April 1, 2015

Romantisisme Olga dan Filantropi



Sengat terik matahari yang panas, siang itu saat melintas di sisi Banjir Kanal Timur (BKT).  Sepanjang kanal itu, sesekali air di kanal bergelembung setelah ikan sapu-sapu melompat ke permukaan air. Deru mesin motor mengantarkan anak saya dan bundanya berkeliling mengobati rindu dan penat dengan berjalan bersama. Seperti biasa rute Klender - Duren Sawit jalur alternatif selain kawasan Perumnas.

Tak dinyana, jalan-jalan siang itu saat melewati kawasan Pondok Kelapa, tak jauh dari kober sudah mulai padat. Sebelumnya tak terpikirkan sama sekali untuk melintas. Untung saja, isteri mengingatkanku berkenaan dengan berpulangnya artis komedi Olga Syahputra. Pacu sepeda motor pun terhenti, rupanya sudah terjebak macet jalan searah di depan kober, dipadati warga yang ingin menyaksikan pemakaman Olga.


Waktu menunjukkan pukul, 12.00 WIB. Semua orang terkesima. Ada yang menitikkan air mata, berparas sedih dan tak menyangka akan kepergian Olga. Tepat di gerbang pemakaman umum itu, semua lalu lintas kendaraan berhenti total. Dua petugas polisi sibuk mengatur kendaraan yang saling berebut jalan. Namun apa daya, sinyal kedatangan rombongan pengantar jenazah Olga sudah semakin dekat.

Di setiap sudut warga berupaya mengabadikan momen itu. Rasa kehilangan bagi fans dan orang yang mengaguminya isyarat melepas rindu setelah Olga lama tak tampil di layar kaca. Seorang bercerita, saat anaknya sakit keras, ia pernah menelepon manajemen Olga, untuk membantu mengobatinya. “Sayang, jadwal padat Olga tak memberikan informasi lanjut permohonannya,” kata Ibu yang tengah menggendong anaknya itu.  

Siang itu, lembaran demi lembaran cerita tentang Olga tak berhenti. Para kuli tinta dan juru gambar sedari awal sudah mencari posisi yang pas, untuk meliput kabar duka tersebut. Setiap orang yang duduk di warung kopi dan warteg, di angkot yang tersandera macet, dan sekedar ngobrol di bawah pohon sekalipun, tema pembicaraannya tentang Olga. Romantisisme, cinta, dan kedermawanan Olga menjadi topik kunci, mengiringi ke peristirahatannya yang terakhir.

Cinta dan kedermawanan (philanthropy) dan kepedulian terhadap orang lain dalam topik utama itu, melengkapi sisi lain Olga di masa hidupnya yang humoris, polos dan blak-blakkan. Banyak orang bilang, dalam menilai Olga, mengesampingkan persepsi humor (sense of humor) saat mengupasnya sama saja menimbun galat dalam persepsi akal. Industri hiburan (entertainment) yang pop-culture telah menobatkan mendiang sebagai artis komedi papan atas dengan segudang talenta.  
  
Kendati ada yang menyayangkan dengan blow-up peliputannya, kepergian Olga sudah menjadi design eskatologi kehendak Yang Maha Kuasa. Tapi selalu saja, ada peluang untuk menjadikan kabar duka itu sebagai nilai lebih yang sulit dihindarkan. Dalam khazanah Islam kematian yang merupakan bagian dari tema eskatologi beriringan dengan kebangkitan di hari akhir. Karena itu, keyakinan teologis itu, terungkap dari sikap simpatik warga yang berdoa agar kebaikan Olga di masa hidupnya sebagai bekalnya di akhirat kelak.

Profesi Olga yang diketahui ini adalah pekerjaan agama. Sisi kedermawanannya dan cinta terhadap sesama diyakini begitu melekat dalam diri Olga, menurut pengakuan orang-orang terdekatnya. Itupun tidak lepas dari, cogito Olga yang memang sadar di dalam kepemilikannya ada hak orang lain, seperti hak anak yatim. Capaian kesuksesannya, sejatinya buah dari ekspresi potensi jiwa, batin, dan passion, dalam diri manusia. Dalam filsafat romantisisme, talenta Olga adalah  keindahan seni berbagi humor yang melibatkan segenap potensi.

Memang aliran romantisisme ini, memandang seni sebagai keterlibatan persepsi indera, pengalaman dan kapasitas jiwa manusia. Terkadang aliran ini mengajak manusia untuk kembali kepada masa lalu yang indah, pengorbanan dan cita-cita posisinya begitu penting. Nyaris sama dengan pengorbanan Olga dari zero to hero. Kesedihan, cemas, kemarahan, dan ketakutan diakomodir dalam romantisisme. Senada dengan wasiat Olga kepada orang-orang terdekatanya yang bertalian dari spirit romantisisme.

Mungkin itu sebabnya, para pengagum mendiang bercampur duka, perasaan dan emosi mendengar kepergiannya. Para kerabat dekatnya seakan ikhlas melepasnya, namun tak seutuhnya sanggup. Olga tak pernah tahu rencana Tuhan, di balik kesuksesannya. Dan, kabar duka itu menyimpan nilai positif bagi yang memaknai pengorbanannya.

Syahdan, kontradiksi yang menyertainya, seperti hal bercanda, kekonyolan, banyolan dan kejutan lain darinya tidak lain adalah fitrah manusia yang sesungguhnya jauh dari paripurna. Semoga kisahnya berharga untuk kita semua. Wallohu ‘alam   

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?