December 22, 2011

Cinta Ibu Tidak Bersyarat



Berbakti kepada orang tua dapat dianggap sebagai bagian dari tema penting bangunan pendidikan islam. Bentuknya bisa dalam sebuah peta spiritual dan peta pedagogis. Di dalamnya ada pesan kuat yang disampaikan islam bahwa berbakti kepada orang tua merupakan kekhasan nilai islam yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan sang khalik yang beranjak dari nilai-nilai tauhid.

Ada dua alasan yang mendasari pesan pedagogis itu. Pertama, dari status orang tua yang digambarkan islam begitu kokoh dalam keluarga. Sehingga Islam menganjurkan berbakti kepada orang tua (birrul walidaini) sebagai bentuk memuliakan dan menghormati keduanya. Kedua, dari status anak yang diuraikan Islam menempatkan anak sebagai subjek pendidikan yang akan meneruskan kehidupan. Oleh karena itu, islam memposisikan anak yang lahir sudah siap dengan fitrah yang memiliki potensi untuk belajar menerima pendidikan.

Di samping subjek bahasan mengenai orang tua yang luas, tema khusus lain yang disuguhkan dalam pendidikan islam ialah soal ibu. Ibu sosok wanita yang banyak dilukiskan dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Selain berperan sebagai motivator bagi ayah, ibu dikenal sebagai pendidik. Ibu adalah wanita yang diibaratkan sekolah, jika kalian mendidik seorang anak dengan baik berarti kalian sedang mempersiapkan sebuah bangsa dengan baik. Para ahlul hikmah juga mengatakan bahwa wanita adalah tiang negara. Apabila kaum wanita yang ada itu baik, maka baiklah negara itu. Dan apabila kaum wanita yang ada rusak maka rusaklah negara.

Lantas bagaimana dengan cinta ibu. Cinta ibu amat penuh makna. Cinta ibu termanifestasi dalam bahasa kasih sayang. Tanpa mengabaikan kesertaan ayah, ibu turut membangun rumah tangga yang sejahtera dalam lingkup lembaga sosial yaitu keluaga yang dilandasi cinta. Atas dasar itu, cinta kasih yang diberikan ibu pada anak akan mendasari bagaimana sikap anak terhadap orang lain.

Mengikat Keluarga dengan Cinta
Dalam pepatah hikmah disebutkan bahwa al-Ummu Madrasah, seorang ibu merupakan sekolah pertama setiap anak. Ibulah orang pertama yang mengajarkan hal ihwal kehidupan kepada anak. Sejak dalam kandungan cinta dan perhatiannya begitu besar. Di saat melahirkan pelukan hangat ibu mengisyarakat kepekaan hati manusia yang penuh makna.

Cinta ibu menggambarkan kebutuhan seseorang yang meliputi kebutuhan fisik, psikis, sosial dan spiritual. Oleh karena itu pendidikan islam menekankan maqasid syar'iyah yang menjadi pertimbangan sebagai landasan dalam menetapkan hukum. Nasihat Luqman dalam al-Qur’an dapat dijadikan salah satu konsep dasar maqasid syari’ah secara pedagogis. Hal ini sejalan dengan konsep pendidikan islam yang digariskan Abdullah Nasih Ulwan tentang mengikat pendidikan dengan iman.

Relasi antara cinta ibu dan prinsip maqasid syar'iyah melahirkan aktualisasi kasih sayang yang dilandasi keteladanan, adat kebiasaan, pengawasan/memberikan perhatian, sanksi dan nasihat (hikmah). Keempat, kaidah itu termanifestasi dalam cinta ibu terhadap anak dengan ikhtiarnya untuk mendidik secara ikhlas, sebagai wujud takwa kepada Allah ketika membekali ilmu pengetahuan yang dihiasi sikap santun dan pemaaf serta bertanggung jawab.

Untuk itu, dibutuhkan cara pandang yang holistik bahwa ibu bukan sekadar perempuan secara khuduri. Apalagi di zaman modern ini peran perempuan yang diwakili sosok ibu mendapat tantangan yang amat berat dan kompleks. Situasi ini dilukiskan Patricia Aburdene dan John Naisbitt, dua futurolog terkenal, menulis buku berjudul Megatrends for Women, di mana dalam buku itu keduanya mengulas fenomena bangkitnya keluarga sebagai salah satu tren yang bakal terjadi di masa depan.

Tantangan terberat adalah ketika meyakini bahwa ikatan antara ibu dan anak yang tidak memberikan rasa aman, tidak adanya cinta dan kasih sayang orang tua dalam pengasuhan anak, atau kehilangan salah satu orang tua di masa kanak-kanak, akan menciptakan set kognitif yang negatif (John W. Santrock, 2003). Kondisi kognitif yang seperti ini menurut Santrock ketika bertemu dengan pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan kehilangan (kasih sayang, teman, guru, dsb), maka kehilangan tersebut akan menjadi pemicu yang dengan segera menimbulkan depresi. Contoh sederhananya adalah ketika alasan ekonomi dijadikan alat oleh orang tua untuk melakukan tindakan perlakuan salah terhadap anak (child abuse).

Pada sisi lain, cinta ibu membangkitkan upaya untuk melipatgandakan kecerdasan kepada buah hatinya. Hal terpenting untuk diketahui mengenai fitrah manusia adalah terbuka untuk segala kemungkinan. Dalam banyak hal, bagi manusia tidak ada kodrat-kodrat yang tidak dapat diubah, dan karenanya kita hampir bisa menjadi apapun yaitu menjadi paling sempurna atau buruk sebagai manusia (Oliver Leaman, 1999).

Dalam kaitan ini, cinta ibu berperan menjembatani manusia dalam ruang kehidupan di dunia dan akhirat. Kekuatan dan pengorbanan ibu berusaha mengikat keluarga dengan cinta. Cinta ibu tidak bersyarat laksana cinta mistikal sufi. Karena teramat dalam cintanya ia rela memberikan pengorbanannya kepada keluarga tercinta. Seorang ibu tak memikirkan balas budi apakah kelak anaknya membalas jerih payahnya atau tidak.

Memuliakan Ibu
Hari ibu yang jatuh setiap tanggal 22 Desember memiliki arti penting bahwa ibu harus dihormati dan diposisikan ke tempat yang mulia. Islam mengajarkan hal yang paripurna misalnya dalam hadits nabi yang mengatakan sorga berada di bawah telapak kaki ibu. Pertanyaannya, sejauh mana posisi penting ibu terkait dengan potet wanita saat ini.

Menurut data Koalisi Perempuan menunjukkan bahwa saat ini angka kematian untuk ibu dan bayi masih belum mencapai target Millenium Development Goals (MDGs). Diketahui ada 5 provinsi yang menyumbang kematian ibu dan bayi terbanyak di Indonesia. Padahal Target dari MDGs tahun 2015 untuk angka kematian bayi harus mencapai 23/1.000 kelahiran hidup sedangkan untuk angka kematian ibu harus mencapai angka 102/100.000 kelahiran hidup.

Diketahui 5 Provinsi menyumbang hampir 50 persen dari total angka kematian ibu dan bayi, karena provinsi ini memiliki jumlah penduduk yang besar. Untuk angka kematian bayi provinsi yang paling banyak menyumbang adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Banten. Sedangkan untuk penyumbang angka kematian ibu yang paling banyak adalah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan NTT.

Secara statistik memperlihatkan bahwa upaya untuk perbaikan kualitas perempuan bangsa ini menemui dilema. Situasi ini berdampak pada kegagalan para orang tua dan pemerintah dalam memahami ibu sebagai wanita tanpa “menafikan peran ayah” menyelamatkan kualitas kecerdasan dan karakter anak di usia emas. Sehingga ikhtiar membangun keluarga sejahtera (baiti jannati) jauh dari cita-cita di mana kemampuan dan pengetahuan untuk bisa bertahan hidup menyuguhkan persoalan pelik.

Realitas ini mendapatkan tempat untuk menafsir ulang potret perempuan dalam surat an-nisa’, bahwa untuk menuju kehidupan keluarga ideal, peran perempuan terbuka untuk ditinjau kembali jika tergantung dari para kaum ibu. Jika dalam suatu keluarga terdapat ibu yang berkualitas, kemungkinan ada potensi keluarga itu akan menjadi ideal. Demikian pula, dengan suatu negara, akan menjadi ramah perempuan jika kebijakannya memberi ruang memuliakan kepada perempuan untuk berkualitas. Jika negara lalai, cinta ibu terhadap bangsanya sendiri akan sia-sia. Wallohu ‘alam.


0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?