Ada
yang menarik dalam diskusi filantropi di Bandung, yang diikuti Badan Pengawas,
Dewan Syariah, Badan Pengurus dan Eksekutif Lazismu pada pertengahan Februari
kemarin. Pernyataan menarik itu datang dari Akhyar Adnan, Badan Pengawas
Lazismu. Menurutnya, berkenaan dengan zakat dan sedekah, mana yang harus
didahulukan? Akhyar Adnan menjelaskan bahwa zakat bagi seorang muslim mesti
didahulukan, setelah itu yang sunah yaitu sedekah.
Mengapa
demikian? Zakat selain perintah agama juga sebagai rezeki yang tidak akan
pernah habis. Berzakat adalah ungkapan syukur yang harus dilaksanakan secara
terus menerus. “Adalah tidak seimbang jika Tuhan memberikan manusia nikmat dan
rahmat berupa nafas, jantung berdetak, kesehatan dan lain sebagainya. Sementara
manusia mengkufuri nikmat-Nya, karena itu pendekatan hati (spiritual) senantiasa berada di dalamnya dengan rasa syukur”,
jelasnya.
Meski
demikian, zakat sejatinya mampu membaca semangat jaman dengan segudang
persoalan kehidupan manusia sehari-hari yang perlu disentuh dengan pendekatan
hati. Zakat bersifat dinamis ia ada dalam lingkaran kemiskinan, ketimpangan
sosial dan struktur sosial yang terus mengalami perubahan.
Dalam
pandangan Zakiyuddin Baidhawi, Dewan Syariah Lazismu, ketidakadilan akan selalu
ada dalam kehidupan manusia. Selama dalam struktur sosial yang terus berubah
kemiskinan dan pemiskinan sebagai dampak globalisasi telah hadir dan merusak
tatanan kehidupan. Maka, Lazismu sebagai agen perubahan dalam visi
filantropinya terutama di aras gerakan sosial dan pemberdayaan berusaha untuk
melantai dan menghidupkan wahyu transformatif.
Wahyu
tranformatif tersebut adalah solusi untuk menjawab dilema umat. Untuk itu,
pendekatan etis yang utama, menurut Zakiyuddin adalah komitmen filantropi baik
secara kelembagaan maupun personal sehingga profesionalisme yang berada di
dalamnya mampu diwujudkan dengan kompetensi yang layak ketika melakukan
pembacaan sosial dalam aktivasi filantropi.
Di
samping itu, pandangan serupa disampaikan Dewan Syariah Lazismu, Dadang
Syarifuddin, tentang pentingnya perubahan
mindset zakat dan sedekah. Selain harus memenuhi syarat muamalat, zakat
idealnya dapat mengangkat martabat mustahik. Dalam pada itu juga memberikan
benefit kepada muzaki dengan mempertimbangkan etika dan aturan mainnya di mana
persoalan itu diskursif yang sejalan dengan dinamika pemahaman muamalat dalam
Islam.
Penataan
konsep program juga perlu ditelisik, seperti disampaikan Barry Adhitya, Wakil
Ketua Badan Pengurus Lazismu, terkait aksi pelayanan. Baginya memotret Lazismu
tidak bisa dengan cara pandang parsial. Dibutuhkan cara pandang yang
integratif, artinya bukan perkara menghabiskan hasil penghimpunan melainkan
memperkuat sistem jangkauan berskala lokal yang tepat sasaran.
Program
kerja ke depan sejatinya mampu mendorong wilayah dan daerah untuk menganalisa
kondisi penerima zakat (mustahik).
“Apa dan bagaimana kondisinya sehingga kecerdasan mengadvokasi sejalan dengan
kebijakan”, papar Adhitya. Sejurus dengan konteks ini, kapasitas SDM bertalian
dengan gagasan, keberanian, monitoring serta kecakapan komunikasi yang
melahirkan manusia pembelajar dan ujungnya dapat meningkatkan perolehan
donasi.
Agar
lebih menancap di benak kita (dzihny/mindset)
filantropi sebagai hikmah praktis dan etis memiliki kepekaan (sense of crisis). Sesuatu yang ada di
sekitar manusia adalah persoalan dan objek persepsi indera. Begitupun jejaring
dan entitas Muhammadiyah yang luas merupakan sumber informasi yang berharga.
Budaya
inovasi tidak datang dengan sendirinya. Ia datang dari segenap persoalan yang
dihadapi dan berani menampilkan solusi sesuai dengan kebutuhan para pemangku
kepentingan. Pada aspek ini bagaimana agar tidak berhenti mencari jalan keluar
adalah keputusan yang berimbang untuk mengakomodasi gagasan-gagasan inovatif
dari berbagai pihak.
Gagasan
dan praktik filantropi telah berlabuh di Muhammadiyah sejak awal sampai saat
ini. Satu abad lamanya Muhammadiyah merentas spirit filantropi yang dikagumi
banyak pihak. Salah satu tugas utamanya adalah mendahulukan zakat lalu sedekah.
Kiat suksesnya adalah tafsir sosial al-Maun yang dilakukan adalah penting
karena hal tersebut berpengaruh pada paradigma Islam dan perubahan serta
gerakan sosial.
Upaya
menggelorakan filantropi umat itu turut menjadi perhatian serius Ketua Badan
pengurus Lazismu, Hilman Latief. Dalam kesempatan itu, Hilman Latief
mengatakan, selain persoalan profesionalisme, akuntabilitas kelembagaan, dan
pembacaan sosial yang bersifat dinamis, hal lain yang perlu diperhatikan adalah
soal tata kelola.
Lembaga
Amil Zakat (LAZ) nasional, menurut Hilman, saat ini dihadapkan pada tantangan
yang lebih rumit. Hal itu terkait dengan perkembangan regulasi perzakatan di
Indonesia. Pasca revisi terhadap UU No 38 Tahun 1999, dan lahirnya UU No
23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, pemerintah Indonesia melalui
Kementerian Agama telah mengeluarkan beberapa butir kebijakan yang mengatur
keberadaan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) maupun lembaga amil zakat (LAZ).
Hilman
merekomendasikan peran Lazismu dan jejaring seutuhnya dengan catatan mereposisi
secara kelembagaan. Dengan dukungan jejaring yang ada diseluruh Indonesia,
kurang lebihnya 157 jejaring, maka reposisi yang mendesak itu meliputi
kelembagaan, standarisasi, dan relasi Lazismu di internal Muhammadiyah maupun
eksternal Muhammadiyah.
Salah
satu inisiatif yang diturunkan dalam agenda itu adalah memperkuat jaringan
komunikasi media dalam jejaring Muhammadiyah yang diperkuat dengan sistem
informasi manajemen Lazismu. Secara teknis tentu perlu kerja ekstra, bisa dalam
konteks ranting yang dikoordinir oleh pimpinan cabang atau koordinator yang ada
di tingkat daerah.
Agenda
di atas adalah pekerjaan rumah bagi Lazismu dan jejaring yang ada di dalamnya.
Dan itulah yang kemudian perlu mendapat dukungan penuh dari entitas
Muhammadiyah. Tanpa dukungan itu menanti Islam berkemajuan yang bersinar di
bumi pertiwi akan sulit terwujud melalui gerakan filantropi al-Maun.
Sumber: Tulisan ini dimuat pada Majalah SuaraMuhammadiyah, Edisi 16-31 Maret 2016
0 comments:
Post a Comment
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?