June 16, 2012




Membangkitkan Komunitas Plural

Impian hidup damai adalah cita-cita bersama setiap orang. Dalam benak sudah ada citra bahwa hidup berdampingan dengan segala perbedaan sepenuhnya dapat diraih melalui segenap potensi manusia. Jaminan pemerintah terhadap kebebasan berpendapat, berkespresi dan berkeyakinan didasarkan pada undang-undang perlindungan hak asasi manusia (HAM) yang menghormati aktivitas setiap kelompok atau komunitas.  
Disadari betul adanya persaudaraan, kesetiakawanan dan kebaikan akan sangat punya makna saat manusia berada dalam ketakberdayaan, tertindas struktur yang tidak adil atau tidak mampu menghentikan batas-batas keterpurukan dirinya sendiri. Dengan begitu naluri kemanusiaan akan tumbuh fitrahnya untuk memperoleh kesempatan berbagi terhadap sesama.
Hampir di banyak tempat seringkali kita mendengar berita kekerasan yang dilakukan kelompok tertentu atas nama agama, politik, atau apapun memaksakan kehendaknya terhadap orang lain dengan cara mengancam dan menekan bagi orang yang lemah secara minoritas. Situasilan inilah yang akhirnya muncul sikap saling mencurigai dan intoleran terhadap sesama.
Di Indonesia kemajemukan komunitas merupakan daya tarik tersendiri bagi orang-rang yang menginginkan proses aktualisasi melalui interaksi pedagogis. Karena disitulah kebebasan berekspresi dapat disalurkan sebagai bagian dari ekspresi diri untuk saling belajar menghormati dan memahami.
Komunitas dan Masyarakat Industri
Barangkali menarik untuk diketahui bahwa di negara eropa dan barat akhir-akhir ini ada pertumbuhan angka umat muslim di saat gejala islamphobia terus mencuat. Pertumbuhan itu subur berkat tumbuhnya komunitas-komunitas yang bersentuhan dengan nilai-nilai spiritual. Padahal kondisi masyarakat berada dalam budaya industri yang mendorong laju migrasi hingga berdampak pada pelepasan keterikatan dengan agama sama sekali.
Sementara di Indonesia dengan kemajemukannya juga memiliki pengalaman yang unik sejalan dengan tumbuh suburnya masalah sosial dan industri akibat kian terbukanya keran ekonomi di pentas pasar bebas. Di kalangan kelas menengah, kekompok yang berbasis minat (hobby) dan spiritual tetap eksis meski jumlahnya relatif kecil.
Ada lagi dikalangan generasi muda yang tentu saja merupakan lahan subur bagi tumbuhnya kreatifitas ide dan aksi. Pada saat budaya industri menggeliat malah menjamur komunitas kaum muda dengan berbagai latar belakang tampil dengan menggugah selera orang yang melihatnya. Mereka hadir dengan beragam keilmuan seperti otomotif, wirausaha, sejarah, keagamaan, kedermawanan sosial (filantropi) maupun seni, sastra dan budaya.
Dalam lapangan sosiologi gejala ini muncul menunjukkan bahwa budaya industri terkait borjuasi industrial pada dasarnya telah berubah menjadi semakin bercorak dan beragam. Dari spiritual bergeser menjadi gagasan kreatif yang menelurkan produk atau gerakan kepedulian yang berbasis seni industri dan humaniora yang dilapisi semangat kebersamaan.
Namun demikian, bukan berarti komunitas berbasis religius tidak diperhitungkan keberadaannya. Dewasa ini, sudah mulai muncul dengan masif komunitas-komunitas agama dengan ciri khas masing-masing yang mengajak seluruh lapisan masyarakat muslim kembali kepada jalan ”kebenaran” dengan kekuatan spiritual.
Terkait dampak industrialisasi terdapat pelajaran bahwa tumbuh suburnya komunitas-komunitas tersebut ternyata memiliki daya tarik tersendiri. Alasannya cukup konkret yaitu adanya motivasi dan semangat saling berbagi ketika kemajuan teknologi informasi memberikan peluang setiap individu untuk berkembang dan di saat yang sama sebagian orang menaruh kerisauan akibat dampak yang ditimbulkan. Kontroversi kedatangan Lady Gaga beberapa waktu lalu adalah salah satu contoh yang mendapat perhatian serius antar komunitas dan budaya industri yang memiki irisan pada soal etika.
Situasi ini perlu dipertanyakan untuk menilai dampak industrialisasi terhadap masyarakat yang termanifestasi dalam tumbuhnya komunitas-komunitas kreatif dan tidak hanya terhadap bentuk-bentuk ekspresifnya saja yang bercorak kekinian. Kiranya dapat dipahami peran serta setiap orang dalam suatu komunitas menjadi salah satu ukuran penting untuk menilai akibat-akibat yang ditimbulkan dari budaya industrialisasi itu.  
Membangkitkan Komunitas
Hidup manusia adalah meniti kesempatan. Dalam mengarungi hidup kepentingan personal amat ditentukan kepentingan sosial. Di sini komitmen hidup bersama pada intinya adalah mempersoalkan aspek sosial dan spirit kebersamaan. Adalah naif ketika seorang atau komunitas mencoba melakukan pengingkaran atas keberadaan orang lain sementara dirinya terikat dalam ruang sosial.
Komunitas dan kebersamaan adalah dua kata yang memiliki makna. Pada saat tertentu kita belajar bersama memahami apapun yang kita lakukan akan memberikan manfaat dengan memintal benang perbedaan untuk menjadi sebuah kain sosial yang akan menutupi tubuh-tubuh personal. Maka menjadi niscaya jika kita mengambil penilaian yang dilakukan itu memberikan manfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Komunitas dalam pengertiannya yang lebih umum menjamin kebersamaan. Sedangkan kebersamaan dalam pemahaman kemanusiaan pada intinya adalah realisasi dari seluruh sistem nilai yang telah dianugerahkan kepada manusia untuk hidup berdampingan. Dalam konteks teologis, inilah sebuah laku spiritual yang mengedepankan kebaikan dan menolak segala bentuk kemungkaran yang mengganggu segenap aspek kehidupan.
Tentu bukanlah suatu yang mengherankan apabila ada orang yang berbicara tentang perbedaan tapi tidak mampu dan tidak siap menerima hidup bersama dalam keragaman. Tidak mudah menjalin sinergi dan komunikasi di tengah komunitas sosial yang lain. Ini sama saja tidak berupaya merasakan indahnya perbedaan yang mungkin melalui status dan latar belakang sesunggunya berbeda.
Kendati kita hidup dalam iklim demokrasi tapi menjelma lewat banyak artikulasi karena berdemokrasi tidak sepenuhnya sama dengan kebebasan. Kebebasan bukan berarti bebas penuh hanya saja perlu ditempatkan pada porsi yang adil dan tepat agar demokrasi tidak mudah direduksi dalam situasi apapun. Untuk itu, dibutuhkan komitmen bersama bahwa demokrasi harus dimaknai sebagai kesempatan untuk berkreasi yang bertanggung jawab. Itu pun masih perlu pembuktian  bahwa bangkitnya komunitas-komunitas plural merupakan sarana berepkresi yang membangkitkan spirit pedagogis setiap orang.  

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?