July 3, 2012





EURO 2012 "Fajar Budi" Sepakbola
  


Momentum piala Eropa 2012 di Kota Warsawa akan menjadi pusat perhatian jutaan pasang mata penggila bola dari seluruh dunia. National Stadium, stadion kebanggaan rakyat Polandia, dipilih menjadi tempat pembukaan Piala Eropa 2012 sebagai bagian dari zona Eropa yang sangat strategis. Sebuah kehormatan bagi Benua Biru menampilkan event besar yang sudah berlangsung sejak 1960.
 http://republika.co.id
Secara historis, Warsawa adalah tempat di mana perjanjian atau ratifikasi negara-negara Blok Timur di Bagian Eropa menggagas aliansi militer dengan tujuan mengorganisasikan diri terhadap ancaman dari aliansi NATO yang disulut oleh integrasi Jerman Barat ke dalam NATO melalui persetujuan Paris. Pakta Pertahanan yang terjadi pada 14 Mei 1955 terebut adalah respon tegas atas situasi dunia yang tengah dilanda Perang Dingin dan Eropa terpecah menjadi dua kekuatan, Blok Barat dan Blok Timur.  
Sejarah tersebut tentu tidak akan dilupakan masyarakat Eropa dan dunia. Pastinya nuansa perang dingin yang terjadi di masa lalu itu sekarang telah ”hilang” dan tergantikan dengan rangkaian harmoni talenta pemain terbaik dunia dalam  kejuaraan besar sepakbola Eropa meski perhelatannya harus berbagi dengan Ukraina. Optimisme semua tim keluar sebagai juara sejati akan dibuktikan di sini dan siapa nanti yang akan mendapat tropi sebagai tim sepakbola yang mencerahkan (aufklarung).
Tentu saja keyakinan besar semua tim sangat dipengaruhi oleh perkembangan pesat negara-negara Eropa yang ditempuh dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Selain itu, krisis ekonomi yang sedang melanda Uni Eropa saat ini turut berperan dalam transaksi keuangan yang sedikit banyak menyentuh biaya besar hajatan akbar piala Eropa yang digelar setiap empat tahun sekali.
Sepakbola Komersial
Dalam panggung dunia sepakbola setidaknya melibatkan tiga elemen penting yaitu tim, pasar dan penonton. Tiga elemen penting itu saling berkomunikasi bagaimana menciptakan rasionalisasi sepakbola yang dapat disaksikan dengan indah dan fair-play. Sebagai Trias Politica Football tiga elemen penting sepakbola ini berhasil merekayasa filsafat sosial dengan kekuatan akal budi yang disertai argumentasi budaya serta ekonomi.
Pada taraf tertentu sepakbola bergerak mengkonstruksi masyarakat yang positivis. Agama dan latarbelakang sosial diminimalisir sedikit mungkin supaya tidak menganggu kecepatan, talenta, taktik dan strategi setiap pemain. Sepakbola juga juga berhasil menyatukan setiap penggemar (hooligan). Dalam setiap pertandingan hanya ada satu agama, ras, budaya dan suku yaitu sepakbola.
Status sosial dan ekonomi adalah berkah bagi segenap pemain yang memiliki talenta tinggi. Menggiring dan melesatkan bola ke gawang bukan samata-mata faktor gerak dan fisik. Lebih dari itu adalah kecerdikan memakai rasio dan tanggungjawab untuk meraih dan mewujudkan sukacita. Untuk itu, semboyan terkenal filsafat pencerahan (enlightenment) yang berbunyi berani berpikir sendiri (Sapere Aude) bagi para pemain merupakan suatu kepercayaan tersendiri bahwa daya akal adalah upaya keras manusia yang sangat penting.
Keberanian menyerang dan bertahan tidak lain adalah modal utama setiap tim dengan mempertautkan rasio dan sisi moralitas. Tidak heran jika talenta pemain-pemain berbakat dihormati dengan harga yang fantastis. Sesungguhnya bukanlah suatu hal yang aneh jika sepakbola terus hidup sepanjang masa dalam masyarakat dunia yang komersial.
Sebuah konsep masyarakat pasar yang diwariskan Mandevile dan Adam Smith dalam jagad sepakbola. Semua tindakan yang terkait dengan arena sepakbola secara moral tidak melulu berbicara soal kesejahteraan orang lain. Melainkan suatu ikhtiar menunjukkan kepada khalayak bahwa keyakinan akan prestasi itu penting bagi diri pelaku yang terlibat di dalamnya.
Merujuk pada Adam Smith terkait dengan sepakbola komersial bahwa terjadinya kapitalisasi sepakbola tidak lepas dari campur tangan the invisible hands yang mengatur irama seluruh sistem dan mekanisme sepakbola sebagai pasar uang yang menjanjikan. Bakat dan kemenangan bukan buah perbuatan dari yang ilahi tapi efek dari kerja-kerja kemampuan manusia dalam materi.
Eropa sebagai barometer sepakbola di dunia sampai sekarang ini telah memberikan informasi berharga bahwa di sana pedagogi sepakbola merupakan bagian dari kebudayaan manusia yang bertanggungjawab atas segala bentuk krisis yang menimpa Eropa. Di sana pendidikan sepakbola dengan penuh perhatian mentransformasikan diri dalam olahraga yang digemari masyarakat dunia. Ia mendorong hasrat manusia untuk melebur bersama dalam melepaskan bahaya moral ke situasi yang merakyat lewat latihan jasmani.  
Sebuah Romantisme
Piala Eropa tahun ini tentu saja bukan pesta besar sepakbola biasa. Bagi tim-tim sepakbola besar dan tangguh Polandia adalah sarana berharga bagaimana mengenang kejayaan dan kesuksesan setiap tim yang pernah melewatinya di masa silam. Setali dengan gerakan filsafat romantisme yang ingin kembali menikmati nilai-nilai keindahan dengan kacamata romantis.
Dalam konteks ini, tanpa disadari segenap tim sepakbola justru akan memiliki kecenderungan bahwa timnya tidak ingin tradisi piala Eropa tenggelam akibat berubahnya peta permainan dengan segala kondisi yang terjadi dan tidak bisa diprediksi menjatuhkan tim-tim kuat yang selama ini didukung oleh perhatian penuh dari otoritas masyarakat penonton.
Namun, kenyataannya tidak mudah menentukan siapa pemenangnya. Pembuktiannya hanya dengan mudah disaksikan di lapangan hijau. Sebagai penonton atau penggemar pastinya ada satu tim yang dijagokan. Dan, ingin tim yang dicintainya keluar mengangkat tropi seperti beberapa tahun yang lalu. Lagi-lagi tidak bisa ditebak dengan perspektif romantisme. Lantas apa yang ingin diharapkan dari piala Eropa. Bagi penulis semoga tahun ini fajar budi bagi sepakbola Eropa.


0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?