Mengukur pemberdayaan ekonomi bisa dilihat dari motifnya, bisa dari
motif keuntungan dan motif sosial. Bagi lembaga amil zakat, motif sosial
sepadan dengan spirit agama yang menekankan kemaslahatan dan
perlindungan. Karena tujuan finalnya (maqosid syari'yah) sebagai nilai utama yang memberi makna terhadap asas kemanfaatan.
Dalam kerangka pemberdayaan zakat yang berkelanjutan, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Lazismu dan Social Return on Investment (SROI) Network Indonesia menggelar seminar Development Forum dengan tajuk Zakat sebagai Investasi Sosial. Acara berlangsung di Gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah (20/9/2018).
Forum
ini melibatkan partisipasi pegiat filantropi Islam dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ) di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten atau kota.
Beberapa pembicara dihadirkan untuk mengupas zakat dari perspektif
inovasi dan kesejahteraan sosial, perubahan sosial dan tolok ukur
mengukur program pemberdayaan zakat yang berkelanjutan.
Ketua Baznas, Bambang Sudibyo dalam sambutannya mengatakan, Zakat
sebagai Investasi sosial merupakan jalan tengah untuk mencipatakan nilai
tambah (value added). "Penerima nilai tambah ini adalah
mustahik yang memeroleh manfaat program zakat. Dalam pengukurannya
dijelaskan dengan pernyataan nilai tambah yang terencana," katanya.
Realitas
perkembangan zakat begitu optimis. Namun, lanjut Bambang, akan ada
situasi yang kompleks karena ada entitas pelaporan. "Seiring berjalannya
waktu, ini akan kita lakukan untuk mengukur dampak penyaluran zakat
kepada penerima manfaatnya," jelasnya.
Saya berharap dalam forum
ini ada suatu rekomendasi yang dapat dirumuskan sehingga gagasan
konstruktif zakat lebih bermakna. Lazismu dan Baznas, menurutnya
sama-sama melakukan hal ini. "Tujuannya agar nilai tambah zakat
mampu mendeskripsikan manfaat zakat dengan gamblang melalui alat ukur
keberhasilan pemberdayaan zakat dengan pendekatan social return of investment (SROI)," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Lazismu, Hilman Latief,
mengatakan, apa yang disajikan dalam forum ini tentu suatu bentuk
inovasi sosial zakat. Zakat sebagai investasi sosial dalam konteks
pemberdayaan dapat mendorong pencapaian SDGs.
Menurut Hilman
Latief, ada dua model orientasi dalam praktik zakat saat ini. Pertama
aktivitas ekonomi berbasis sosial keagamaan, kedua, aktivitas sosial
keagamaan berbasis ekonomi. "Kedua model ini harus ditentukan mana yang
menjadi inti gerakan zakat," papar peneliti filantropi Islam ini.
Maka untuk menjabarkannya, bagaimana lembaga amil zakat dapat
menempatkan konsep inovasi dalam dua cara pandang tersebut. Dalam
paparannya Hilman menawarkan gagasan green zakat di tengah perkembangan industri keuangan yang inklusif.
Dalam
situasi tertentu, inovasi zakat masih memiliki keterbatasan. "Selama
ini isu pendidikan, kesehatan, dakwak-sosial, ekonomi dan lainnya masih
dapat disentuh pemberdayaan zakat. Tapi ada hal lain yang masih belum
tergarap oleh lembaga amil zakat yakni bagaimana zakat mampu mengemas
isu lingkungan sebagai program zakat yang inovatif," pungkasnya.
Langkah selanjutnya, lanjut Hilman, bagaimana merumuskan konsep investasi sosial (social investment)
oleh lembaga zakat. Artinya, papar Hilman, harus dikonsepsikan juga
bagaimana mengomunikasikan konsepnya kepada mitra strategis lembaga amil
zakat. "Karena itu, memproyeksikan green zakat menjadi penting untuk memaknai kesejahteraan berkelanjutan," tandasnya.
Sementara
itu, anggota Baznas, Nana Mintarti mengulas zakat sebagai media
perubahan sosial. Menurutnya, zakat sebagai media melakukan perubahan
sosial keberadaannya ada dalam sektor keuangan (moneter), di sisi lain juga berada dalam sektor riil (bisnis dan perdagangan).
Pada
kesempatan lain, lembaga-lembaga lain di luar lembaga amil zakat terus
memantau bagaimana perkembangan sektor keuangan syariah, dan apa
irisannya dengan zakat, infak dan sedekah. "Sampai saat ini, pertumbuhan
zakat terus meningkat, optimis, dengan kata lain potensi zakat masih
besar (market share)," paparnya.
Adapun tantangannya, sambung Nana Mintarti, bagaimana zakat pada aspek pemberdayaannya mampu melakukan transformasi sosial. Jika penyaluran zakat meningkat, maka pengaruhnya zakat juga dapat meningkatkan konsumsi kebutuhan pokok (basic needs), tambahnya.
Dalam
konteks ini, ada agregat dalam aspek ekonomi makro yang pengaruhnya juga
signifikan sejalan dengan capaian SDGs yang dalam kontribusinya saling
memengaruhi sehingga para pihak yang berkepentingan (stakeholders) saling melihat untuk memaknai kesejahteraan dan spiritualitas.
Langkah
tersebut pastinya dapat meninjau ulang pemberdayaan zakat berdasarkan
legalitas agar sesuai tujuannnya untuk meningkatkan kebermanfaatan.
Dalam Islam tujuan zakat sejalan dengan maqosid syari'yah karena di dalamnya selain menjaga harta, jiwa dan lainnya juga mencakup kepentingan sosial (social interest).
Ilustrasinya
adalah apakah makan dan minumnya berkualitas? Hal ini sangat
ditentukan oleh kebutuhan manusia yang pada dasarnya tidak sekedar
menilai kebutuhan melainkan bagaimana paradigma pemberdayaan zakat dapat
menciptakan kebutuhan dan kesejahteraan.
Dalam melengkapi ulasan tersebut, perwakilan dari SROI Network
Indonesia, Rini Suprihartanti, mengutarakan wacana pengembangan SROI
Network Indonesia dirintis sejak 2014. Beberapa komunitas mitra
pendirinya adalah praktisi berpengalaman, peneliti dan pegiat
program-program investasi sosial.
Konsep SROI dalam ekosistem
lembaga amil zakat dari waktu ke waktu terus dikembangkan, termasuk oleh
lembaga pemberdayaan nirlaba seperti NGO misalnya. "Bagi lembaga amil
zakat, SROI bertujuan untuk memastikan target sasaran yang tepat, apakah
program penyaluran dan pendayagunaan zakat berjalan dengan kualitas dan
kuantitas yang baik," jelasnya.
Yang menarik, sebagai bagian dari inovasi zakat, SROI akan masuk
dalam belantara fikih zakat secara holistik dan integral. Kata kuncinya
untuk mewujudkan nilai manfaat program pemberdayaan zakat dalam segenap
aspek manfaat bagi ekosistem zakat.
SROI sebagai kerangka sudut
pandang berupaya mengukur, mengevaluasi, dan mengoptimalkan neraca
sosial-ekonomi dalam membantu capaian kinerja pemberdayaan dan
penyaluran zakat dari sisi finansial yang dampaknya begitu luas bagi
seluruh stakeholders. (na)
Simak juga ulasan ini di KOMPASIANA.
0 comments:
Post a Comment
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?