Sengat
terik matahari yang panas, siang itu saat melintas di sisi Banjir Kanal Timur
(BKT). Sepanjang kanal itu, sesekali air
di kanal bergelembung setelah ikan sapu-sapu melompat ke permukaan air. Deru
mesin motor mengantarkan anak saya dan bundanya berkeliling mengobati rindu dan
penat dengan berjalan bersama. Seperti biasa rute Klender - Duren Sawit jalur alternatif
selain kawasan Perumnas.
Tak
dinyana, jalan-jalan siang itu saat melewati kawasan Pondok Kelapa, tak jauh
dari kober sudah mulai padat. Sebelumnya
tak terpikirkan sama sekali untuk melintas. Untung saja, isteri mengingatkanku
berkenaan dengan berpulangnya artis komedi Olga Syahputra. Pacu sepeda motor
pun terhenti, rupanya sudah terjebak macet jalan searah di depan kober, dipadati warga yang ingin
menyaksikan pemakaman Olga.
Waktu
menunjukkan pukul, 12.00 WIB. Semua orang terkesima. Ada yang menitikkan air
mata, berparas sedih dan tak menyangka akan kepergian Olga. Tepat di gerbang pemakaman
umum itu, semua lalu lintas kendaraan berhenti total. Dua petugas polisi sibuk
mengatur kendaraan yang saling berebut jalan. Namun apa daya, sinyal kedatangan
rombongan pengantar jenazah Olga sudah semakin dekat.
Di
setiap sudut warga berupaya mengabadikan momen itu. Rasa kehilangan bagi fans
dan orang yang mengaguminya isyarat melepas rindu setelah Olga lama tak tampil
di layar kaca. Seorang bercerita, saat anaknya sakit keras, ia pernah menelepon
manajemen Olga, untuk membantu mengobatinya. “Sayang, jadwal padat Olga tak
memberikan informasi lanjut permohonannya,” kata Ibu yang tengah menggendong
anaknya itu.
Siang
itu, lembaran demi lembaran cerita tentang Olga tak berhenti. Para kuli tinta
dan juru gambar sedari awal sudah mencari posisi yang pas, untuk meliput kabar
duka tersebut. Setiap orang yang duduk di warung kopi dan warteg, di angkot
yang tersandera macet, dan sekedar ngobrol di bawah pohon sekalipun, tema
pembicaraannya tentang Olga. Romantisisme, cinta, dan kedermawanan Olga menjadi
topik kunci, mengiringi ke peristirahatannya yang terakhir.
Cinta
dan kedermawanan (philanthropy) dan
kepedulian terhadap orang lain dalam topik utama itu, melengkapi sisi lain Olga
di masa hidupnya yang humoris, polos dan blak-blakkan. Banyak orang bilang,
dalam menilai Olga, mengesampingkan persepsi humor (sense of humor) saat mengupasnya sama saja menimbun galat dalam persepsi
akal. Industri hiburan (entertainment)
yang pop-culture telah menobatkan
mendiang sebagai artis komedi papan atas dengan segudang talenta.
Kendati
ada yang menyayangkan dengan blow-up peliputannya,
kepergian Olga sudah menjadi design eskatologi kehendak Yang Maha Kuasa. Tapi
selalu saja, ada peluang untuk menjadikan kabar duka itu sebagai nilai lebih
yang sulit dihindarkan. Dalam khazanah Islam kematian yang merupakan bagian
dari tema eskatologi beriringan dengan kebangkitan di hari akhir. Karena itu,
keyakinan teologis itu, terungkap dari sikap simpatik warga yang berdoa agar
kebaikan Olga di masa hidupnya sebagai bekalnya di akhirat kelak.
Profesi
Olga yang diketahui ini adalah pekerjaan agama. Sisi kedermawanannya dan cinta
terhadap sesama diyakini begitu melekat dalam diri Olga, menurut pengakuan
orang-orang terdekatnya. Itupun tidak lepas dari, cogito Olga yang memang sadar di dalam kepemilikannya ada hak orang
lain, seperti hak anak yatim. Capaian kesuksesannya, sejatinya buah dari ekspresi
potensi jiwa, batin, dan passion, dalam diri manusia. Dalam filsafat romantisisme,
talenta Olga adalah keindahan seni
berbagi humor yang melibatkan segenap potensi.
Memang
aliran romantisisme ini, memandang seni sebagai keterlibatan persepsi indera,
pengalaman dan kapasitas jiwa manusia. Terkadang aliran ini mengajak manusia
untuk kembali kepada masa lalu yang indah, pengorbanan dan cita-cita posisinya
begitu penting. Nyaris sama dengan pengorbanan Olga dari zero to hero. Kesedihan, cemas, kemarahan, dan ketakutan diakomodir
dalam romantisisme. Senada dengan wasiat Olga kepada orang-orang terdekatanya
yang bertalian dari spirit romantisisme.
Mungkin
itu sebabnya, para pengagum mendiang bercampur duka, perasaan dan emosi
mendengar kepergiannya. Para kerabat dekatnya seakan ikhlas melepasnya, namun
tak seutuhnya sanggup. Olga tak pernah tahu rencana Tuhan, di balik
kesuksesannya. Dan, kabar duka itu menyimpan nilai positif bagi yang memaknai
pengorbanannya.
Syahdan,
kontradiksi yang menyertainya, seperti hal bercanda, kekonyolan, banyolan dan
kejutan lain darinya tidak lain adalah fitrah manusia yang sesungguhnya jauh
dari paripurna. Semoga kisahnya berharga untuk kita semua. Wallohu ‘alam
0 comments:
Post a Comment
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?