June 23, 2011

Manifestasi Takut dan Taat

Oleh: Nazhori Author



Aktivitas manusia ternyata diwarnai rasa takut dalam gejala-gejala kejiwaan. Gambarannya ada dalam emosi. Karena, Tuhan menciptakan manusia berikut hewan dengan emosi yang bisa membantu kedua jenis makhluk itu memelihara kehidupan dan kelestariannya. Ini menunjukkan karakter positif manusia untuk mengendalikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam berbagai peristiwa kehidupan.

Muhammad Usman Najati dalam al-Qur’an dan Psikologi (2001) menyebut perasaan takut sebagai upaya mendorong kita menghindari bahaya yang mengancam kehidupan kita. Takut merupakan salah satu emosi penting dalam kehidupan manusia, karena dapat mendorong seseorang untuk meningkatkan keimanan sehingga tumbuh motivasi pada kepribadian manusia.

Dalam kaitan dengan rasa takut ada fenomena menarik terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari yaitu munculnya semacam komunitas yang bernama isteri-isteri taat suami. Taat di sini mengkonsepsikan perasaan takut jika tidak taat. Terlepas dari persoalan pro dan kontra, peristiwa ini telah menampilkan suatu konsepsi bahwa ada atau tidak adanya komunitas itu dalam benak kita ada isteri-isteri yang tidak taat pada suami.

Oleh karena itu, karena komunitas ini ada maka soal ini bisa dibicarakan. Dan terbuka peluang untuk mencari hubungan kausalitas yang berlaku pada komunitas tersebut. Dan komunitas ini akan berulang dalam bentuk lain misalnya suami-suami taat isteri atau anak-anak taat orangtua. Maka ia akan muncul dalam beragam bentuk menjadi komunitas-komunitas taat yang lain.

Dengan kata lain terdapat hubungan yang erat antara dorongan taat dengan dorongan rasa takut yang dibarengi dengan satu suasana emosional. Dalam konteks keluarga taat mengandung sikap antisapatif akan rasa takut yang membuat ketidaktaatan. Misalnya hubungan tidak harmonis dalam keluarga karena hubungan saling taat tidak berjalan dengan sehat.

Takut dan Taat
Dalam al-Qur’an terdapat penjelasan yang kaya tentang berbagai emosi yang dirasakan manusia, seperti rasa cinta, marah, gembira, benci, cemburu, menyesal, malu dan sebagainya. Takut sebagai salah satu rasa emosi merupakan suatu keadaan gelisah yang dapat menyelimuti semua individu yang ditandai dengan kondisi tidak menyenangkan.

Maka emosi takut mendorong manusia untuk lari dari bahaya. Mungkin saja gagasan komunitas isteri-isteri taat suami dibentuk untuk menghindari ketakutan munculnya gejala isteri-isteri membangkang suami. Sedangkan, larinya para koruptor ke luar negeri untuk menjauhkan diri dari rasa takut akan keputusan hukum. Atau ketaatan Ibu Siami atas kejujuran karena takut akan bahaya sikap bohong bersemayam dalam jiwa anaknya yang mengikuti ujian nasional.

Perasaan takut sebagai fitrah manusia akan selalu hadir dalam setiap aktivitas manusia. Rasa takut adalah ujian bagi manusia agar menggerakan segenap potensinya mengatasi konflik dan melewati ujian yang sulit. Sehingga membutuhkan ketaatan memperkuat fisik, mental dan spiritual agar tidak merasa takut terhadap hal-hal yang biasanya membangkitkan perasaan takut pada manusia seperti mati dan menjadi miskin (Usman Najati, 2001).

Di samping itu, rasa takut dan taat juga menggambarkan profil motivasi manusia. Artinya, motivasi ini termanifestasi dalam kebutuhan hidup manusia dalam aspek pedagogis dan psikologis. Lebih tegasnya, rasa takut dan taat berorientasi menjaga dan mempertahankan kebutuhan manusia akan sukses, afiliasi dan kekuasaan.

Motivasi untuk sukses menggambarkan bahwa manusia dalam hidupnya selalu ingin berbuat secara lebih baik. Manusia berusaha taat memperbaiki situasi dan siap mengambil risiko serta tidak takut tantangan. Pada aras ini, manusia membutuhkan interaksi untuk berkomunikasi membangun kerjasama. Walaupun pada akhirnya kerjasama ini akan mewujudkan kekuatan dan kekuasaan.

Oleh sebab itu, kekuatan yang melahirkan kekuasaan secara bersamaan menawarkan kepemimpinan. Kepemimpinan manusia yang memiliki beragam karakter dalam usaha memperoleh penghargaan sosial. Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan itu menurut Maslow mencakup batasan kekeluargaan, keakraban dan keanggotan suatu kelompok.

Bagaimanapun, motivasi di atas diperlukan manusia untuk membendung rasa takut berupa tekanan-tekakan psikologis yang berhubungan dengan rasa aman, harmonis, perlindungan serta menghindari bahaya pada umumnya. Tujuannya menjaga keseimbangan antara aspek material dan spiritual agar menuju kesempurnaan.

Keterikatan Jiwa dan Raga
Pada dasarnya rasa takut merupakan gejala jiwa yang bertalian dengan fisik manusia. Namun, paham dualisme meletakan dinding pemisah antara tubuh dan jiwa. Seperti diungkapkan Descartes bahwa ruh dan tubuh mempunyai substansi yang berbeda-beda (Muthahhari, 2002). Jelas bahwa Islam menolak dualisme ini yang cenderung dikotomis.

Justeru antara jiwa dan badan bertalian dalam keharusan. Sebab tidak mungkin ada raga tanpa jiwa. Menurut Fazlur Rahman (2000) dalam Filsafat Shadra tentang hakikat jiwa berpendapat bahwa jiwa pada mula penciptaannya jasmaniah, tetapi spiritual dalam hidupnya. Jiwa manusia bebas dari materi dan karenanya dapat mengada secara mandiri dari badan.

Jelas bahwa jika rasa takut menghantui manusia secara mendalam jiwa manusia akan terancam dan secara fisik manusia juga akan terancam. Dengan demikian Islam berbicara tentang akal dan perasaan manusia untuk mendorong manusia agar membersihkan jiwa mereka dengan berbagai praktek edukasi (ketataan) yang menekankan aspek spiritual guna mewujudkan jati dirinya.
Wallohu 'alam

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?