April 5, 2016

Zakat Dahulu, Sedekah Kemudian



Ada yang menarik dalam diskusi filantropi di Bandung, yang diikuti Badan Pengawas, Dewan Syariah, Badan Pengurus dan Eksekutif Lazismu pada pertengahan Februari kemarin. Pernyataan menarik itu datang dari Akhyar Adnan, Badan Pengawas Lazismu. Menurutnya, berkenaan dengan zakat dan sedekah, mana yang harus didahulukan? Akhyar Adnan menjelaskan bahwa zakat bagi seorang muslim mesti didahulukan, setelah itu yang sunah yaitu sedekah.

Mengapa demikian? Zakat selain perintah agama juga sebagai rezeki yang tidak akan pernah habis. Berzakat adalah ungkapan syukur yang harus dilaksanakan secara terus menerus. “Adalah tidak seimbang jika Tuhan memberikan manusia nikmat dan rahmat berupa nafas, jantung berdetak, kesehatan dan lain sebagainya. Sementara manusia mengkufuri nikmat-Nya, karena itu pendekatan hati (spiritual) senantiasa berada di dalamnya dengan rasa syukur”, jelasnya.

Meski demikian, zakat sejatinya mampu membaca semangat jaman dengan segudang persoalan kehidupan manusia sehari-hari yang perlu disentuh dengan pendekatan hati. Zakat bersifat dinamis ia ada dalam lingkaran kemiskinan, ketimpangan sosial dan struktur sosial yang terus mengalami perubahan.

Dalam pandangan Zakiyuddin Baidhawi, Dewan Syariah Lazismu, ketidakadilan akan selalu ada dalam kehidupan manusia. Selama dalam struktur sosial yang terus berubah kemiskinan dan pemiskinan sebagai dampak globalisasi telah hadir dan merusak tatanan kehidupan. Maka, Lazismu sebagai agen perubahan dalam visi filantropinya terutama di aras gerakan sosial dan pemberdayaan berusaha untuk melantai dan menghidupkan wahyu transformatif.

Wahyu tranformatif tersebut adalah solusi untuk menjawab dilema umat. Untuk itu, pendekatan etis yang utama, menurut Zakiyuddin adalah komitmen filantropi baik secara kelembagaan maupun personal sehingga profesionalisme yang berada di dalamnya mampu diwujudkan dengan kompetensi yang layak ketika melakukan pembacaan sosial dalam aktivasi filantropi.

Di samping itu, pandangan serupa disampaikan Dewan Syariah Lazismu, Dadang Syarifuddin, tentang pentingnya perubahan mindset zakat dan sedekah. Selain harus memenuhi syarat muamalat, zakat idealnya dapat mengangkat martabat mustahik. Dalam pada itu juga memberikan benefit kepada muzaki dengan mempertimbangkan etika dan aturan mainnya di mana persoalan itu diskursif yang sejalan dengan dinamika pemahaman muamalat dalam Islam.

Penataan konsep program juga perlu ditelisik, seperti disampaikan Barry Adhitya, Wakil Ketua Badan Pengurus Lazismu, terkait aksi pelayanan. Baginya memotret Lazismu tidak bisa dengan cara pandang parsial. Dibutuhkan cara pandang yang integratif, artinya bukan perkara menghabiskan hasil penghimpunan melainkan memperkuat sistem jangkauan berskala lokal yang tepat sasaran.

Program kerja ke depan sejatinya mampu mendorong wilayah dan daerah untuk menganalisa kondisi penerima zakat (mustahik). “Apa dan bagaimana kondisinya sehingga kecerdasan mengadvokasi sejalan dengan kebijakan”, papar Adhitya. Sejurus dengan konteks ini, kapasitas SDM bertalian dengan gagasan, keberanian, monitoring serta kecakapan komunikasi yang melahirkan manusia pembelajar dan ujungnya dapat meningkatkan perolehan donasi.   

Agar lebih menancap di benak kita (dzihny/mindset) filantropi sebagai hikmah praktis dan etis memiliki kepekaan (sense of crisis). Sesuatu yang ada di sekitar manusia adalah persoalan dan objek persepsi indera. Begitupun jejaring dan entitas Muhammadiyah yang luas merupakan sumber informasi yang berharga.

Budaya inovasi tidak datang dengan sendirinya. Ia datang dari segenap persoalan yang dihadapi dan berani menampilkan solusi sesuai dengan kebutuhan para pemangku kepentingan. Pada aspek ini bagaimana agar tidak berhenti mencari jalan keluar adalah keputusan yang berimbang untuk mengakomodasi gagasan-gagasan inovatif dari berbagai pihak.      

Gagasan dan praktik filantropi telah berlabuh di Muhammadiyah sejak awal sampai saat ini. Satu abad lamanya Muhammadiyah merentas spirit filantropi yang dikagumi banyak pihak. Salah satu tugas utamanya adalah mendahulukan zakat lalu sedekah. Kiat suksesnya adalah tafsir sosial al-Maun yang dilakukan adalah penting karena hal tersebut berpengaruh pada paradigma Islam dan perubahan serta gerakan sosial. 

Upaya menggelorakan filantropi umat itu turut menjadi perhatian serius Ketua Badan pengurus Lazismu, Hilman Latief. Dalam kesempatan itu, Hilman Latief mengatakan, selain persoalan profesionalisme, akuntabilitas kelembagaan, dan pembacaan sosial yang bersifat dinamis, hal lain yang perlu diperhatikan adalah soal tata kelola.

Lembaga Amil Zakat (LAZ) nasional, menurut Hilman, saat ini dihadapkan pada tantangan yang lebih rumit. Hal itu terkait dengan perkembangan regulasi perzakatan di Indonesia. Pasca revisi terhadap  UU No 38 Tahun 1999, dan lahirnya UU No 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat,  pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama telah mengeluarkan beberapa butir kebijakan yang mengatur keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) maupun lembaga amil zakat (LAZ).

Hilman merekomendasikan peran Lazismu dan jejaring seutuhnya dengan catatan mereposisi secara kelembagaan. Dengan dukungan jejaring yang ada diseluruh Indonesia, kurang lebihnya 157 jejaring, maka reposisi yang mendesak itu meliputi kelembagaan, standarisasi, dan relasi Lazismu di internal Muhammadiyah maupun eksternal Muhammadiyah.

Salah satu inisiatif yang diturunkan dalam agenda itu adalah memperkuat jaringan komunikasi media dalam jejaring Muhammadiyah yang diperkuat dengan sistem informasi manajemen Lazismu. Secara teknis tentu perlu kerja ekstra, bisa dalam konteks ranting yang dikoordinir oleh pimpinan cabang atau koordinator yang ada di tingkat daerah.

Agenda di atas adalah pekerjaan rumah bagi Lazismu dan jejaring yang ada di dalamnya. Dan itulah yang kemudian perlu mendapat dukungan penuh dari entitas Muhammadiyah. Tanpa dukungan itu menanti Islam berkemajuan yang bersinar di bumi pertiwi akan sulit terwujud melalui gerakan filantropi al-Maun.  

Sumber: Tulisan ini dimuat pada Majalah SuaraMuhammadiyah, Edisi 16-31 Maret 2016
 


0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?