan hanya
ditantang untuk mereproduksi manusia-manusia bermoral yang cerdas serta
patriotik sebagai pengejawantahan iman dan takwa, tetapi juga menciptakan
manusia yang mandiri dan peduli kepada kebutuhan dan problem masyarakat“.
Menurut Direktur Utama
LAZISMU, M. Khoirul Muttaqin, Trensains sebagai jalan sunyi yang digagas Gus
Pur merupakan realisasi filantropi yang menekankan integrasi keilmuan. Di sini
nalar sains dan agama akan membuka positivisme berpikir yang selama ini kita
yakini sebagai satu-satunya jalan mencari kebenaran. Padahal, Trensains akan
mengajak kita untuk menyelami lautan ilmu melalui perspektif yang berbeda
terutama dengan pendekatan dialogis antara agama dan sains.
Paparan di atas tadi mengisyaratkan, pesantren
sebetulnya memiliki kehidupan sosialnya sendiri yang tidak dapat dipisahkan
dari aspek pemberdayaan yang berjalin-kelindan dengan spirit filantropi. Lebih
dalam lagi – referensi atas desain dan kandungan Ayat-Ayat Semesta dan
pemanfaatannya – menandakan adanya faktor pembeda bagi LAZISMU dalam
menyuarakan gerakan filantropi yang lebih aktual dan dinamis. Filantropi dalam
bingkai LAZISMU dengan segala aspek pendukungnya (program kreatif) dari sudut sosial-keagamaan sebagaimana Trensains
adalah gagasan murni yang tumbuh dari bawah di lingkungan Muhammadiyah. Karena
setiap insan adalah pelaku yang memaknai setiap kebaikan untuk kemajuan
bersama.
Penjelasan lebih lengkap mengenai Trensains dapat
ditelusuri melalui halaman online resmi LAZISMU. LAZISMU mengajak kepada semua
umat Islam di Indonesia untuk bersama-sama memberikan kontribusi melalui
program ini terhadap kemajuan agama, nusa dan bangsa. Semoga cita-cita
mewujudkan Islam Berkemajuan akan segera tercapai.
0 comments:
Post a Comment
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?