Murid-murid SD Negeri Sungkung, Bengkayang, Kalimantan Barat tersenyum bahagia. Mereka mendapatkan sepatu dari lembaga amil zakat nasional (Lazismu). Seperti dikisahkan Suhartini pegiat filantropi di Pontianak, para siswa itu menjadi perbincangan banyak orang.
Pasalnya, seseorang
bernama Anggit Purwoto melalui akun pribadinya di penyentara sosial (instagram) mengunggah video pendek yang
menampilkan empat siswa SD tersebut berseragam lusuh. Suhartini menambahkan,
keempat siswa itu memakai tas kresek
kumal selayaknya tas sekolah pada umumnya.
Resleting celana mereka
rusak, namun tetap gembira berangkat sekolah tanpa alas kaki. Dengan satu buku
tulis dan satu pensil, mereka mengatakan: “Pak Jokowi minta tas,” demikian
kisahnya kata Suhartini setelah melihat video durasi pendek itu.
Suhartini yang datang
langsung ke lokasi itu menceritakan, untuk sampai ke desa terpencil seperti Desa
Sungkung memerlukan waktu yang tidak sedikit. Perjalanan saat itu dimulai dari
Kota Pontianak menuju Entikong, yang memakan waktu kurang lebih 4 jam. Kemudian
tim Lazismu melanjutkan perjalanan dengan menggunakan ojek.
Perjalanan yang dialami Suhartini,
sangatlah rumit karena medan yang berat Harus melewati jalan bebatuan dan
perbukitan. Belum lagi ditambah dengan kondisi hujan maka kondisi jalan menuju
Desa Sungkung semakin tambah parah, katanya.
Bagi
Suhartini dan rekan-rekannya, berhasil menembus desa itu, sungguh pengalaman
berharga. Dan bagi warga setempat ini seperti kejutan. Para pegiat filantropi
merasa bahagia. Cinta itu berbalas kebahagiaan karena siswa-siswi yang menerima
manfaat dari donatur (muzaki) telah
tiba sesuai target sasaran.
Pesan
penting dari cerita nyata di atas, bahwa ajaran berbagi (filantropi) usianya setua manusia itu sendiri. Sejiwa dengan rasa
cinta manusia yang mengisi perjalanan hidup manusia. Senafas dengan ajaran
agama yang menyatakan peduli terhadap sesama adalah manifestasi cinta.
Kendati
semua agama mengajarkan cinta berbagi, Islam telah mengkonfirmasi melalui
doktrin zakat, sedekah dan infak. Sumber tauhid ini juga merupakan ajaran Tuhan
tentang kasih sayang. Kasih sayang terhadap sesama manusia yang sifatnya
keilahian (divine).
Tahu dan
Realitas
Pada
dasarnya dalam jiwa manusia fitrah berbagi sudah tertanam dalam dirinya.
Melalui potensi fitrah ini, tindakan berbagi akan menjadi kenyataan (aktual) jika manusia tahu ada realitas
yang menjadi objek yang dituju untuk berbagi dalam pikirannya.
Karena
itu, Islam menegaskan dalam al-Qur’an surat al-Ma’un ayat 1 – 7 tentang berbagi
terhadap sesama, yang dinisbatkan dengan anak-anak yatim. Bahkan Islam menegur
orang yang rajin beribadah dan salat, namun lupa terhadap realitas sosial di
sekitarnya sebagai orang yang mendustakan agama, meski orang itu tahu ada
ketimpangan sosial di lingkungannya.
Dengan
kata lain, ayat tersebut menggambarkan tentang cinta berbagi sebagai suatu
pengetahuan yang sederhana. Relasi pengetahuan antara orang yang memberi (tangan di atas) dan yang diberi (tangan di
bawah) pada prinsipnya adalah pasti. Sepasti mustahik (8 asnaf) yang dijelaskan dalam
al-Qur’an (at-Taubah : 60) yang menerima
manfaat dari muzaki.
Proses
memberi dan menerima tidak akan terjadi jika salah satu dari keduanya tidak
ada. Sama persis dengan pengetahuan itu sendiri yang mensyaratkan orang yang
mengetahui dan objek yang diketahui ada dalam suatu keinginan dan kesadaran.
Jika objeknya tidak diketahui maka tidak ada informasi tentang sesuatu apapun.
Maka
tangan di atas dan tangan di bawah harus ada di mana pun dan kapan pun seperti
halnya pengetahuan yang seluas alam semesta. Mencintai pun harus ada hubungan
antara orang yang mencintai dan orang yang dicintai yang tak lain adalah spirit
berbagi bahagia.
Bahkan
Islam mengajarkan berbagi kepada umatnya sejak usia dini. Seorang anak yang
dalam masa tumbuh kembang memerlukan contoh dan latihan. Orang yang dicontoh
pertama kali adalah orang tuanya sendiri. Dengan begitu anak akan terbiasa
empati dan peduli.
Bila
sikap ini ada dalam diri seorang anak maka lahirlah hubungan saling
tolong-menolong. Peka terhadap lingkungan sosialnya, anak dilatih tidak egois
karena anak tahu realitas yang dihadapi dan dialaminya. Jiwa berbagi yang
terlukis dalam jiwa anak kelak besar nanti anak akan peduli terhadap sesama.
Umat
Islam patut bersyukur, institusi kedermawanan kian hari terus tumbuh dan
berkembang melalui lembaga amil zakat. Melalui lembaga inilah pemberdayaan
produktif zakat dapat terwujud untuk kesejahteraan umat. Beberapa penelitian
pun menaksir potensi zakat di Indonesia setiap tahun terus tumbuh. Dan ceruk
penghimpunan ZIS saat ini telah dimudahkan oleh teknologi era digital bagi
Muslim yang ingin berderma.
0 comments:
Post a Comment
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?