Showing posts with label Sosial. Show all posts
Showing posts with label Sosial. Show all posts

July 18, 2016

Mudik: Solipsisme dan Rejeki Kaum Pinggiran

Satu hal penting yang perlu didedahkan di Lebaran tahun ini adalah persoalan mudik yang tidak bisa dipisahkan dari tradisi umat Islam di Indonesia. Mudik ibarat opor ayam yang selalu disiapkan menjelang Idul Fitri. Lebaran tanpa opor ayam terasa tidak lengkap. Begitu juga dengan mudik, Lebaran tanpa pulang ke kampung halaman seperti kehilangan kebahagiaan yang mengisi jiwa.

Tak dinyana, mudik tahun ini sungguh memilukan. Para pihak yang memiliki otoritas untuk bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kenyamanan mudik dipertanyakan. Dari persoalan infrastruktur, manajemen transportasi, kelaikan sarana dan prasarana saat mudik dikeluhkan para pemudik. Pastinya, jalur darat, udara, dan laut memiliki persoalan yang berbeda, kendati substansinya sama, yaitu pulang ke kampung halaman. 

Dalam mudik, misalnya, rekayasa jalur mudik sudah tentu telah dipersiapkan sebelumnya untuk mengurangi risiko yang terjadi. Koordinasi antar pihak (stakeholders) adalah keniscayaan. Jalur mudik disiapkan dengan berbagai macam alternatif jalan untuk menuju ke kampung halaman. Namun, rekayasa itu tak berjalan sebagaimana mestinya.

Kemacetan yang panjang di saat mudik tidak dapat dihindarkan. Dari sisi waktu dan ekonomi, pemborosan mengalir tanpa disadari. Sepanjang jalan tol, misalnya, sampah menumpuk dan berserakan. Saling potong jalan antar pengendara ketika mudik menghiasi perjalanan mudik tahun ini, sungguh melelahkan. 

Bahkan mudik tahun ini telah banyak memakan korban, karena letih dan tak sanggup menghadapi lamanya perjalanan mudik. Bagi pemudik, suasana yang dialaminya suatu kekecewaan yang harus tidak harus diterima apa adanya. Tidak mampu berbuat banyak, karena mudik baginya ada pilihan. Pilihan untuk kembali menuju asal muasal dari mana jati dirinya berasal. 

Rezeki Desa
Bagi orang Jakarta dan sekitarnya, mudik adalah persoalan. Hanya saja bagi orang desa yang terpinggirkan secara sosial-ekonomi, jalur mudik adalah rezeki yang tak terduga. Rasa lapar tidak memandang latar belakang seseorang, mereka yang menggunakan angkutan umum, mobil pribadi, kendaraan bermotor tidak mampu menunda rasa lapar. Meski rumah makan bergengsi tidak dapat ditemui, nasi bungkus dengan lauk khas desa menjadi pilihan yang sulit untuk dihindari. 

Jika tidak makan, pasti perut terasa lapar. Sementara puasa penuh tak mampu dilanjutkan. Minuman segar menggoda pemudik untuk melepas dahaga. Dalam kondisi lain, untuk urusan buang air kecil dan buang air besar menjadi persoalan dilematis. Panas, lapar, dan mules saat berada di jalur mudik yang minim sarana prasarana adalah menyebalkan bagi sebagian orang yang tak tahan dengan urusan jalan depan dan jalan belakang. 

Pemudik tak dapat menemukan toilet yang laik. Sepanjang jalan tol menuju Brebes, misalnya, hamparan sawah adalah pilihan untuk segera menggugurkan kewajiban ini. Tidak ada kran putar, apalagi toilet, yang ada hanya bilik bambu yang dikelilingi potongan karung bekas sebagai penutupnya. Sekali lagi, ini rezeki orang desa. Orang kota tak punya pilihan. Kendati malu, apa boleh buat, hajat harus dituntaskan di tempat seadanya. 

Belum lagi warung-warung dadakan pinggir jalan sepanjang Margasari sampai Prupuk, Tegal. Nilai ekonomi tahunan didulang orang-orang desa untuk mengantongi pundi-pundi rezeki. Rumah penduduk disulap secepat mungkin untuk menyedikan fasilitas toilet umum. Lagi-lagi orang kota tak punya pilihan. Ekonomi berbagi mengalir saat mudik. 

Bagi saya, sikap yang ditunjukkan orang-orang desa sepanjang jalur mudik adalah etika berbagi menolong orang-orang kota yang tak siap mengurangi risiko mudik ketika negara gagal melakukan perlindungan. Padahal setiap tahun, mereka mudik dan merasakan perjalanan jauh yang harus ditempuh. 

Sepertinya, pengalaman itu tak disadari, peristiwa-peristiwa pilu saat mudik selalu diulang-ulang dan dinikmati. Sejatinya pengalaman-pengalaman mudik sebagai pembelajaran serta pengetahuan perlu disimpan untuk menghadapi perjalanan mudik di tahun berikutnya. 
 
Solipsisme Mudik 
Mudik sebagai tradisi merupakan khazanah budaya yang perlu dilestarikan. Hanya saja, dalam kondisi berbeda mudik mewarnai pemikiran modern yang “dipaksakan” memiliki relevansi dengan spiritualitas. Pandangan ini mewujud sejalan dengan spiritualitas Ramadhan sebulan penuh yang ditutup dengan Idul Fitri. 

Idul Fitri menjadi satu istilah bahkan terkonsep secara teologis yang diiringi laku ritual mudik. Mudik secara bahasa kembali ke kampung asal. Tempat awal mula dilahirkan dan dibesarkan hingga hijrah ke kota mengadu nasib untuk hidup sukses. Spiritualitas mengental dalam menyambut hari raya yang berkelindan dengan kesadaran diri dan merefleksikan dari mana jati diri ini berasal. 

Namun dalam perjalanannya mudik hanya sebatas tradisi. Makna terdalam di baliknya yang sejalan dengan elan vital kembali ke fitrah baru sebatas merayakan hari raya. Meminjam istilah budayawan Cak Nun, kita baru bisa merayakan atau ber-Hari Raya. Belum mampu untuk masuk pada wilayah ber-Idul Fitri. Karena itu, baru sebatas merayakan, maka yang ada hanya nafsu dan kenikmatan. 

Secara psikologis kondisi itu berada dalam suatu pandangan yang merujuk diri sendiri. Tidak ada yang lebih penting ketimbang kenikmatan diri sendiri yang diperoleh secara indrawi. Dengan kata lain, kondisi psikologis ini disebut dengan solipsisme. Suatu paham yang menggambarkan kesadaran diri yang terpisah dari realitas serta pengalaman. 

Selain itu, alih-alih ingin mendapat berkah teologis, yang terjadi justru menenggelamkan jiwa transendental yang selalu berinteraksi dengan Tuhan sebagai Maha Pemberi Bentuk. Alhasil, terperangkap dalam dunianya sendiri, terasing, karena hanya mendahului kepentingan sendiri. Perangkap solipsisme telah memisahkan kesadaran diri dengan realitas dan pengalaman. 

Adalah kontradiksi jika kesadaran dan pengalaman mudik di tahun-tahun yang lalu dan memilukan terulang kembali dengan cerita pilu yang sama. Sejatinya kesadaran diri itu mampu menyaring pengalaman-pengalaman mudik yang tak nyaman menjadi pengalaman mudik yang manusiawi. Konstruksi mental kita telanjur tertanam cogito Cartesian, Aku Mudik Maka Aku Ada

Seraya memindai akal budi namun menerima pengalaman empiris tanpa menyandingkan dan menolak suatu kemungkinan pengetahuan berkenaan dengan mudik yang lebih aman dan nyaman. Nafsu untuk pulang kampung terwujud dengan semrawut yang mengandalkan fenomena mudik sebagai gaya hidup ketimbang tradisi dan budaya tinggi yang luhur.

Dengan demikian, saatnya kita berkaca, apakah pengalaman mudik yang memilukan ini akan kita hadapi dan rasakan kembali di tahun depan. Idul Fitri setiap tahun akan kembali dan datang menyapa, tapi tidak dengan kita, tidak menutup kemungkinan jiwa kita akan berpisah dari raga yang belum tentu dapat berpuasa dan mudik di tahun yang berikutnya. Wallahu ‘alam 

Note: Tulisan ini dimuat di GeoTimes, 10 Juli 2016
Read More …

March 23, 2016

Jejaring Sosial Online Pasca Homo Homini Socius


http://wearesocial.sg.
Homo Homini Socius. Kalimat berbahasa latin ini di era digital juga menjadi kalimat yang mengalami transformasi secara istilah dalam aspek ruang dan waktu. Secara populer, kita mengenalnya social media atau jejaring sosial yang telah disiapkan oleh produsennya dalam bentuk social media platform.  

Istilah ini merujuk pada suatu interaksi dalam suatu lingkungan sosial baik skala kecil maupun dalam ruang lingkup yang lebih luas. Seperti diketahui jejaring sosial online adalah bentuk komunikasi virtual yang penggunaannya digandrungi masyarakat dunia melalui kekuatan teknologi informasi .

Pada Januari 2014, Simon Kemp, praktisi sosial media yang berada di Singapura, mengatakan, setiap tahun para pengguna jejaring sosial di dunia mengalami pertumbuhan yang menakjubkan. “Hal ini sejalan dengan perkembangan inovasi media digital, kehumasan (public relation) dan kecakapan marketing,” tuturnya  dalam sebuah laman resmi agen pemasaran dan kehumasan jejaring sosial online bernama http://wearesocial.sg.   

Read More …

March 2, 2016

Komunitas dan Teras Filantropi


Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), demikian Aristoteles mengatakan. Identitas ini yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain karena adanya interaksi rasional (homo homini socius). Sejalan dengan premis logika bahwa sebagian bagian dari keseluruhan. Individu bagian dari suatu komunitas. Realitas ini ada dalam kehidupan kita yang tak terbantahkan (niscaya).

Hal ini pula yang menandakan jika Google dengan segala bentuk piranti onlinenya menjalin hubungan mutualisme. Ada interaksi virtual saling memberi dan menerima antara Google dan penggunanya. Entah berapa banyak jumlah komunitas yang melakukan aktivasi dengan layanan mesin pencari handal ini dan menghasilkan benefit yang fantastis. 
Read More …

December 1, 2015

Sekuntum Bunga “Hikmah” Untuk Ke-Indonesiaan




Seminggu yang lalu, saya bertemu pengamat gerakan radikal, di bilangan Senayan, Jakarta. Cuaca hari itu memang tidak bersahabat. Hujan kecil sempat singgah dan jatuh di beberapa titik ibukota jelang sore kala itu. Di sisi kiri jalan Asia-Afrika, persis di samping restoran cepat saji, kuda besi ku parkirkan persis di perempatan yang tak jauh dari lampu pengatur lalu lintas.

Yang ku cari di pusat perbelanjaan itu hanya sebuah café, sebuah tempat untuk saling sapa dan belajar bersama. Secangkir kopi pahit dan segelas jus segar, menemani kami selama satu jam lebih. Kursi dan meja klasik, serta pagar kayu berwarna hitam gelap dekat jendela menyuguhkan suasana cair di cuaca yang muram.

Singkat cerita, obrolan ringan kami bermuara pada suatu irisan tentang ke-Indonesiaan. Ya, nusantara yang sekarang ini dilanda kegaduhan di setiap lini kehidupannya. Di saat negara ini sedang berbenah diri, ada saja peristiwa-peristiwa pahit yang mengemuka. Belum lagi wajah politik kita yang bopeng senantiasa bertalian dengan isu agama yang pada akhirnya merupakan bagian dari sentiment politik yang tidak mau beranjak pulih dari kenyataan politik yang pelik.

Read More …

August 1, 2015

MPM dan LAZISMU Tanam Padi Ramah Lingkungan Di Maros



Majelis Pemberdayan Masyarakat (MPM) Muhammadiyah yang didukung penuh Lazismu menggelar tanam bibit padi ramah lingkungan jenis varietas Inpari Sidenuk di Bonto Jolong, Kecamatan Turikale, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan sebagai rangkaian dari Gebyar Muktamar Muhammadiyah ke-47 yang akan berlangsung 3-7 Agustus.

Muhammadiyah Nurul Yamin, Wakil Ketua MPM mengatakan, kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak. “Terutama Kabupaten Maros, PDM Kabupaten MAROS, Panin Bank Syariah, Muhammadiyah dan mitra strategis kami LAZISMU yang senantiasa bergerak dalam dakwah,” katanya (31/8/2015).

Tanam padi ramah lingkungan ini adalah jawaban terhadap ironi bangsa terhadap dunia pertanian yang dikenal sebagai bangsa gemah ripah lohjinawi. “Tapi persoalan pangan di negeri ini menjadi problem serius,” tambahnya sebelum prosesi penanaman. MPM sejak 10 tahun terakhir berupaya menggelorakan jihad kedaulatan pangan. “Ada dua strategi yang kami kembnagkan di sini, strategi pertama On Farming, yaitu  bagaimana teknologi pangan dapat menopang cara bertani yang akan kita lakukakan dengn spirit berkemajuan sehingga dapat dikembangkan,” jelasnya. 
Read More …

July 2, 2015

Azab itu Bencana, Fikih Bencana Meluruskannya



Bencana dapat menimpa siapa saja, kapan pun dan di mana pun. Indonesia salah satunya sebagai negara kepulauan yang rentan terhadap peristiwa bencana. Gempa bumi, banjir, longsor, kebakaran, dan bencana kemanusiaan pernah terjadi di negeri ini.

Berkenaan dengan hal itu, cara pandang masyarakat terhadap bencana juga menjadi perhatian penting bagaimana upaya penanggulangan bencana yang secara langsung bersentuhan dengan kearifan lokal (local wisdom) dalam melakukan tanggap darurat hingga rehabilitasi.

Padahal ada hal penting lainnya yang perlu diungkap yaitu bagaimana menghadapi peristiwa bencana yang tidak dapat diprediksi sebelumnya dengan kesiapsiagaan. Persoalan tentang cara pandang terhadap bencana ini dikupas dalam buku Fikih Kebencanaan yang diluncurkan di Jakarta, Rabu (1/7/2015) di Auditorium Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, yang didukung penuh Lazismu.
Read More …

May 11, 2015

“Tak Bernama”, Tapi Tentukan Kecepatan Respon Gempa Nepal



Tiga malam berlalu pasca-kejadian gempa dahsyat itu. Para relawan Muhammadiyah Aid membaca situasi yang sebelumnya nol dalam pikiran mereka. Sama persis dengan relawan-relawan yang lain. Mereka tak mengenal siapa lelaki itu, siapa wanita paruh baya di dekat rumah yang hancur? Dan mereka juga tak mengenal gadis kecil, dan anak-anak tak berorangtua di kota itu. Gempa yang meluluhlantakan Nepal tidak hanya melukiskan nestapa bagi Raju, Captain Big Yan, Upendra, Farooq, Muhammad, para sopir yang tidak kenal lelah, perawat dan dokter di Kantipur serta orang-orang yang tidak bernama.  

Nestapa yang dialami mereka yang tak bernama membuka pesan komunikasi yang di dalamnya ada setangkup asa dalam aktivitas relawan. Hatta, dalam setiap bencana, hanya orang lokal tak bernama yang memberikan kontribusi penting dalam menentukan kecepatan respon, ketepatan dalam menentukan lokasi serta dukungan terhadap berbagai aktivitas. Mereka yang paling tahu kondisi, sistem sosial dan politik serta bahasa dan budaya daerahnya. 
Read More …

April 29, 2015

Muhammadiyah Aid, Kirim Tim Medis dan Bantuan Kemanusiaan Ke Nepal



Muhammadiyah Aid kembali mengirimkan tim medis ke luar negeri pasca-peristiwa gempa bumi di Nepal. Demikian pesan daring, Sekretaris MDMC, Arif Nurkholis, yang diteruskan sampai ke email penulis. Tim medis yang akan diberangkatkan, terdiri dari, Dokter Spesialis Ortopedi dan Spesialis Anestesi serta Perawat Anestesi Muhammadiyah. Mereka bertolak ke Nepal sebagai bagian delegasi Indonesia untuk bantuan kemanusiaan korban Gempa Bumi. Tim yang dibentuk otoritas penganggulangan bencana ini akan menjadi tim Indonesia pertama, dari berbagai unsur, termasuk Tim Kesehatan TNI dengan perlengkapan rumah sakit bedah lapangan.

Misi Muhammadiyah kali ini merupakan bagian dari program Muhammadiyah Aid yang digagas bersama oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) dengan LAZISMU, sebagai program misi kemanusiaan ke luar negeri. Para personil yang terlibat pada misi kali ini, dr. Indra Giri Sp.An dari RS Islam Jakarta Pondok Kopi, dr. Meiky Fredianto dari RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta dan Noor Kunto Aribowo dari RS PKU Muhammadiyah Bantul. Tim bertolak dari Bandara Halim Perdanakusuma siang ini setelah berkoordinasi di Graha BNPB, Jakarta.

Read More …

Padi Menguning, Petani Bahagia (Bagian Akhir)



Anang hanya terdiam saat orang mencemoohnya, dia tetap melanjutkan merawat padi bersama petani lainnya yang sejalan dengan ide organik. Perlu kesabaran untuk melihat hasil akhirnya nanti. Anang berharap, bekal ilmu yang didapatnya serta hasil yang diperolehnya nanti tidaklah ada dengan instan. “Perlu proses panjang untuk mendapatkan hasil yang diimpikan,” katanya. Lihat saja nanti, bagaimana hasilnyanya kelak, fakta yang akan membuktikan, kenangnya kepada kami bercerita.

Saat panen tiba, Anang baru bernapas lega, jerih payahnya bersama petani-petani lainnya tidak sia-sia. Hasilnya memuaskan, tidak boros dalam produksinya. Kualitas berasnya juga tidak seperti beras lainnya, lebih bagus, ujarnya. Benar adanya. Sejalan dengan peribahasa lama, “Barang siapa menanam, pastia dia akan mengetam” Kegundahannya selama ini, terjawab sudah. Bersama petani lainnya, Anang begitu bahagia, apalagi panen raya ini dikunjungi oleh Syaiful Illah, Bupati terpilih Sidoarjo dan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
Read More …

Padi Menguning, Petani Bahagia (Bagian 1)



Padi di Sawah, di Dusun Ciro, Desa Bakung, Tumenggungan, Balongbendo, Sidoarjo, Jawa Timur, itu sudah siap diketam para petani. Ada empat petak sawah dengan padi semakin menguning yang siap di panen. Spanduk dan banner berkibar di pematang sawah, di sisi kanan ada lapangan luas berukuran lapangan sepak bola lengkap dengan tenda, panggung, bazar makanan khas tradisional dan kursi-kursi untuk menyambut panen raya.

Di sisi jalan utama antar kota antar provinsi, tepat di pintu masuk utama menuju Dusun Ciro, spanduk selamat datang serta baliho bertulis Tani bangkit, Aksi Bersama Untuk Ketahanan Pangan, terpasang mengabarkan panen raya ini. Lahan parkir tersedia di dekat pabrik batu bata yang sudah dua tahun tak beroperasi, untuk warga yang menyaksikan.

Di dusun inilah para petani binaan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah dan LAZISMU menggelar panen raya. Kamis, 23 April 2015, perhelatan akbar panen raya di Kabupaten Sidoarjo, digelar selepas dzuhur hingga sore hari. Semula yang hadir, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Timur. Karena berhalangan, Syaiful Illah selaku Bupati Sidoarjo datang bersama Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin beserta tokoh lainnya di dusun itu.
Read More …

April 8, 2015

Berbagi Kepada Indonesia Timur (Bagian Akhir)

Dalam kesempatan itu, perjalanan dilanjutkan ke Ambon. Ada pemandangan yang tak biasa di Ambon bagi Lazismu dan MPM. Tradisi tutur masyarakat di sana terlihat unik, kebiasaan mereka bercerita sesama warga selalu dilakukan di warung-warung sambil menikmati secangkir kopi panas. Di warung ini, cerita politik, sosial dan ekonomi menjadi warna tersendiri dalam keseharian mereka.

Dalam warnanya yang khas itu, kita juga singgah di kediaman pimpinan Muhammadiyah setempat, di Tulehu, Ambon. Di sana pula aktivasi pemberdayaan masyarakat dilakukan dalam pusdiklat pertanian terpadu. Menurut sumber informasi yang kuat, lahan Pusdiklat itu milik mantan rektor Universitas Patimura. Lahan tersebut, tadinya tanah non-produktif, kemudian dipercayakan kepada Muhammadiyah untuk digarap dan diberdayakan warga.

Belum cukup dengan lahan pusdiklat, ternyata sisa persoalan masih mengganjal saat itu. Masalahnya ketersediaan air tanah untuk mengolah lahan pertanian mendapat kendala dengan kondisi tanah yang berbukit. Amat berat mengangkut air dari bawah ke atas. Adapun jika menggunakan diesel tentu menguras bahan bakar lebih besar. Asupan air ke atas semakin tidak efektif. Solusinya adalah menyediakan sumber energi alternatif untuk menopang ketersediaan air mengairi tanaman.
Read More …

April 6, 2015

Berbagi Kepada Indonesia Timur (Bagian 1)



Ada 67 suku yang mendiami Provinsi Papua Barat sebagai kekayaan budaya. Di antara suku-suku itu, Kokoda merupakan komunitas suku pribumi yang dekat dari sungai Warmon. Nama Warmon juga ditujukan pada nama desa di wilayah itu. Di samping itu, ada sebagian komunitas suku Kokoda yang hidupnya nomaden, karena cara hidup mereka masih bergantung pada alam yang kaya akan isi perut bumi.

Di antara keunikkan suku Kokoda juga tersimpan kelemahan dibalik tradisi adat istiadat mereka yang masih tradisional. Karena itu, kurangnya pemberdayaan pada suku ini, potensi alam yang melimpah tidak tergarap dengan baik sebagai sumber ekonomi. Itulah realitas suku Kokoda, yang pada 9 Februari 2015 dikunjungi LAZISMU dan Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah.    
Read More …

April 1, 2015

Romantisisme Olga dan Filantropi



Sengat terik matahari yang panas, siang itu saat melintas di sisi Banjir Kanal Timur (BKT).  Sepanjang kanal itu, sesekali air di kanal bergelembung setelah ikan sapu-sapu melompat ke permukaan air. Deru mesin motor mengantarkan anak saya dan bundanya berkeliling mengobati rindu dan penat dengan berjalan bersama. Seperti biasa rute Klender - Duren Sawit jalur alternatif selain kawasan Perumnas.

Tak dinyana, jalan-jalan siang itu saat melewati kawasan Pondok Kelapa, tak jauh dari kober sudah mulai padat. Sebelumnya tak terpikirkan sama sekali untuk melintas. Untung saja, isteri mengingatkanku berkenaan dengan berpulangnya artis komedi Olga Syahputra. Pacu sepeda motor pun terhenti, rupanya sudah terjebak macet jalan searah di depan kober, dipadati warga yang ingin menyaksikan pemakaman Olga.
Read More …

Lazismu-MPS, MoU Sekolah Teknologi Untuk Anak Dhuafa



Senin, 30 Maret 2015 telah ditandatangani nota kesepahaman bersama antara Lazismu dengan Majelis Pelayanan Sosial (MPS) PP Muhammadiyah di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta. Lazismu diwakili oleh Direktur Program Development, H. Eko Purwanto, sedangkan MPS diwakili oleh Ibnu Sani, Sekretaris. Dalam penandatanganan itu, disaksikan oleh Direktur Utama Lazismu, M. Khoirul Muttaqin, dan Ketua MPS, Sularno.


Nota kesepahaman itu merupakan rambu petunjuk kedua belah pihak untuk melakukan sinergi program di bidang filantropi, pendidikan, sosial dan pemberdayaan untuk jangka waktu 1 tahun ke depan.
Read More …

March 30, 2015

Filantropi Sains: Menumbuhkan Minat Sains pada Anak



Filantropi Sains sebagai pengembangan inovasi program diwujudkan dalam Taman Kanak-Kanak (TK) Trensains oleh Lazismu dan Pimpinan Cabang Aisyiyah Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Lazismu mendukung penuh pengembangan program nasional itu saat diresmikan pada, Ahad, 29 Maret 2015. Sebuah langkah terobosan yang diperuntukkan bagi anak-anak usia dini untuk masa yang akan datang. 

Hadir dalam peresmian itu, Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, Mathoda, Akademisi Prof. Dr. Yunan Yusuf, Direktur Bank Permata Syariah, Direktur Utama Lazismu, M. Khoirul Muttaqin, Ketua Majelis Dikdasmen PP Aisyiyah, jajaran pengurus Pimpinan Cabang Aisyiyah Ciputat Timur dan tokoh masyarakat setempat. Dalam acara tersebut juga digelar lomba mewarnai dan dongeng sains oleh Kak Awam dari Kampung Dongeng. 
Read More …

March 24, 2015

Jurnalistik Filantropi



Setelah menunggu selama 1 jam dengan secangkir kopi, Imam Prihadiyoko datang bersama adiknya, lalu duduk bersama Adi Rosadi, Nazhori Author dan Nanang Q el-Ghazal dari pegiat filantropi. Sejenak melepas penat, dan seketika itu obrolan panjang bermula. “Berbagi dan komunitas menjadi topik menarik,” kata Imam mengawali saat secangkir teh hangat ada dihadapannya dari tangan pramusaji.

Bersamaan dengan itu, Imam bercerita tentang Muhammadiyah sejauh yang ia ketahui selama menekuni surat kabar di Batavia. Muhammadiyah  telah menyita perhatiannya sebagai pewarta, dari sana pula Imam mengikuti perkembangan Muhammadiyah dari gerakan pemikiran, ekonomi, pendidikan, dakwah, budaya dan filantropi. 

Read More …

January 28, 2015

Charlie Hebdo, Tersandung Perkara Karikatur Satire


 ”Freedom of Speech and Expression is Not Without Limit?”


Pasca-penyerangan kantor redaksi majalah Charlie Hebdo, pemerintah Perancis mengumumkan darurat keamanan. Pihak kepolisian diinstruksikan untuk siaga tingkat tinggi mengamankan fasilitas umum, pusat perbelanjaan, kantor-kantor media dan tempat lainnya.

Peristiwa terjadi saat majalah menampilkan kartun satire yang memicu kemarahan. Digambarkan majalah itu menghina Nabi Muhammad di halaman sampulnya. Seperti dikutip laman Times, Jumat (9/1) umat Muslim Perancis murka karena surat kabar itu menampilkan kartun sosok Nabi Muhammad SAW. Kartun itu dinilai sudah kelewat batas.

Dikabarkan 12 awak redaksi ditembak saat rapat redaksi. Stephane Charbonnier, sebagai pimpinan redaksi serta tiga kartunis “nakal“, Jean Cabut, Bernad Velhac, dan Georges Wolinski terkapar meregang nyawa ditangan 2 pria bertopeng hitam lengkap dengan senapan laras panjang. 

Read More …

December 11, 2014

Selokan Itu Sumber Rejeki



Berjumlah 6 orang, usia mereka relatif muda, tetapi keuletan untuk berikhtiar masih tersimpan dalam kesehariannya untuk bertahan hidup. Tak seperti kebanyakan orang pada umumnya, yang bekerja ditempat layak, bersih dan berpenampilan necis. Enam orang tersebut klop menelusuri lorong gang satu ke lorong gang lain. Yang dituju bukan rumah ke rumah untuk meminta-minta atau mengamen. Namun, selokan air yang ada disepanjang depan rumah pemukiman padat. Tak hanya selokan di sisi kiri, selokan di sisi kanan tak luput dari pencarian mereka.

Siang itu, panas matahari menyengat tubuh pemuda yang berada dalam selokan. Peluh membasahi baju yang menutupi badannya. Setiap jengkal selokan yang kotor dan bau itu dikaisnya mencari sesuatu yang bernilai ekonomi. Hanya berbekal magnet dan sebilah kayu para pemuda itu terus mencari. Kantong tas lusuh selalu berada disampingnnya untuk memasukan benda-benda yang mereka temukan dari selokan yang airnya mengalir bercampur limbah rumah tangga.

Read More …

December 5, 2014

Pedagogi Filantropi: Tuas Pengungkit Kesadaran Berbagi



Jangan pernah ragu untuk berbagi. Yakinlah bahwa berbagi itu kidung cinta yang menjelma dalam setiap kata yang keluar dari akal dan lubuk hati terdalam. Ia adalah simpul kesadaran yang pada saatnya akan menjadi aksi bagi insan yang mengalaminya. Filantropi adalah sebuah ajaran leluhur yang sampai saat ini dan seterusnya akan terus tumbuh dan berkembang. Ia ada dalam suatu tradisi, budaya, agama dan situasi lain yang tertanam begitu kuat.

Tak kalah penting, pemahaman mengenai ini dalam konsep kedermawanan yang sejauh ini ada dalam persepsi setiap orang bukanlah suatu yang final. Filantropi justeru akan terus berkembang dengan segenap isu yang menyertainya. Apalagi informasi tentang hal itu terus up to date terutama pada acara peluncuran (launching) hasil studi dan diskusi hangat dengan tema :“Lever for Change: Philanthropy in Select South East Asian Countries“ yang digelar lembaga yang fokus pada studi filantropi, gerakan dan penguatan masyarakat sipil (PIRAC) yang bekerja sama dengan Lien Center for Social Innovation serta Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI).

Read More …

October 16, 2014

Kantong Kosong



Dadap sebut saja begitu, Ibu muda ini disapa. Ia agak kesal sepulang dari kantor ketika anak semata wayangnya tidak mau mandi. Anaknya lebih asyik lari ke sana ke mari. Dan, sesekali anaknya merusak perabotan rumah. Dadap dan suaminya yang bernama Waru, serba salah harus berbuat apa. Ia tidak mau melukai hati anaknya yang belum mengerti tentang suatu hal apalagi sampai memvonis anaknya nakal.

“Dasar anak nakal” mungkin kita sering atau pernah mendengar kalimat itu. Sepertinya kata nakal lekat dengan anak. Sejauh itu pula kita tidak pernah berusaha mencoba untuk tahu apa yang menyebabkan anak menjadi nakal. Apakah karena memang ada yang keliru dengan pola asuh kita atau lingkungan sekitar yang memengaruhi anak menjadi nakal.


Jangan berkecil hati, anak nakal itu biasa yang tidak biasa adalah jika kata nakal itu melekat pada orang dewasa. Mengapa tidak mungkin orang dewasa bisa menjadi nakal. Banyak kok di sekeliling kita. Believe it or not. Ya…begitu kira-kira. Biasanya parfum lama tapi kemasan botolnya yang beda, begitu kata orang.


Ga percaya, lihat aja sekarang banyak partai baru kemasan lama tapi ga nakal. Justeru yang “nakal” adalah cara orang berpikir untuk memperoleh kekuasaan. Yang penting punya gerbong dan tinggal cari lokomotifnya. Demikian juga yang muda ga ketinggalan akal bagaimana merebut kekuasaan dari kaum tua dengan cara yang manis.


Ingat, tapi jangan kaya Mat Pera saking panjang akalnya berlaku culas sama orang lain. Naluri nakalnya membuat Mat Pera kreatif. Bayangin aja, beras tengik bisa disulap jadi beras wangi pandan. Kasihan ibu-ibu yang belanja ke pasar sampai rumah berasnya dimasak berubah jadi nasi bukan kacang ijo. Bisa-bisanya Mat Pera begitu, bikin dongkol orang se-kabupaten.


Lain ladang lain kumisnya, belakangan ini banyak ditemui pedagang daging yang nakal. Ga kebayang bagaimana cara menyembelih seekor Sapi yang sebelumnya diisi air segentong. Dijual dengan istilah sapi gelonggongan. Atau ulah nakal pedagang ayam yang menambah bobot ayam dengan cara dijeksi air. Sementara Mat Tiren asik merias ayam yang mati kemarin supaya sedap dipandang mata.


Air bukan sekadar dimanfaatin kaum kapitalis menjadi minuman kemasan (bayangin aje bensin naik orang-orang pada ribut tapi air kemasan naik pada anteng. Siapa yang salah berpikir coba deh dipikirin lebih mahal mana air sama bensin). Tapi air mulai digunakan untuk kemunkaran sosial. Contohnya, miras oplosan yang merenggut belasan orang di Indramayu. Akibat simbiosis mutualisme antara air dan bahan-bahan kimia yang mematikan. Tentu saja ini adalah ulah otak nakal segelintir orang yang mencari keuntungan lewat jalan pintas.


Masih banyak ulah nakal yang lain yang ga bisa dijabarin panjang lebar. Diceramahin sudah, diumumin sudah, dikasih tau sudah. Tinggal pakai tangan yang belum. Kata hadis Rasulullah bila pakai tangan tetap ga bisa yang demikian selemah-lemahnya iman. Bisa jadi ada yang salah dengan pendidikan agama dan budi pekerti di sekolah. Lagi-lagi pendidikan dijadikan kambing hitam. Apa ga ada yang lain yang lebih masuk akal dan masyarakat mengerti.


Upps....tunggu dulu, masih ada pemerintah yang punya power. Bukannya power ada di mana-mana. KPK aja bisa bongkar kasus suap Jaksa Urip dan Ratu “Artalita” Dolar. Kenapa yang lain ga bisa. Memang dilematis dan harus dimulai dari mana? Bangsa ini sudah ditakdirkan untuk mendapat cobaan. Kita semua ga tahu kapan bangsa kita dapat berdiri kokoh tanpa diintervensi bangsa lain. Atau bangsa ini seperti kantong kosong yang susah berdiri tegak.

Read More …