June 6, 2012




G - 8, Globalisasi dan Dialektika Sokrates 


         http://samotalis.com
Krisis utang Eropa menyisakan persoalan pelik untuk memilih di antara dua menempuh jalan penghematan atau pertumbuham ekonomi. Hal ini terungkap dalam pertemuan para pemimpin negara G-8 saat mencari solusi krisis keuangan yang melanda negara-negara itu. Dikabarkan bahwa pertemuan penting itu segenap negara mendukung langkah penghematan sebagai solusi memperbaiki zona ekonomi Eropa (Sindo, 22 Mei 2012).

Dalam pertemuan itu masing-masing pemimpin negara kembali menuangkan komitmennya untuk memulihkan kegiatan ekonomi untuk menyikapi Yunani yang berisiko keluar dari zona Eropa. Perhatian mereka fokus pada krisis yang menimpa Yunani karena beberapa negara di Eropa merupakan kreditor atau pemegang obligasi pemerintah Yunani. Kerisauan semakin membuncah manakala Yunani melepaskan diri dari ekonomi zona Eropa dengan kondisi politik yang tidak stabil.
Berdasarkan informasi tersebut tahun lalu sudah diprediksi jika peluang revitalisasi keuangan global kembali mendapat sorotan. Padahal sampai detik ini krisis keuangan internasional masih dalam zona bahaya. Itupun sangat berbeda dengan krisis sebelumnya tiga tahun lalu, kini episentrumnya telah menyebar ke tiga titik yaitu Eropa, Amerika, dan Jepang (Tempo, Edisi 14-20/11/2011).
Di sisi lain, tampilnya kekuatan ekonomi China menjadi tantangan tersendiri. Situasi ini dipicu dengan membaiknya kinerja ekonomi negeri Tirai Bambu yang mendorong transaksi keuangan di zona Asia terus merangkak naik. Dalam situasi lain persoalan geopolitik yang bersentuhan dengan Timur Tengah, energi dan pengurangan ekspor minyak Iran turut memengaruhi proses pemulihan ekonomi di AS dan Uni Eropa. Kendati upaya diplomatik terus dilakukan dengan memberikan sanksi terhadap negeri Mullah itu.
Ideologi dalam Diplomasi
Dalam skema globalisasi ikhtiar diplomasi menjadi isu srategis yang berperan mengambil putusan-putusan penting. Di forum internasional seperti G-8 gambaran globalisasi yang terkait dengan tata kelola keuangan internasional beserta lembaga-lembaga yang berada di dalamnya memainkan peran terhadap profil ekonomi global dengan sentuhan tangan kekuatan diplomasi.
Hanya saja kekuatan suara-suara di jalur diplomatik melukiskan kekuatan negera-negara maju semata saat negara-negera berkembang dengan kekuatan yang tidak menonjol ikut berpatisipasi dalam struktur yang tidak adil di lembaga keuangan internasional. Ali Alatas dalam pengantarnya pada buku Menjinakkan Metakuasa Globalisasi (2008) menuturkan dominasi negara-negara maju dan sekutunya amat memengaruhi mekanisme tata kelola berikut aspek globalisasi ekonomi yang menyertainya dan berdampak negatif pada kepentingan negara-negara berkembang.
Melalui diplomasi ideologi globalisasi bekerja sebagai kekuatan politik sekaligus ekonomi. Melihat negara-negara adikuasa dan maju dengan segala kekuatannya meminjam ungkapan John Fiske (2007) salah satu strategi hegemoni yang penting adalah dengan membangun anggapan umum (commom sense) agar dapat diterima sebagai referensi ampuh melakukan transformasi lewat kerja-kerja ideologi yang tersembunyi.
Cara kerja ini disajikan lembaga-lembaga keuangan internasional ketika memberi obat mujarab kepada negara-negara berkembang untuk mengendalikan stabilisasi keuangan justeru yang diperoleh malah de-stabilisasi finansial dan kebangkrutan (Sugeng Bahagijo, Globalisasi Menghempas Indonesia: 2006). Dengan kebijakan moneter yang superketat ideologi bersemayam dalam praktik diplomasi memperlemah pasar finansial negara berkembang yang berbuah petaka pemutusan hubungan kerja, utang dan kemiskinan.
Karena itu, ideologi globaslisasi dalam konteks krisis finansial Eropa yang termanifestasi dalam pertemuan G-8 di Camp David, Maryland, dengan butir-butir kesepakatan pemulihan ekonomi yang dibangun bukanlah seperangkat nilai atau gagasan yang statis, namun merupakan sebuah praktik. Di mana setiap anggota memposisikan sebagai bagian pengguna ideologi globalisasi yang akan merespon dan mengatasi krisis keuangan Uni Eropa.
Ideologi globalisasi sebagai tanda akan berbicara kepada masyarakat dunia di sinilah kami bertemu dan merumuskan. Selain itu, ilmu dan kekuatan teknologi yang akan mendistribusikan guna menjalankan kuda troya globalisasi. Dengan begitu, anggapan umum yang telah dirumuskan mengabaikan potensi atau kemungkinan bahwa penyebab krisis keuangan Uni Eropa lebih bersifat finansial ketimbang persaingan kekuatan politik, militer dan ekonomi global.
Meski cara penanganan krisis finansial di masing-masing negara tersebut berbeda mereka akan mengartikulasikan anggapan umum itu sebagai peluang atau kesempatan mereformasi sistem keuangan. Peluang investasi dibedah ulang agar memiliki daya tarik walaupun cara kerja ideologi globalisasi yang diterapkan masih menjual isu pertumbuhan, stabilitas dan penguatan fiskal yang bertumpu pada sistem kapitalisme kekinian.  
Dialektika Sokrates
Membaca krisis keuangan Uni Eropa dari perspektif dialektika yang melibatkan kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, politik serta pertahanan merupakan cara kerja diplomatik yang melihat isu globalisasi sebagai hal yang dianggap penting. Bila dipandang dari kacamata kaum sofis kekuatan negara-negara dominan adalah raksasa ekonomi yang akan mengambil keuntungan dalam panggung kompetisi global dengan metode dialektika.
Kondisi semacam ini dapat ditinjau dalam percaturan geopolitik yang melibatkan negera-negara maju. Misalnya dalam mengkaji soal keamanan, juga perubahan iklim, pasar energi, ketahanan pangan, Afghanistan, Suriah dan peralihan menuju demokrasi yang sedang terjadi di Timur Tengah dan Afrika Utara. Tidak terkecuali persoalan nuklir yang melibatkan negara Iran dan Korut.
Sementara itu, langkah-langkah geopolitik dengan kekuatan politik dan militer yang ditempuh dan tak jarang memakan banyak korban. Kondisi ini menjadi paradok dengan nilai-nilai demokrasi dan kemanusiaan yang selama ini dijunjung tinggi. Maka berkaca pada dialektika Sokrates, seorang filsuf Yunani Kuno yang mempertanyakan seberapa penting tujuan hidup manusia, kesenangan dan kehebatan.
Apakah tujuan perdamaian dunia identik dengan kebanggaan dan kehebatan kekuatan militer yang ditopang oleh kekuatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menelan korban jutaan nyawa manusia. Seberapa hebat sistem keuangan lembaga-lembaga internasional dalam memberikan solusi terhadap negara-negara berkembang yang pada akhirnya terjebak dalam perangkap utang yang mematikan.
Dialektika Sokrates sesungguhnya ingin mempertanyakan dan menyadarkan setiap orang tentang makna dalam suatu kata. Bukankah globalisasi sebagai suatu konsep metakuasa berimplikasi pada jutaan orang diseluruh dunia yang bergantung pada kegiatan ekonomi. Krisis Eropa mencerminkan globalisasi tidak bermakna peluang melainkan ancaman setiap negara dalam menghadapi kekuatan lembaga keuangan internasional.

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?