November 3, 2014

Menjangkau Personal Branding di Poltangan

Ketika studi budaya menjadi pisau analisis dalam wacana kaum muda ada konteks tanggung jawab bahwa telaah komitmen terhadap isu-isu kekinian akan melahirkan kesadaran kritis-dialogis bersamaan dengan reartikulasi konseptual yang berlaku terhadap sesuatu yang dipersepsikan. Bagi Henry Giroux, dalam studi budayanya kaum muda (youth) baik sebagai individu-kelompok berada dalam zona yang senantiasa tidak nyaman saat demokrasi modern dan globalisasi nampilkan kenyataan sebaliknya (disposable futures).

Giroux memaknai kaum muda pada dasarnya ingin memberikan ruang lain bahwa dalam konteks pedagogis keberadaannya akan semakin diperhitungkan dengan kekuatannya. Bila ini pesan yang ingin disampaikan, tentu mempunyai titik temu dengan pedagogi antisipatorisnya Mochtar Buchori untuk memuliakan kehidupan agar lebih bermakna di masa yang akan datang.    

Sejalan dengan itu, panggung aktualisasi adalah ruang kreasi yang diperlukan untuk menjawab resah bagaimana gagasan dapat dicerap dengan perangkat pengetahuan dan pengalaman. Selain itu, bagaimana merealisasikan gagasan tersebut melalui setiap individu agar dapat terbuka pintu akselerasi yang menghembuskan kompetensi pribadi dan sosial kaum muda.

Seiring dengan perkembangan bisnis dan dunia digital, dalam suatu diskusi kecil di Poltangan, Jakarta Selatan (29/10/2014), diketahui bahwa diluar sana telah lahir banyak komunitas dan tren-tren baru gerakan sosio-kultural kaum muda. Bak jamur tumbuh di musim hujan, komunitas-komunitas itu misalnya, TDA, IIBF ( Indonesia Islamic Business Forum), ODOJ, Hijabers, Sedekah Rombongan, Akademi Berbagi, Indonesia Berkebun, dan sebagainya yang terhimpun baik secara profesional maupun hobi.

Semua itu tidak lain model kepemimpinan (leadership) yang dibalut kecakapan CEO (Chief Executive Officer) yang telah memberikan inspirasi kepada setiap orang. Komunikasi dan branding memacu laju gerakan sosial kaum muda untuk berprestasi di bidangnya masing-masing. Malam itu, waktu menunjukkan pukul 21.35 wib, seorang kawan yang berkecimpung di dunia komunikasi dan marketing belum tiba di lokasi. Udara malam masih mengabarkan dingin secangkir kopi hangat menemani, tak lama berselang kawan yang dinanti datang melengkapi kami berdiksusi menjadi dua belas orang.

Sambil membuka fokus utama yang dibicarakan, Khoirul Muttaqin mengatakan ‘’sampai saat ini banyak orang sukses yang kemudian gagal, mereka lalu bangkit kembali menjawab resah dengan totalitas.’’ Jika kita eksplorasi lebih jauh realitas sosial terus berubah apalagi globalisasi dan pasar ASEAN semakin mendekati, lantas kita akan ke mana,  bebernya. Diluar ada banyak kesempatan yag perlu digali dan didalami, namun seperti apa tegas Khoirul.

Seraya menyesap kopi kentalnya, Joko Intarto menanggapi bahwa perkembangan ilmu komunikasi telah merubah peta, terutama peta tentang suatu hal yang bermula dari suatu gagasan. “Mereka-mereka yang aktif dalam pusaran komunikasi praktis ini pandai mencari perbedaan,’’ paparnya, Lantas mencari paduannya dan berani menampilkan hal lain yang dikemas dengan nuansa berbeda, tambahnya.

Di samping itu, kita malu untuk memulai dan mencoba. Untuk itu, mulailah suatu wadah berbagi dan berkomunikasi, tujuannya mengembangkan talenta, jelas Joko. Terkait komunikasi dan personal branding, Joko mengatakan ada lima unsur yang perlu diketahui yaitu nama, aktualisasi, karakter, tampilan, dan media yang digunakan. Bila lima unsur ini belum terpenuhi sulit untuk berkembang dan hanya dikenal biasa saja. Karena itu, personal branding adalah keniscayaan agar mudah diidentifikasi. Tanpa itu siapa dikenal sebagai apa dan sulit dapat peluang, paparnya.

Menurut Nanang Q el-Ghazal, pasang surutnya suatu personal branding ditentukan oleh seberapa jauh kemampuan leadership itu sendiri memengaruhinya. Di sebuah komunitas tertentu yang harus bergerak cepat dalam suatu kompetisi, maka suara-suara internal harus kuat dan tangguh untuk berjalan cepat. Dengan demikian, leadership sangat dibutuhkan untuk membentuk komunitas yang tangguh.

Kendati demikian, seperti diketahui, dalam komunitas sendiri terdapat berbagai tipe orang  dan latar belakang yang memiliki interes berbeda. Jika tidak dikelola dengan baik, personal branding bagi para pegiat komunitas itu upaya mencapai tujuan bersama akan menjadi beban tersendiri. Selain itu, fungsi pemberdayaan harus dapat mengoptimalkan keahlian dan potensi masing-masing anggota.

Hal lain yang membuat personal branding tertarik untuk dibicarakan adalah terkait latar pendidikan seseorang. Seperti Gus Wid misalnya, selama ini ia dalam beraktivitas masih gamang apakah personal branding itu harus linier dengan pendidikan yang ditempuhnya. Dalam posisi diri pun, kita akan selalu mendapat informasi dan tantangan baru yang bertalian dengan usia pengalaman yang terus bertambah.

Lalu bagaimana dengan kegagalan yang pernah dialami setiap orang. Tatang Misalnya ia pernah jatuh bangun dalam berwirausaha, ia menyadari kecakapan untuk berkreasi dengan membuka usaha tidak dibarengi dengan kompetensi sehingga upaya personal brandingnya dalam lingkupnya tidak tumbuh. Hal senada disampaikan Firdaus, keterpurukannya dalam membuka usaha saat itu, telah menyadarkannya bahwa ada sesuatu yang salah. Pengalaman mendeteksi potensi diri tidak sejalan dengan realitas yang dijalaninya.

Di sisi lain, Mashuri menilai bahwa kegagalan yang dialaminya karena tidak fokus. Padahal konsistensi merupakan ihwal yang penting untuk mendongkrak personal branding terutama yang memiliki bakat wirausaha. Hal senada dikatakan Adi Rosadi bahwa untuk lari dari zona nyaman mencari identitas melalui personal branding penting, itu tervisualisasi saat dirinya menggemari dunia design grafis. Diketahui bahwa dunia design grafis adalah suatu aktivitas yang sangat terkait dengan personal branding yang memerlukan kerja cerdas (work smart) untuk menghasilkan seni grafis yang kreatif. Aan menambahkan ajang berkomunikasi sebetulnya dapat menimbulkan ide atau pemikiran baru mengenai personal branding, wirausaha dan komunikasi marketing.   
 
Dalam kesempatan yang sama, menurut Author personal branding juga tidak lepas dari unsur lain yang berkaitan dengan upaya melipatgandakan gerak potensi setiap orang. Untuk itu, personal branding ada dalam konsep potensi dan aktualisasi. Setiap orang tanpa disadari memiliki potensi untuk personal branding, karena belum teraktualisasikan maka belum terlihat. Karena personal branding juga dipengaruhi oleh kuantitas, kualitas, posisi dan tempat yang terus ada dalam individu yang bergerak. 
 
Dari diskusi kecil tersebut, setidaknya ada tiga hal yang perlu dilakukan yaitu membuka wadah berbagi yang terbuka, wadah itu berpijak pada prinsip customer oriented, wadah atau komunitas itu niscaya mampu bergerak elastis sehingga mampu menampung minat setiap orang dari berbagai latar belakang sebagai upaya menggali potensi diri dengan personal branding.   

 


0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?