Bencana
dapat menimpa siapa saja, kapan pun dan di mana pun. Indonesia salah satunya
sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap peristiwa bencana. Gempa bumi,
banjir, longsor, kebakaran, dan bencana kemanusiaan pernah terjadi di negeri
ini.
Berkenaan
dengan hal itu, cara pandang masyarakat terhadap bencana juga menjadi perhatian
penting bagaimana upaya penanggulangan bencana yang secara langsung bersentuhan
dengan kearifan lokal (local wisdom)
dalam melakukan tanggap darurat hingga rehabilitasi.
Padahal
ada hal penting lainnya yang perlu diungkap yaitu bagaimana menghadapi
peristiwa bencana yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dengan kesiapsiagaan.
Persoalan tentang cara pandang terhadap bencana ini dikupas dalam buku Fikih
Kebencanaan yang diluncurkan di Jakarta, Rabu (1/7/2015) di Auditorium Gedung
Pusat Dakwah Muhammadiyah, yang didukung penuh Lazismu.
Menurut
Ketua LPB Muhammadiyah, Budi Setiawan, bencana dalam kenyataannya hadir di saat
masyarakat tidak siap menghadapinya. “Sebagai peristiwa nyata, bencana
sesungguhya dapat di respon dengan siap siaga,” katanya. Disini sebetulnya arti
penting pendidikan bencana. “Masyarakat akan sadar dan tahu akan bahayanya,
maka ia akan menghindari,” jelasnya.
Tapi
kenyantaannya ada pengalaman berbeda. Sebagian masyarakat kita langsung
merespon, bencana itu hukuman dan kututkan Tuhan. Atau bencana itu dapat
dihindari dengan laku spiritual khusus. Budi menceritakan, saat erupsi gunung
Merapi terjadi, Mbah Marijan tetap ada di sana sebagai juru kunci, padahal
sudah diperingatkan untuk segara menghindar.
“Lagi-lagi
kearifan lokal berbicara lain (local
wisdom), maka melihat kenyataan ini, Budi mengatakan, seharusnya dengan
pendidikan bencana kearifan lokal dapat direspon bersama masyarakat dengan
pendekatan kesiapsiagaan bencana, tambahnya.
Sementara
itu, Ustadi Hamzah dari Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, mengatakan,
buku ini dengan rinci menjelaskan apa itu bencana dan musibah. “Penjelasannya
pun diuraikan dengan tema terkait yang mudah dipahami sehingga pembaca
menangkap pesan inti di dalamnya,” papar Ustadi. Karena bencana bertalian
dengan tema-tema penting al-Qur’an dan Hadis yang mengupas soal kerusakan bumi,
azab, siksa, musibah dan bala’, tuturnya mencontohkan. Di buku ini juga dikupas
bagaimana argumentasi fikih menjalaskan dana zakat untuk membantu korban
bencana, tambahnya.
Dalam
kesempatan yang sama, Wakil Ketua LPB Muhammadiyah, Rahmawati Husein,
mengatakan, Fikih Kebencanaan merupakan sejenis panduan keagamaan pertama kali
di dunia perihal fikih dan kebencanaan. Bahkan dengan sangat menghormati
hak-hak manusia yang tertimpa musibah, “Buku ini hadir mengupas dengan gamblang
bagaimana tindakan praktis penanggulangan bencana dengan sentuhan keagamaan,”
ungkapnya. (n-a)
0 comments:
Post a Comment
Apa Tanggapan Anda? Atau Ada Ide lain yang mencerahkan?