Tiga
malam berlalu pasca-kejadian gempa dahsyat itu. Para relawan Muhammadiyah Aid
membaca situasi yang sebelumnya nol dalam pikiran mereka. Sama persis dengan
relawan-relawan yang lain. Mereka tak mengenal siapa lelaki itu, siapa wanita
paruh baya di dekat rumah yang hancur? Dan mereka juga tak mengenal gadis kecil,
dan anak-anak tak berorangtua di kota itu. Gempa yang meluluhlantakan Nepal
tidak hanya melukiskan nestapa bagi Raju, Captain Big Yan, Upendra, Farooq,
Muhammad, para sopir yang tidak kenal lelah, perawat dan dokter di Kantipur
serta orang-orang yang tidak bernama.
Nestapa
yang dialami mereka yang tak bernama membuka pesan komunikasi yang di dalamnya
ada setangkup asa dalam aktivitas relawan. Hatta,
dalam setiap bencana, hanya orang lokal tak bernama yang memberikan kontribusi penting
dalam menentukan kecepatan respon, ketepatan dalam menentukan lokasi serta
dukungan terhadap berbagai aktivitas. Mereka yang paling tahu kondisi, sistem
sosial dan politik serta bahasa dan budaya daerahnya.
Sejak
mendarat di Bandara Nepal yang senyap, pada 2 Mei 2015, saat itu waktu
menunjukkan pukul 1 dini hari. Di sana sudah terlihat bagaimana 3 Liaison Officer (LO), Upendra,
Raju, dan Captain Big Yan, yang disediakan oleh konselor kehormatan dan militer
membantu memperlancar pasokan barang bantuan. Mereka harus datang pukul 12 tengah
malam setelah malam sebelumnya juga harus menerima tim evakuasi WNI Indonesia
di Nepal. Tim I yang datang tanggal 29 Mei, serta Tim II yang datang
menggunakan pesawat charter pada 2
Mei kemarin.
Tanpa
letih ketiga orang berbagi tugas untuk menjelaskan ke otoritas bandara siapa
saja anggota tim Indonesia. Barang apa saja yang dibawa dan mengawal serta
meminta tim militer Nepal dan crew
bandara melakukan bongkar-muat barang. Hampir lima jam, kegesitan Upendra, Raju
dan Captain Bigyan menemani serta menerjemahkan pesan kepada militer Nepal, crew bandara serta militer Indonesia
yang bersama-sama melakukan bongkar-muat seberat 37 ton.
Tentu
jumlah yang tidak sedikit. Ketiga orang itu mendampingi hingga selesai proses pemilahan
barang untuk field hospital dan
barang untuk donasi serta mengawal agar barang yang lebih dari 7 truk tersebut
dapat aman sampai di gudang militer maupun warehouse
yang disediakan oleh konselor untuk tim Indonesia. Kendati tanpa tidur, mereka
masih meneruskan mencarikan transportasi untuk tim kedua yang berjumlah 33
orang, mengantar dan menjamin sampai di tujuan dengan selamat.
Medio,
2 Mei, tim kesehatan berhasil mengantongi ijin kegiatan FMT (Foreign Medical Team). Itupun setelah
diurus di MOHA mulai dari pukul 9 hingga pukul 17 sore, karena dokumen
pelengkap yang sehari sebelumnya sudah diserahkan tidak masuk ke dalam sistem
serta kelengkapan persyaratan yang belum dipenuhi. Tim kesehatan Indonesia diberikan
ijin untuk melakukan misi di rumah sakit lokal, di Kantipur Hospital.
Namun
demikian, misi dianggap belum berhasil karena tujuan utama misi adalah
mendirikan rumah sakit lapangan (field
hospital). Tak dinyana, orang lokal
tak bernama itu, melicinkan jalan keluar untuk membantu proses itu. Jaringan
NGO regional (ADRRN) yang memiliki kerja dengan orang NGO lokal di Nepal
membantu mengkontak semua network yang
dimiliki. Beberapa tempat dijajagi, tapi belum menemukan lokasi yang tepat
untuk Rumah Sakit Lapangan dengan 3 tenda sebagai tempat gawat darurat,
operasi, dan tenda post recovery.
Salah
satu tenda berukuran 6x6 meter yang dilengkapi tenda posko untuk petugas
kesehatan dan logistik obat dan alat kesehatan yang diperlukan. Tanpa ragu, Raju
mengkontak Sagar, penduduk Satungal yang 75 persen daerahnya terkena dampak
gempa bumi. Sore itu, didampingi 5 penduduk lokal melakukan pre assessment. Aktivitas dilakukan
dengan menemui penduduk, perangkat desa dan melihat lokasi yang mungkin
dijadikan tempat antuk area Rumah Sakit Lapangan. Akhirnya, lokasi ditentukan
karena memenuhi kriterita RS lapangan yang ditentukan dan penduduknya meminta
dan mendukung tim Indonesia.
Setelah
melihat ketepatan lokasi di Satungal, sesuai assessment kedua, pada 3 Mei, Raju yang lulusan master ekonomi,
dibebas-tugaskan dari bank tempat ia bekerja atas ijin bosnya. Sementara konselor
Indonesia untuk Nepal membantu tim hingga tuntas, kemahiran bahasa Nepalnya
membantu menguatkan permohonan ke MOHA untuk merubah surat perijinan agar
penunjukan Tim Kesehatan tidak hanya di Rumah Sakit Kantipur tetapi juga di
Desa Satungal.
Akhirnya,
surat perubahan perijinan yang ditulis dengan bahasa Nepal didapat. Pada 4 Mei,
tim Indonesia dapat mendirikan RS Lapangan. Sementara, versi Inggris-nya tidak
selesai dan harus ditulis esok harinya dengan melalui prosedur yang sama.
Selain
membantu mencarikan lokasi, Raju juga membantu memastikan logistik aman di warehouse. Raju berhasil menaklukan
keadaan, dan logistik siap diambil tim medis jika diperlukan. Letih masih
menyatu, mereka membantu mengkoordinir truck, petugas yang mengangkat dan
menurunkan bantuan serta mencari kontak lokasi distribusi bantuan karena
bantuan sebenarnya tidak dapat diserahkan langsung.
Sementara,
Upendra master jebolan hubungan internasional yang bekerja di konselor
kehormatan, dengan leluasa memuluskan komunikasi, dengan menelpon pihak militer
dan MOHA karena tim Indonesia yang spesifik, beranggotakan militer dan sipil,
yang di Republik Nepal susah diterima karena militer memiliki prosedur tersendiri.
Beruntung Captain Big Yan, membantu kami bolak-balik ke MMNC - Posko Militer
untuk menemani kami menjelaskan komposisi tim, logistik dan personil yang kita miliki.
Jumlah
tim Indonesia yang besar membuat mobilisasi personil tidak mudah dan
membutuhkan transportasi yang tidak sedikit. Kebutuhan transportasi ini dapat,
melalui bantuan Farooq untuk mencarikan sarana angkutan selama misi Indonesia
berlangsung. Brother Farooq adalah teman di madrasah kenalan salah satu anggota
MDMC (Muhammadiyah Disaster Management
Center) Indonesia yang menjadi pengurus masjid di Kathmandu. Dia juga salah
satu yang terdampak gempa bumi. Dia bahkan merekomendasikan keponakannya,
Muhammad, lulusan keperawatan, yang kebetulan belum bekerja formal, untuk
membantu menjadi LO tim Indonesia, khususnya transportasi.
Muhammad
setiap hari mendampingi 4 mobil. Dia dengan sigap, siap ditelpon dan menjadi
penghubung dengan sopir yang hampir semuanya hanya berbicara bahasa lokal.
Muhammad pula yang mengantar ke warung halal dan menikmati kuliner Nepal yang
beraroma khas di Asia Selatan. Dari pertemuan ini, Muhammad membantu memesankan
“catering” paket makanan halal untuk
seluruh anggota Tim yang setiap hari membutuhkan asupan gizi serta dengan lauk
kari ayamnya. Sementara itu, para sopir dengan setia berkomunikasi ramah untuk membantu
bolak-balik, serta siap sedia kapan pun dibutuhkan.
Orang-orang
yang tidak masuk anggota tim Indonesia serta mereka yang tidak bernama, namun
bersama tim Indonesia bekerja atas nama kemanusiaan untuk Nepal -- Dharai-Dharai Dhanyabaad – Terimakasih
banyak. (mdmc/na)
0 comments:
Post a Comment
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?