October 16, 2014

Kantong Kosong



Dadap sebut saja begitu, Ibu muda ini disapa. Ia agak kesal sepulang dari kantor ketika anak semata wayangnya tidak mau mandi. Anaknya lebih asyik lari ke sana ke mari. Dan, sesekali anaknya merusak perabotan rumah. Dadap dan suaminya yang bernama Waru, serba salah harus berbuat apa. Ia tidak mau melukai hati anaknya yang belum mengerti tentang suatu hal apalagi sampai memvonis anaknya nakal.

“Dasar anak nakal” mungkin kita sering atau pernah mendengar kalimat itu. Sepertinya kata nakal lekat dengan anak. Sejauh itu pula kita tidak pernah berusaha mencoba untuk tahu apa yang menyebabkan anak menjadi nakal. Apakah karena memang ada yang keliru dengan pola asuh kita atau lingkungan sekitar yang memengaruhi anak menjadi nakal.


Jangan berkecil hati, anak nakal itu biasa yang tidak biasa adalah jika kata nakal itu melekat pada orang dewasa. Mengapa tidak mungkin orang dewasa bisa menjadi nakal. Banyak kok di sekeliling kita. Believe it or not. Ya…begitu kira-kira. Biasanya parfum lama tapi kemasan botolnya yang beda, begitu kata orang.


Ga percaya, lihat aja sekarang banyak partai baru kemasan lama tapi ga nakal. Justeru yang “nakal” adalah cara orang berpikir untuk memperoleh kekuasaan. Yang penting punya gerbong dan tinggal cari lokomotifnya. Demikian juga yang muda ga ketinggalan akal bagaimana merebut kekuasaan dari kaum tua dengan cara yang manis.


Ingat, tapi jangan kaya Mat Pera saking panjang akalnya berlaku culas sama orang lain. Naluri nakalnya membuat Mat Pera kreatif. Bayangin aja, beras tengik bisa disulap jadi beras wangi pandan. Kasihan ibu-ibu yang belanja ke pasar sampai rumah berasnya dimasak berubah jadi nasi bukan kacang ijo. Bisa-bisanya Mat Pera begitu, bikin dongkol orang se-kabupaten.


Lain ladang lain kumisnya, belakangan ini banyak ditemui pedagang daging yang nakal. Ga kebayang bagaimana cara menyembelih seekor Sapi yang sebelumnya diisi air segentong. Dijual dengan istilah sapi gelonggongan. Atau ulah nakal pedagang ayam yang menambah bobot ayam dengan cara dijeksi air. Sementara Mat Tiren asik merias ayam yang mati kemarin supaya sedap dipandang mata.


Air bukan sekadar dimanfaatin kaum kapitalis menjadi minuman kemasan (bayangin aje bensin naik orang-orang pada ribut tapi air kemasan naik pada anteng. Siapa yang salah berpikir coba deh dipikirin lebih mahal mana air sama bensin). Tapi air mulai digunakan untuk kemunkaran sosial. Contohnya, miras oplosan yang merenggut belasan orang di Indramayu. Akibat simbiosis mutualisme antara air dan bahan-bahan kimia yang mematikan. Tentu saja ini adalah ulah otak nakal segelintir orang yang mencari keuntungan lewat jalan pintas.


Masih banyak ulah nakal yang lain yang ga bisa dijabarin panjang lebar. Diceramahin sudah, diumumin sudah, dikasih tau sudah. Tinggal pakai tangan yang belum. Kata hadis Rasulullah bila pakai tangan tetap ga bisa yang demikian selemah-lemahnya iman. Bisa jadi ada yang salah dengan pendidikan agama dan budi pekerti di sekolah. Lagi-lagi pendidikan dijadikan kambing hitam. Apa ga ada yang lain yang lebih masuk akal dan masyarakat mengerti.


Upps....tunggu dulu, masih ada pemerintah yang punya power. Bukannya power ada di mana-mana. KPK aja bisa bongkar kasus suap Jaksa Urip dan Ratu “Artalita” Dolar. Kenapa yang lain ga bisa. Memang dilematis dan harus dimulai dari mana? Bangsa ini sudah ditakdirkan untuk mendapat cobaan. Kita semua ga tahu kapan bangsa kita dapat berdiri kokoh tanpa diintervensi bangsa lain. Atau bangsa ini seperti kantong kosong yang susah berdiri tegak.

0 comments:

Post a Comment

Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?