Showing posts with label Hikmah. Show all posts
Showing posts with label Hikmah. Show all posts

February 27, 2017

Sepotong Cokelat dan Politik "Habib"

Seorang kawan melalui pesan sosial media Facebook jelang Pilkada DKI Jakarta memposting meme politik dan cinta. Meme itu berisi pesan jika tanggal 14 Februari adalah hari kasih sayang, sementara tanggal 15 Februari 2017 adalah hari kasih suara. 

Dua peristiwa ini sama-sama ada unsur memberi. Yang pertama bisa memberi cokelat, bunga atau sesuatu lainnya yang melambangkan cinta. Sedangkan yang kedua sudah pasti dan jelas memberi suara. Lain halnya dengan yang golput, memberi tapi tidak bersuara, alias independen layaknya jomblo. 

Meminjam istilah Ibn Arabi bagi “para musafir cinta” dalam konteks pilkada, cinta pemimpin merupakan panduan untuk menuntun dan mengasah pengalaman langsung berkenaan dengan calon-calon pemimpin yang dicintainya dan dipercaya dalam membawa angin perubahan. 

Read More …

January 31, 2017

SDGs dan Visi Filantropi Berkemajuan




Memahami fakta dan kenyataan atas kemiskinan memerlukan pendekatan komprehensif. Suatu cara pandang holistik yang memungkinkan menarik titik-titik keterpisahan dan keterpilahan. Manusia tidak saja ditempatkan secara parsial dalam persoalan kemiskinan, namun secara bersama-sama turut serta berperan dengan menawarkan gagasan baru yang saling melengkapi.

Realitas kemiskinan telah menjadi bahasan aktual di seluruh dunia. Salah satunya adalah menyuarakan sistem kepemimpinan yang mampu mengatasi kemiskinan, kesenjangan dan perubahan iklim. Agenda besar pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan melalui Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) sejak tahun 2000 yang selanjutnya direvisi dalam agenda 2030 dan tertuang sebagai tujuan global melalui tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainable Development Goals/ SDGs) dengan 17 rekomendasinya menuntaskan agenda-agenda yang masih tertinggal.

Read More …

July 18, 2016

Filantropi Islam dan Kelas Menengah Virtual



Salah satu keunikan industri keuangan dan korporasi saat ini adalah meletakkan strategi digital sebagai ujung tombak komunikasi dalam mengembangkan model bisnis dengan piranti tekonologi berbasis transaksi online (payment gateway). Suka tidak suka, perusahaan harus beradaptasi dengan revolusi digital meski kendala infrastruktur dan biaya investasi terbilang tinggi.

Industri perbankan misalnya, layanan fisik melalui kantor cabang belakangan ini kian sepi pengunjung. Para nasabah memilih saluran digital karena hemat waktu dan efisien. Padahal untuk membuka kantor cabang, perusahaan perbankan membutuhkan investasi yang besar. Namun, kecanggihan teknologi informasi dan melesatnya akses internet telah memicu perubahan perilaku masyarakat (life style) dari yang konvensional ke arah digital.
Read More …

Mudik: Solipsisme dan Rejeki Kaum Pinggiran

Satu hal penting yang perlu didedahkan di Lebaran tahun ini adalah persoalan mudik yang tidak bisa dipisahkan dari tradisi umat Islam di Indonesia. Mudik ibarat opor ayam yang selalu disiapkan menjelang Idul Fitri. Lebaran tanpa opor ayam terasa tidak lengkap. Begitu juga dengan mudik, Lebaran tanpa pulang ke kampung halaman seperti kehilangan kebahagiaan yang mengisi jiwa.

Tak dinyana, mudik tahun ini sungguh memilukan. Para pihak yang memiliki otoritas untuk bertanggung jawab terhadap kelancaran dan kenyamanan mudik dipertanyakan. Dari persoalan infrastruktur, manajemen transportasi, kelaikan sarana dan prasarana saat mudik dikeluhkan para pemudik. Pastinya, jalur darat, udara, dan laut memiliki persoalan yang berbeda, kendati substansinya sama, yaitu pulang ke kampung halaman. 

Dalam mudik, misalnya, rekayasa jalur mudik sudah tentu telah dipersiapkan sebelumnya untuk mengurangi risiko yang terjadi. Koordinasi antar pihak (stakeholders) adalah keniscayaan. Jalur mudik disiapkan dengan berbagai macam alternatif jalan untuk menuju ke kampung halaman. Namun, rekayasa itu tak berjalan sebagaimana mestinya.

Kemacetan yang panjang di saat mudik tidak dapat dihindarkan. Dari sisi waktu dan ekonomi, pemborosan mengalir tanpa disadari. Sepanjang jalan tol, misalnya, sampah menumpuk dan berserakan. Saling potong jalan antar pengendara ketika mudik menghiasi perjalanan mudik tahun ini, sungguh melelahkan. 

Bahkan mudik tahun ini telah banyak memakan korban, karena letih dan tak sanggup menghadapi lamanya perjalanan mudik. Bagi pemudik, suasana yang dialaminya suatu kekecewaan yang harus tidak harus diterima apa adanya. Tidak mampu berbuat banyak, karena mudik baginya ada pilihan. Pilihan untuk kembali menuju asal muasal dari mana jati dirinya berasal. 

Rezeki Desa
Bagi orang Jakarta dan sekitarnya, mudik adalah persoalan. Hanya saja bagi orang desa yang terpinggirkan secara sosial-ekonomi, jalur mudik adalah rezeki yang tak terduga. Rasa lapar tidak memandang latar belakang seseorang, mereka yang menggunakan angkutan umum, mobil pribadi, kendaraan bermotor tidak mampu menunda rasa lapar. Meski rumah makan bergengsi tidak dapat ditemui, nasi bungkus dengan lauk khas desa menjadi pilihan yang sulit untuk dihindari. 

Jika tidak makan, pasti perut terasa lapar. Sementara puasa penuh tak mampu dilanjutkan. Minuman segar menggoda pemudik untuk melepas dahaga. Dalam kondisi lain, untuk urusan buang air kecil dan buang air besar menjadi persoalan dilematis. Panas, lapar, dan mules saat berada di jalur mudik yang minim sarana prasarana adalah menyebalkan bagi sebagian orang yang tak tahan dengan urusan jalan depan dan jalan belakang. 

Pemudik tak dapat menemukan toilet yang laik. Sepanjang jalan tol menuju Brebes, misalnya, hamparan sawah adalah pilihan untuk segera menggugurkan kewajiban ini. Tidak ada kran putar, apalagi toilet, yang ada hanya bilik bambu yang dikelilingi potongan karung bekas sebagai penutupnya. Sekali lagi, ini rezeki orang desa. Orang kota tak punya pilihan. Kendati malu, apa boleh buat, hajat harus dituntaskan di tempat seadanya. 

Belum lagi warung-warung dadakan pinggir jalan sepanjang Margasari sampai Prupuk, Tegal. Nilai ekonomi tahunan didulang orang-orang desa untuk mengantongi pundi-pundi rezeki. Rumah penduduk disulap secepat mungkin untuk menyedikan fasilitas toilet umum. Lagi-lagi orang kota tak punya pilihan. Ekonomi berbagi mengalir saat mudik. 

Bagi saya, sikap yang ditunjukkan orang-orang desa sepanjang jalur mudik adalah etika berbagi menolong orang-orang kota yang tak siap mengurangi risiko mudik ketika negara gagal melakukan perlindungan. Padahal setiap tahun, mereka mudik dan merasakan perjalanan jauh yang harus ditempuh. 

Sepertinya, pengalaman itu tak disadari, peristiwa-peristiwa pilu saat mudik selalu diulang-ulang dan dinikmati. Sejatinya pengalaman-pengalaman mudik sebagai pembelajaran serta pengetahuan perlu disimpan untuk menghadapi perjalanan mudik di tahun berikutnya. 
 
Solipsisme Mudik 
Mudik sebagai tradisi merupakan khazanah budaya yang perlu dilestarikan. Hanya saja, dalam kondisi berbeda mudik mewarnai pemikiran modern yang “dipaksakan” memiliki relevansi dengan spiritualitas. Pandangan ini mewujud sejalan dengan spiritualitas Ramadhan sebulan penuh yang ditutup dengan Idul Fitri. 

Idul Fitri menjadi satu istilah bahkan terkonsep secara teologis yang diiringi laku ritual mudik. Mudik secara bahasa kembali ke kampung asal. Tempat awal mula dilahirkan dan dibesarkan hingga hijrah ke kota mengadu nasib untuk hidup sukses. Spiritualitas mengental dalam menyambut hari raya yang berkelindan dengan kesadaran diri dan merefleksikan dari mana jati diri ini berasal. 

Namun dalam perjalanannya mudik hanya sebatas tradisi. Makna terdalam di baliknya yang sejalan dengan elan vital kembali ke fitrah baru sebatas merayakan hari raya. Meminjam istilah budayawan Cak Nun, kita baru bisa merayakan atau ber-Hari Raya. Belum mampu untuk masuk pada wilayah ber-Idul Fitri. Karena itu, baru sebatas merayakan, maka yang ada hanya nafsu dan kenikmatan. 

Secara psikologis kondisi itu berada dalam suatu pandangan yang merujuk diri sendiri. Tidak ada yang lebih penting ketimbang kenikmatan diri sendiri yang diperoleh secara indrawi. Dengan kata lain, kondisi psikologis ini disebut dengan solipsisme. Suatu paham yang menggambarkan kesadaran diri yang terpisah dari realitas serta pengalaman. 

Selain itu, alih-alih ingin mendapat berkah teologis, yang terjadi justru menenggelamkan jiwa transendental yang selalu berinteraksi dengan Tuhan sebagai Maha Pemberi Bentuk. Alhasil, terperangkap dalam dunianya sendiri, terasing, karena hanya mendahului kepentingan sendiri. Perangkap solipsisme telah memisahkan kesadaran diri dengan realitas dan pengalaman. 

Adalah kontradiksi jika kesadaran dan pengalaman mudik di tahun-tahun yang lalu dan memilukan terulang kembali dengan cerita pilu yang sama. Sejatinya kesadaran diri itu mampu menyaring pengalaman-pengalaman mudik yang tak nyaman menjadi pengalaman mudik yang manusiawi. Konstruksi mental kita telanjur tertanam cogito Cartesian, Aku Mudik Maka Aku Ada

Seraya memindai akal budi namun menerima pengalaman empiris tanpa menyandingkan dan menolak suatu kemungkinan pengetahuan berkenaan dengan mudik yang lebih aman dan nyaman. Nafsu untuk pulang kampung terwujud dengan semrawut yang mengandalkan fenomena mudik sebagai gaya hidup ketimbang tradisi dan budaya tinggi yang luhur.

Dengan demikian, saatnya kita berkaca, apakah pengalaman mudik yang memilukan ini akan kita hadapi dan rasakan kembali di tahun depan. Idul Fitri setiap tahun akan kembali dan datang menyapa, tapi tidak dengan kita, tidak menutup kemungkinan jiwa kita akan berpisah dari raga yang belum tentu dapat berpuasa dan mudik di tahun yang berikutnya. Wallahu ‘alam 

Note: Tulisan ini dimuat di GeoTimes, 10 Juli 2016
Read More …

March 2, 2016

Komunitas dan Teras Filantropi


Manusia adalah makhluk sosial (zoon politicon), demikian Aristoteles mengatakan. Identitas ini yang membedakan manusia dengan makhluk yang lain karena adanya interaksi rasional (homo homini socius). Sejalan dengan premis logika bahwa sebagian bagian dari keseluruhan. Individu bagian dari suatu komunitas. Realitas ini ada dalam kehidupan kita yang tak terbantahkan (niscaya).

Hal ini pula yang menandakan jika Google dengan segala bentuk piranti onlinenya menjalin hubungan mutualisme. Ada interaksi virtual saling memberi dan menerima antara Google dan penggunanya. Entah berapa banyak jumlah komunitas yang melakukan aktivasi dengan layanan mesin pencari handal ini dan menghasilkan benefit yang fantastis. 
Read More …

December 1, 2015

Sekuntum Bunga “Hikmah” Untuk Ke-Indonesiaan




Seminggu yang lalu, saya bertemu pengamat gerakan radikal, di bilangan Senayan, Jakarta. Cuaca hari itu memang tidak bersahabat. Hujan kecil sempat singgah dan jatuh di beberapa titik ibukota jelang sore kala itu. Di sisi kiri jalan Asia-Afrika, persis di samping restoran cepat saji, kuda besi ku parkirkan persis di perempatan yang tak jauh dari lampu pengatur lalu lintas.

Yang ku cari di pusat perbelanjaan itu hanya sebuah café, sebuah tempat untuk saling sapa dan belajar bersama. Secangkir kopi pahit dan segelas jus segar, menemani kami selama satu jam lebih. Kursi dan meja klasik, serta pagar kayu berwarna hitam gelap dekat jendela menyuguhkan suasana cair di cuaca yang muram.

Singkat cerita, obrolan ringan kami bermuara pada suatu irisan tentang ke-Indonesiaan. Ya, nusantara yang sekarang ini dilanda kegaduhan di setiap lini kehidupannya. Di saat negara ini sedang berbenah diri, ada saja peristiwa-peristiwa pahit yang mengemuka. Belum lagi wajah politik kita yang bopeng senantiasa bertalian dengan isu agama yang pada akhirnya merupakan bagian dari sentiment politik yang tidak mau beranjak pulih dari kenyataan politik yang pelik.

Read More …

October 27, 2015

Konversi Agama Menjerat Rio Dewanto



Ghazali, demikian Abah (Cok Simbara), memanggil Romy (Rio Dewanto), dalam adegan Film Bait Surau. Film bertema drama religi besutan Kuswara Sastra Permana ini memang sarat pesan spiritual. Bait Surau bercerita tentang perjalanan hidup Rio, pria mapan dan beristri yang datang ke desa nelayan. Selama di desa itu, kisah hidupnya berubah setelah pergolakan batinnya menemukan hakikat spiritual pasca peristiwa pahit yang dialami selama hidup yang bergelimang harta hingga istrinya berpulang menghadap Allah SWT.

Kepada khalayak, film ini berkisah bahwa pengalaman hidup manusia, seperti yang dialami Rio adalah jiwa rasional (insani) yang bila ditilik dalam sudut pandang psikologi agama merupakan daya akal praktis yang memicu manusia untuk memutuskan perbuatan yang layak dilaksanakan atau tidak, di sini jelas bahwa terkandung putusan etis di dalamnya.
Read More …

September 14, 2015

Berkurban Di Pelosok, Pak Kumis Hindari Jalan Beraspal



Tim development program dan fundraising Lazismu, menyiapkan agenda terdekatnya. Idul Adha kali ini (1436 H), kata mereka, tema besar yang diusung Qurban Bersama untuk Sesama. Setelah berdiskusi dengan jejaring, tujuan program nasional ini adalah ingin memfasilitasi kaum muslim dalam menunaikan ibadah qurban melalui pelayanan dan program distribusi qurban yang mampu memberi nilai tambah (add value) dan pengalaman baru bagi masyarakat dan setiap pequrban.

Selain itu, sasaran program qurban membidik wilayah, kawasan atau daerah di mana untuk distribusi hewan qurbannya masyarakat yang membutuhkan, khususnya di daerah pelosok, pinggiran, kawasan kumuh dan kantong-kantong kemiskinan. Bagi Lazismu dan jejaringnya, sasaran ini karib disebut Qurban Pak Kumis.

Qurban Pak Kumis adalah nama cikal yang dipilih dengan maksud dapat diingat dengan mudah oleh masyarakat, khususnya umat muslim yang ingin melaksanakan qurban. Dengan kata lain, Qurban Pak Kumis merupakan ikhtiar untuk mengkomunikasikan program qurban kepada masyarakat di ruang publik. Di ruang publik itu diharapkan Qurban Pak Kumis dapat diterima oleh nalar masyarakat secara umum, terutama umat muslim.

Read More …

August 24, 2015

Etos Sains di Pesantren Darul Ihsan Sragen



Laju perkembangan pendidikan Islam di Indonesia dalam berbagai bentuk telah berlangsung lama dari pra kemerdekaan sampai sekarang. Dalam aspek penataan secara kelembagaan keberadaannya terus melakukan inovasi dan transformasi yang sesuai standar kurikulum nasional. Hal ini bisa dilihat dari tumbuh suburnya lembaga pendidikan seperti madrasah dan pesantren yang dikemas secara modern. Semangat dan spirit islam menjadi keunggulan tersendiri bagi madrasah dan pesantren di saat lembaga pendidikan (umum) berbenah diri.

Salah satu faktor dari inovasi tersebut adalah adanya tantangan di lingkungan umat Islam sehingga ikhtiar untuk bertahan serta bertranformasi adalah jawabannya. Menariknya, transformasi itu diikuti dengan terobosan baru untuk menggiring kembali ilmu-ilmu agama yang terkesan terpinggirkan menjadi pusat kajian yang menyita banyak perhatian kalangan. Hal ini sudah dimulai di perguruan tinggi Islam yang pada dasarnya menjadi salah satu pilihan peserta didik pasca selesai dari Madrasah Aliyah dan SMA.
Read More …

June 12, 2015

Anak dan Origami Kebahagiaan



Anak-anakmu bukanlah anak-anakmu
Mereka adalah anak-anak kehidupan yang rindu akan dirinya sendiri
Mereka terlahir melalui Engkau tapi bukan darimu
Meskipun mereka ada bersamamu tapi mereka bukan milikmu
(Kahlil Gibran)


Sebelum terbit fajar, Asfar (2) sudah bangkit dari tidurnya. Ia duduk sembari menyeka mata sebelah kanan dan kirinya dengan kedua tangannya. Jum’at pagi yang masih gelap itu tak dihiraukannnya. Matanya terbuka segar, seperti biasa udara segar ingin segera dihirupnya, namun daun jendela dan pintu masih tertutup rapat.

Ayah, demikian ia menyapaku. Tangannya yang lembut meraih tanganku. Ia ingin segera pintu itu dibuka. Sebelum kakinya melangkah keluar, bunda meraihnya, pelukan sayang dan kecupan singgah untuk Asfar. Selamat ulang tahun Asfar, semoga jadi anak yang soleh, pandai, dan berbakti kepada orangtua, kata bunda bersyukur dihari kelahiran Asfar, 12 Juni ini. Saya pun mengucapkan selamat kepadanya, dan berdoa agar Asfar mendapat hidayah dari Allah swt, sehat dan menjadi anak yang cerdas.

Asfar begitu bahagia meski belum mengerti. Tapi senyumnya terus membuncah. Ayah dan bunda bahagia di pagi ini. Semua itu tanpa lilin dan kue tar layaknya orang yang berulang tahun. Asfar tidak mendapatkan kado, ia hanya mendapatkan bingkisan substansi cinta dari ayah dan bunda. Kami sengaja tidak memberinya kejutan. Seminggu yang lalu kejutan itu sudah diperoleh Asfar berupa sepeda roda tiga baru yang sederhana. 
Read More …

April 13, 2015

Trensains, Sebuah Filantropi Berkelanjutan




Beragama tanpa akal ibarat berjalan tanpa kaki. Adagium ini telah membuka perspektif bahwa beragama tidak cukup dengan ayat atau hadis, namun bagaimana sumber-sumber otoritatif umat Islam ini dapat dimaknai dengan akal sehingga mampu mengasah akal dan bukan menumpulkan akal. Manusia diciptakan sebagai makhluk hidup untuk berfikir (tafakur) tentang alam dan seluruh isinya.

Perspektif tersebut sesungguhnya termanifestasi dalam sebuah buku yang berjudul Ayat-Ayat Semesta (2008). Penulis buku ini, Agus Purwanto seorang pakar Fisika Teoritis lulusan Universitas Hiroshima, Jepang dengan lugas mengatakan bahwa di dalam al-Qur’an ternyata banyak mengandung ilmu pengetahuan yang mengupas soal waktu dan ruang, matahari, bulan, bumi, komposisi kimia dalam tubuh manusia, air, dan lain sebagainya. 

Read More …

March 30, 2015

Filantropi Sains: Menumbuhkan Minat Sains pada Anak



Filantropi Sains sebagai pengembangan inovasi program diwujudkan dalam Taman Kanak-Kanak (TK) Trensains oleh Lazismu dan Pimpinan Cabang Aisyiyah Ciputat Timur, Tangerang Selatan. Lazismu mendukung penuh pengembangan program nasional itu saat diresmikan pada, Ahad, 29 Maret 2015. Sebuah langkah terobosan yang diperuntukkan bagi anak-anak usia dini untuk masa yang akan datang. 

Hadir dalam peresmian itu, Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tangerang Selatan, Mathoda, Akademisi Prof. Dr. Yunan Yusuf, Direktur Bank Permata Syariah, Direktur Utama Lazismu, M. Khoirul Muttaqin, Ketua Majelis Dikdasmen PP Aisyiyah, jajaran pengurus Pimpinan Cabang Aisyiyah Ciputat Timur dan tokoh masyarakat setempat. Dalam acara tersebut juga digelar lomba mewarnai dan dongeng sains oleh Kak Awam dari Kampung Dongeng. 
Read More …

December 22, 2011

Cinta Ibu Tidak Bersyarat



Berbakti kepada orang tua dapat dianggap sebagai bagian dari tema penting bangunan pendidikan islam. Bentuknya bisa dalam sebuah peta spiritual dan peta pedagogis. Di dalamnya ada pesan kuat yang disampaikan islam bahwa berbakti kepada orang tua merupakan kekhasan nilai islam yang menyangkut hubungan manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan sang khalik yang beranjak dari nilai-nilai tauhid.

Ada dua alasan yang mendasari pesan pedagogis itu. Pertama, dari status orang tua yang digambarkan islam begitu kokoh dalam keluarga. Sehingga Islam menganjurkan berbakti kepada orang tua (birrul walidaini) sebagai bentuk memuliakan dan menghormati keduanya. Kedua, dari status anak yang diuraikan Islam menempatkan anak sebagai subjek pendidikan yang akan meneruskan kehidupan. Oleh karena itu, islam memposisikan anak yang lahir sudah siap dengan fitrah yang memiliki potensi untuk belajar menerima pendidikan.

Read More …

October 14, 2011


Pesan Qurban Pak Kumis


Umat Islam di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dalam soal penggalangan qurban. Setidaknya, terlihat dari jumlah umat Islam itu sendiri dan tingkat penghasilannya yang diperoleh selama setahun. Prospek itu tergambar dalam analisa ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance Indonesia (INDEF), bahwa ada 30% penduduk Indonesia atau sekitar 70 juta orang yang mempunyai penghasilan rata-rata US$5.200 per tahun.

Jika angka tersebut menunjuk pada masyarakat di lapisan sosial ekonomi menengah, maka peluang penggalangan hewan qurban kian besar. Diperkirakan angka umat Islam yang berpengasilan menengah berjumlah 40-45 juta orang. Logika sederhananya, jika harga hewan qurban (kambing) per ekor berkisar di angka Rp 1.000.000,- sampai Rp 1.500.000,- dengan mengambil angka pada harga tengahnya Rp 1.200.000,- maka angka pembelian kambing bisa menembus angka Rp 50 triliun.

Dari transaksi jual beli hewan qurban yang beredar dikalangan peternak dan penjual, mengisyaratkan bahwa secara sosial ekonomi masyarakat telah terbedayakan pada momentum Hari Raya Idul Adha. Tentu saja, efek sosialnya juga akan dirasakan oleh masyarakat yang kurang beruntung secara sosial dan ekonomi. Jadi, ada peredaran uang dari desa ke kota yang amat besar sebagai potensi ekonomi rakyat.

Sayangnya, potensi itu masih belum tercipta dengan melihat kebutuhan umat Islam yang berbeda-beda dalam menyalurkan hewan qurban. Meskipun di tengah masyarakat terdapat lembaga zakat mumpuni yang siap mengelola dengan langkah strategis, merata dan fokus pada sasaran. Menyikapi hal itu, diperlukan informasi dan strategi yang tepat agar kebutuhan menyalurkan hewan qurban bagi kaum muslim kembali lebih potensial.

Disela-sela potensi yang belum optimal saat ini, ada program menarik yang disampaikan Pak Kumis lewat pesannya yaitu pusat qurban nusantara. Bagi kaum muslim yang belum mengenal Pak Kumis, sudah saatnya untuk mengenal lebih dekat siapa sesungguhnya Pak Kumis itu? Apa kaitannya dengan persoalan penggalangan qurban yang perlu disiapkan untuk Hari Raya Idul Adha?

Di mata sebagian kaum muslim yang sudah mengenal dan memercayakan hewan qurbannya untuk disalurkan ke tempat yang tepat, Pak Kumis tidak lebih sebagai seorang sahabat. Pak Kumis adalah program qurban nusantara yang didesign secara khusus untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dhuafa yang berada di pedesaan, kawasan padat penduduk, perkampungan kumuh dan kantong kemiskinan dengan berpijak pada prinsip merata, adil dan fokus pada sasaran prioritas.

Selain itu, Qurban Pak Kumis didedikasikan untuk menjawab problem keterbatasan hewan qurban dan kelemahan distribusi yang selama ini terjadi. Sehingga dengan potensi qurban yang ada dapat disalurkan secara tepat dan optimal kepada masyarakat di mana pun berada, memberi kebahagiaan untuk semua tepat di hari kebahagiaan yakni Idul Adha.

Dengan jaringan distribusi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mengakar kuat hingga pedesaan, dipastikan hewan qurban yang dtunaikan tidak menumpuk dan terkonsentrasi di wilayah tertentu atau hanya beredar di kota-kota besar. Dengan cepat hewan qurban dapat dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan atau masyarakat yang selama ini belum pernah tersentuh distribusi hewan qurban, tanpa harus menunggu limpahan atau sisa distribusi dari wilayah lainnya.

Disebutkan Pak Kumis, saat ini programnya telah banyak bekerjasama dengan mitra-mitra kepercayaannya melalui program Qurban Pak Kumis. Juga, kerjasama lainnya untuk meyakinkan nilai lebih program Qurban Pak Kumis secara edukatif dan inovatif. Kami mendapatkan mitra yang mempunyai kompetensi informatif yang sangat lugas dan mudah dimengerti. Jika potensi umat Islam dalam berqurban dibina dan diberdayakan tidak menutup kemungkinan, Pak Kumis yakin bisa makin sukses di masa depan. Sekarang, kami menyapa Anda untuk berqurban di program Qurban Pak Kumis, pesannya menegaskan.
Read More …

September 29, 2011

Pelajaran Di Balik Bom



Dalam peristiwa bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Solo, Jawa Tengah, membuktikan bahwa generasi muda rentan menjadi korban usaha keji gerakan terorisme yang menghina agama. Diduga pelaku bom bunuh diri adalah sosok muda energik yang rela mengorbankan nyawa di atas penderitaan orang lain. Dalam konteks isu terorisme saat ini, yang dikhawatirkan adalah penciptaan stigma negatif generasi muda tentang makna agama.

Satu di antara masalah yang mencolok melilit di tubuh bangsa ini adalah kelemahan mental dan karakter pemuda, sehingga bangsa ini kehilangan sosok muda mandiri. Tata pemerintahan yang koruptif semakin mewarnai lintasan gerak sistem birokrasi yang melemahkan peran pemuda hingga kehilangan jati dirinya. Pemuda seperti kehilangan arah ketika pendidikan agama lepas dari genggamannya.

Read More …

September 27, 2011

M a h a b b a h


Tasawuf ialah jalan spiritual yang dikemas dalam disiplin kerohanian tertentu berdasarkan syariat Islam. Pola ini dilakukan para sufi periode pertama yang memperaktikkan ajaran asketisme dan doktrin pengendalian nafsu. Pada perkembangan selanjutnya terdapat kecenderungan yang sangat kuat kearah doktrin mistisisme, hal itu terlihat pada sistem ajaran-ajaran para tokoh sufi besar.

Menurut Margaret Smith, doktrin mistisisme merupakan konsep tauhid yang sangat kental. Sehingga sifat-sifat Tuhan dalam al-Qur’an bersemayam dalam jiwa para sufi. Tuhan berdiri sendiri sejak dahulu, tidak terbatas, tidak terikat ruang dan waktu, di zat dan sifat-sifat-Nya tidak berubah. Hubungan antara jiwa manusia dan Tuhan terjalin dalam proses spiritual.

Dalam tradisi sufi proses spiritual untuk menenangkan diri dari kegelisahan hidup yang makin kompleks. Tujuannya adalah pencerahan batin yang dapat mendamaikan hidup agar sampai kepada hakekat tujuan ibadah. Thariqah adalah sarananya yaitu jalan, cara, metode dan sistem menuju Tuhan.

Read More …

August 12, 2011

Dua Kehidupan dalam Satu Bulan Suci


Momentum berpuasa telah menempa kita dengan berbagai ujian, kenyataannya orang yang berpuasa menjadi tahan banting jika ia senantiasa memagari diri dari hawa nafsu. Berpuasa merupakan modal pendidikan spiritual yang mampu mengalahkan penderitaan dan memberikan rasa pahit terhadap manisnya kenikmatan duniawi.

Berbeda dengan orang yang menganggap dirinya perkasa, dia akan merasa sia-sia dalam berpuasa kalau tidak memiliki pedoman agama. Hatinya menjadi bimbang, memandang dunia dengan sebelah mata yang membuat pikiran jernih kembali keruh tanpa rasa optimis. Sikap ini jelas dipandang lemah oleh Islam sebab keperkasaan tidak membuatnya kuat dalam arena spiritual malah sebaliknya terkungkung dalam jurang nestapa.

Read More …

June 23, 2011

Manifestasi Takut dan Taat

Oleh: Nazhori Author



Aktivitas manusia ternyata diwarnai rasa takut dalam gejala-gejala kejiwaan. Gambarannya ada dalam emosi. Karena, Tuhan menciptakan manusia berikut hewan dengan emosi yang bisa membantu kedua jenis makhluk itu memelihara kehidupan dan kelestariannya. Ini menunjukkan karakter positif manusia untuk mengendalikan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam berbagai peristiwa kehidupan.

Muhammad Usman Najati dalam al-Qur’an dan Psikologi (2001) menyebut perasaan takut sebagai upaya mendorong kita menghindari bahaya yang mengancam kehidupan kita. Takut merupakan salah satu emosi penting dalam kehidupan manusia, karena dapat mendorong seseorang untuk meningkatkan keimanan sehingga tumbuh motivasi pada kepribadian manusia.

Dalam kaitan dengan rasa takut ada fenomena menarik terjadi dalam kehidupan manusia sehari-hari yaitu munculnya semacam komunitas yang bernama isteri-isteri taat suami. Taat di sini mengkonsepsikan perasaan takut jika tidak taat. Terlepas dari persoalan pro dan kontra, peristiwa ini telah menampilkan suatu konsepsi bahwa ada atau tidak adanya komunitas itu dalam benak kita ada isteri-isteri yang tidak taat pada suami.

Oleh karena itu, karena komunitas ini ada maka soal ini bisa dibicarakan. Dan terbuka peluang untuk mencari hubungan kausalitas yang berlaku pada komunitas tersebut. Dan komunitas ini akan berulang dalam bentuk lain misalnya suami-suami taat isteri atau anak-anak taat orangtua. Maka ia akan muncul dalam beragam bentuk menjadi komunitas-komunitas taat yang lain.

Dengan kata lain terdapat hubungan yang erat antara dorongan taat dengan dorongan rasa takut yang dibarengi dengan satu suasana emosional. Dalam konteks keluarga taat mengandung sikap antisapatif akan rasa takut yang membuat ketidaktaatan. Misalnya hubungan tidak harmonis dalam keluarga karena hubungan saling taat tidak berjalan dengan sehat.

Takut dan Taat
Dalam al-Qur’an terdapat penjelasan yang kaya tentang berbagai emosi yang dirasakan manusia, seperti rasa cinta, marah, gembira, benci, cemburu, menyesal, malu dan sebagainya. Takut sebagai salah satu rasa emosi merupakan suatu keadaan gelisah yang dapat menyelimuti semua individu yang ditandai dengan kondisi tidak menyenangkan.

Maka emosi takut mendorong manusia untuk lari dari bahaya. Mungkin saja gagasan komunitas isteri-isteri taat suami dibentuk untuk menghindari ketakutan munculnya gejala isteri-isteri membangkang suami. Sedangkan, larinya para koruptor ke luar negeri untuk menjauhkan diri dari rasa takut akan keputusan hukum. Atau ketaatan Ibu Siami atas kejujuran karena takut akan bahaya sikap bohong bersemayam dalam jiwa anaknya yang mengikuti ujian nasional.

Perasaan takut sebagai fitrah manusia akan selalu hadir dalam setiap aktivitas manusia. Rasa takut adalah ujian bagi manusia agar menggerakan segenap potensinya mengatasi konflik dan melewati ujian yang sulit. Sehingga membutuhkan ketaatan memperkuat fisik, mental dan spiritual agar tidak merasa takut terhadap hal-hal yang biasanya membangkitkan perasaan takut pada manusia seperti mati dan menjadi miskin (Usman Najati, 2001).

Di samping itu, rasa takut dan taat juga menggambarkan profil motivasi manusia. Artinya, motivasi ini termanifestasi dalam kebutuhan hidup manusia dalam aspek pedagogis dan psikologis. Lebih tegasnya, rasa takut dan taat berorientasi menjaga dan mempertahankan kebutuhan manusia akan sukses, afiliasi dan kekuasaan.

Motivasi untuk sukses menggambarkan bahwa manusia dalam hidupnya selalu ingin berbuat secara lebih baik. Manusia berusaha taat memperbaiki situasi dan siap mengambil risiko serta tidak takut tantangan. Pada aras ini, manusia membutuhkan interaksi untuk berkomunikasi membangun kerjasama. Walaupun pada akhirnya kerjasama ini akan mewujudkan kekuatan dan kekuasaan.

Oleh sebab itu, kekuatan yang melahirkan kekuasaan secara bersamaan menawarkan kepemimpinan. Kepemimpinan manusia yang memiliki beragam karakter dalam usaha memperoleh penghargaan sosial. Dengan demikian, kebutuhan-kebutuhan itu menurut Maslow mencakup batasan kekeluargaan, keakraban dan keanggotan suatu kelompok.

Bagaimanapun, motivasi di atas diperlukan manusia untuk membendung rasa takut berupa tekanan-tekakan psikologis yang berhubungan dengan rasa aman, harmonis, perlindungan serta menghindari bahaya pada umumnya. Tujuannya menjaga keseimbangan antara aspek material dan spiritual agar menuju kesempurnaan.

Keterikatan Jiwa dan Raga
Pada dasarnya rasa takut merupakan gejala jiwa yang bertalian dengan fisik manusia. Namun, paham dualisme meletakan dinding pemisah antara tubuh dan jiwa. Seperti diungkapkan Descartes bahwa ruh dan tubuh mempunyai substansi yang berbeda-beda (Muthahhari, 2002). Jelas bahwa Islam menolak dualisme ini yang cenderung dikotomis.

Justeru antara jiwa dan badan bertalian dalam keharusan. Sebab tidak mungkin ada raga tanpa jiwa. Menurut Fazlur Rahman (2000) dalam Filsafat Shadra tentang hakikat jiwa berpendapat bahwa jiwa pada mula penciptaannya jasmaniah, tetapi spiritual dalam hidupnya. Jiwa manusia bebas dari materi dan karenanya dapat mengada secara mandiri dari badan.

Jelas bahwa jika rasa takut menghantui manusia secara mendalam jiwa manusia akan terancam dan secara fisik manusia juga akan terancam. Dengan demikian Islam berbicara tentang akal dan perasaan manusia untuk mendorong manusia agar membersihkan jiwa mereka dengan berbagai praktek edukasi (ketataan) yang menekankan aspek spiritual guna mewujudkan jati dirinya.
Wallohu 'alam
Read More …

June 3, 2011


Rata Penuh
"Perguruan Tinggi Negeri didesak murah", isu ini tidak disangka muncul kembali dan ramai diperbincangkan setelah sekian lama mengemuka tanpa kepastian. Dengan nuansa politis, DPR membentuk Pantia Kerja Rancangan Undang-undang Perguruan Tinggi Negeri (RUU PTN) untuk menekan biaya pendidikan tinggi yang dinilai terlampau mahal. Keputusan membuat Panja RUU PTN tersebut diambil ketika Komisi X mengadakan Rapat Gabungan dengan sejumlah menteri di Gedung DPR RI (Koran Jakarta, 31/5/2011).

Bayangkan saja, lulusan sekolah menengah umum yang sederajat masih mengeluhkan biaya pendidikan tinggi yang mahal. Bahkan, sudah banyak calon mahasiswa yang diterima melalui jalur undangan masih mengeluhkan tingginya biaya kuliah. Tidak hanya itu, pada tingkat sekolah menengah pertama dan menegah umum para orang tua juga mengeluhkan hal yang sama, terutama untuk sekolah rintisan bertaraf internasional.

Persoalannya menurut anggota DPR, untuk menempuh kuliah menjadi tidak terjangkau bagi sebagian kalangan karena kesalahan konsep pengelolaan anggaran pendidikan. Anggaran lebih menjurus untuk gaji guru, sementara anggaran pendidikan tinggi dikorbankan. Berdasarkan kenyataan ini, lalu di mana peran otonomi perguruan tinggi di saat anggaran untuk pendidikan tinggi berada dalam profil yang sangat rendah.

Maka, dilihat dari isu ini, terdapat kebijakan besar yang sepertinya bias dalam menjembatani bagaimana agar biaya pendidikan tinggi dapat terjangkau. Pertama, lemahnya kebijakan politik anggaran pendidikan yang kuat dan transparan. Kedua, tidak konsistennya kebijakan pendidikan yang bertumpu pada pemerataan akses pendidikan tinggi kepada masyarakat secara merata.

Dinamika Perguruan Tinggi
Ketika persoalan biaya menjadi alasan klasik, mereka yang baru lulus SMU melanjutkan ke perguran tinggi di saat yang sama antara perguruan tinggi dan dunia kerja, ada kalanya terdapat perbedaan dalam pola dinamika. Dengan menarik, Mochtar Buchori (2001) mengatakan bahwa perguruan tinggi kita tidak selalu mampu mengikuti dinamika yang terdapat dalam dunia kerja.

Akibatnya, menurut Buchori, bagian-bagian tertentu dari perguruan tinggi kita menghasilkan lulusan-lulusan yang secara relatif mudah dapat menemukan pasar kerja, sedangkan pada bagian-bagian yang lain mengalami kesukaran menembus pasar kerja. Hasilnya, para lulusan perguruan tinggi menerima kerjaan di bawah taraf pendidikan mereka (under employment).

Pada dasarnya, jalur-jalur studi yang terdapat dalam perguruan tinggi terbagi dalam dua jenis, yaitu jalur akademis dan jalur profesional. Tapi kenyataannya, dua jalur studi tersebut dalam perkembangannya mengalami perubahan yang sama dalam hal biaya setiap tahunnya. Sementara di sisi lain, kehidupan ekonomi tidak cukup berkembang akibat perubahan drastis dunia kerja yang menuntut efisiensi biaya produksi.

Dalam pada itu perlu juga diketahui, dinamika perguruan tinggi juga mengalami perubahan yang cepat dalam bidang pengembangan jalur studi yang akademis dan profesional. Sehingga, belakangan ini terdapat beberapa perguruan tinggi, baik yang umum dan Islam, maupun yang negeri dan swasta membuka jurusan baru berdasarkan tingkat kebutuhan masyarakat.

Hanya saja konsekuensinya untuk mendapatkan jalur-jalur studi tersebut membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Situasi inilah yang dikeluhkan lulusan SMU yang keluarganya berada dalam tingkat ekonomi yang terbatas. Perkembangan pendidikan tinggi tak ubahnya proses industrialisasi yang tumbuh dalam arena pendidikan.

Kendati demikian, minat masuk seleksi perguruan tinggi negeri tahun ini masih menjadi pilihan bagi mereka yang pantang menyerah untuk menjemput masa depan. Pada gilirannya, pendidikan tetap merupakan sebuah pilihan untuk membuka diri menghadapi dinamika perubahan ekonomi dan sosial. Ini pun menutup peluang bagi keluarga miskin untuk dapat bersaing secara baik dengan mereka yang bergelimang fasilitas ekonomi.

Barang kali, inilah ironi kehidupan kita sekarang ini. Kapitalisme berwawasan pendidikan telah meruntuhkan sendi-sendi kehidupan sosial kita karena kesenjangan pendidikan berhubungan secara kasat mata dengan kesenjangan ekonomi. Ia telah berubah ke dalam bentuk barang mewah yang sulit dijangkau. Apalagi, seleksi ketat di perguruan tinggi berkualitas tidak sebatas pertarungan akademik, tapi pertarungan ekonomi yang bergerak dengan nyata.

Risiko Ketidakpastian
Perdebatan anggaran pendidikan yang tidak berujung dan sulit dipahami pada masa sekarang tidak lain merupakan jenis risiko berkadar tingkat tinggi. Sama persis dengan ungkapan Anthony Giddens dalam The Third Way jika manusia dalam hidup ini harus mengambil banyak pilihan yang mengandung risiko, yaitu risiko yang memiliki konsekuensi yang amat jauh.

Gambaran ini kurang lebihnya sama dengan apa yang terjadi di negara ini. Ketidakpastian semakin menyelimuti krisis ekonomi, pendidikan, politik, hukum, dan kepemimpinan yang belakangan ini terus mengemuka. Indonesia seakan tidak mampu mengendalikan setiap persoalan yang melilit hingga terpuruk dalam ketidakpastian. Ironisnya, ketidakpastian ini dianggap sebagai hal yang biasa-biasa saja.

Oleh karena itu, sulit untuk diterima akal sehat jika pemerintah atas nama kemajuan, di tengah-tengah tekanan ekonomi dan politik, justru melepaskan dukungan terhadap dunia pendidikan. Dengan kata lain, tindakan semacam ini dapat dilihat sebagai upaya pemerintah mengabaikan hak-hak masyarakat untuk memperoleh pendidikan yang layak.

Kendati dalam pengelolaan perguruan tinggi mengedepankan pendekatan nirlaba yang otonom dan menekankan penjaminan mutu, transparansi, serta akuntabilitas. Faktanya, wajah pendidikan tinggi kita masih memancarkan aura pendidikan yang sulit dijangkau. Merujuk Richard Falk (1995) seperti dikutip Buchori, jika pemerintah mengabaikan pendidikan merupakan suatu kemungkinan yang cukup nyata akan timbulnya kultur pemerintah yang tidak manusiawi.

Pun, ketidakpastian ini melalui sistem politik menenggelamkan kesadaran demokrasi yang selama ini dijunjung tinggi. Tidak sedikit pun memahami realitas yang terjadi karena semua telah disihir dalam kondisi depersonalization yang membuat mereka tidak mampu memberikan kontribusi berarti untuk sebuah ikhtiar humanisasi manusia yang bersifat pedagogis antisipatoris.

Jika gejala ini masih seperti ini, Indonesia melalui United Nations Partnership For Development Framework (UNPDF) tahun kerja 2011-2015 untuk mengejar target tingkat partispasi masyarakat dalam akses pendidikan di perguruan tinggi dari angka 18 persen di 2009 sampai 25 persen di 2014 akan sulit terwujud. Malah, ketidakpastian akan semakin menganga seiring dengan kebijakan politik praktis yang melemahkan dinamika perguruan tinggi. Wallahu‘alam
Read More …

May 15, 2011

“Distorsi Spiritual” Kaum Belia

Oleh: Nazhori Author


Dalam bukunya Menemukan Makna Hidup (2004) Djohan Effendi secara terang mendeskripsikan perihal agama yang menjadi amat bermakna manakala manusia dihadapkan pada berbagai tikungan sosial yang mencemaskan. Bahkan agama yang dipeluk dalam sanubari seseorang menjadi kian hambar manakala manusia tidak lagi menemukan jurang terjal yang bakal menjadi batu penguji buat membuktikan tinggi rendahnya kualitas iman seseorang.

Kiranya, ungkapan Djohan di atas bertalian dengan peristiwa yang belakangan ini membuat resah para orang tua. Betapa tidak, beberapa putra-putri mereka diketahui hilang meninggalkan rumah tanpa sebab yang diketahui. Singkat cerita, mereka dibujuk oleh sekelompok orang yang diduga ingin mendirikan Negara Islam Indonesia.

Sementara itu, kegundahan para orang tua semakin menguat setelah mendengar dan menyaksikan pengakuan para korban di layar kaca. Yang amat mengejutkan sebagian korban mahasiswa-mahasiswi yang sedang menuntut ilmu di beberapa perguruan tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pengakuan para korban yang berasal dari salah satu perguruan tinggi Islam swasta di Malang, Jawa Timur.

Berdasarkan peristiwa itu, pihak berwajib sedang menelusuri soal prekrutan meresahkan ini yang disinyalir menggunakan metode cuci otak dengan doktrin sesat spiritual. Tidak hanya itu, Kementerian Agama juga mengajak kerjasama dengan seluruh pimpinan perguruan tinggi untuk mencegah peristiwa yang sama kembali terjadi menimpa generasi muda.

Kecemasan ini beralasan karena tidak setiap hari aktivitas kaum belia bisa dipantau perguruan tinggi dan sekelompok keluarga. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan untuk melindungi mereka sebagai bekal masa depan. Karena itu, kualitas perhatian dan kepedulian semua pihak sangat dibutuhkan kaum belia sehingga kebutuhan akan kesadaran spiritual mendapat media aktualisasi yang tepat.

Distorsi Spiritual
Sejak kelahirannya, manusia menunjukkan suatu kecintaan pada yang sakral dan spiritual. Lewat pandangan ini manusia dalam inti wujudnya merupakan makhluk religius (homo religious). Agama, karenanya dalam catatan Kahlil Gibran tentang falsafah agama, secara abadi digoreskan dalam setiap inti eksistensi manusia dan bukan hak istimewa beberapa lembaga saja.

Agama dan manusia merupakan dua variabel yang sulit dipisahkan. Begitu pula agama bagi kaum belia sebagai penuntun dan petunjuk betul-betul menjadi pegangan hidup. Adalah suatu keniscayaan jika dalam pendidikan, mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi penanaman dasar-dasar pendidikan Islam diberikan sebagai kerangka penguatan ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.

Lantas mengapa akhir-akhir ini generasi muda kita mudah mengalami kecemasan spiritual sehingga mudah terdistorsi. Padahal asupan pendidikan agama diberikan dengan gizi cukup. Penyebabnya, di samping karena faktor globalisasi dalam arti luas hingga menyeret ke arah yang lebih materialistik dan hedonistik, juga disebabkan rasa pahit agama yang dirasakan kalangan kaum belia. Miris menyaksikan mereka saat terpengaruh bujuk rayu yang menyesatkan, seperti doktrin - salah kaprah - jihad yang dilakukan M. Syarif dengan bom bunuh diri.

Boleh jadi, peristiwa penculikan mahasiswa-mahasiswi melalui cuci otak untuk hijrah menuju negara Islam merupakan suatu evidensi empirik. Artinya terjadi kecocokan antara teori pendidikan Islam dalam hal ini pengetahun tentang Islam yang dimaknai atau dipahami kaum belia secara parsial dengan peristiwa penculikan. Oleh sebab itu, dapat digunakan untuk menjelaskan kasus dan teorinya mengapa terjadi distorsi spiritual di kalangan generasi muda.

Satu alasan lain mengapa spiritualitas agama mudah sirna dalam diri manusia dan khususnya bagi kaum belia karena agama dimaknai secara pesimis. Manusia bersikap takabur dengan kemampuan akalnya sampai merasa acuh atau masa bodoh karena kenikmatan duniawi telah menuntunnya kepada sikap apatis. Dalam bingkai teologis spiritualisme berada dipinggiran tujuan yang baik namun tidak pernah menumbuhkan akar dalam jiwa.

Kaum belia mudah resah dan takut jika kehidupan yang dijalaninya menjadi sia-sia. Sehingga hakikat beragama dalam kesadaran hidup tidak membawa kepada kebenaran sesuai dengan apa yang diyakini. Meski demikian, kondisi semacam ini masih bisa dideteksi kendati kesadaran beragama baru dalam tahap kognitif. Jauh-jauh hari William James sudah menasehati kepada kita semua bahwa selama manusia masih memiliki naluri kecemasan dan berpengharapan, maka selama itu ia beragama (Djohan Effendi, 2004).

Pertanyaannya, beragama yang seperti apa. Tentu saja beragama berdasarkan Islam yang dicontohkan Rasulullah SAW. Penuh dengan ketulusan dan kedamaian. Tolong-menolong antar sesama, saling nasehat-menasehati dan menyerukan amar ma’ruf nahi munkar. Maka dengan kecemasan, sejatinya manusia mendapatan kesempatan untuk berikhtiar dan belajar meraih tempat bersinggah yang menenteramkan.

Pembelajaran Spiritual
Peristiwa penculikan yang dialami kaum belia hendaknya menjadi media pembelajaran spiritual masyarakat dan para pemangku kepentingan. Justeru dalam posisi demikianlah Islam sebagai pandangan hidup membuktikan potensinya yang rasional serta kritis. Di mana pengalaman keberagamaan manusia bukan sekadar laboratorium spiritual melainkan sebagai pisau analisa dalam memaknai doktrin ketuhanan.

Agama dalam proses perubahan sosial dituntut menjadi lebih kreatif. Keterlibatannya tidak hanya terbatas pada konsep teologis, tetapi bagaimana supaya agama dalam tataran praktis berperan sebagai garda depan perubahan sosial. Dalam dimensi tindakan (action) manusia dapat berteologi mengkombinasikan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

Dengan demikian, pendidikan agama tidak sebatas proses belajar mengajar, apalagi dalam konsep schooling, tetapi lebih merupakan proses inkulturasi dan akulturasi, yaitu proses memperadabkan generasi muda (Moeslim Abdurrahman, 2005). Sederhananya, menyentuh aspek psikologis-pedagogisnya yang memotivasi insan muda dalam menumbuhkan suasana keagamaan yang kritis-transformatif.

Dalam hal ini tampak ada keterkaitan dengan isyarat dalam ajaran Islam yang mendorong kaum muslimin-muslimat untuk mendidik, melatih, dan membina generasi muda sesuai dengan konteks zaman. Agar terjadi proses transfer pengetahuan yang adekuat kepada generasi muda. Sebab pengetahuan agama membutuhkan disiplin ilmu lain yang diperoleh di luar singgasana lembaga pendidikan.

Untuk itu unsur pedagogis menjadi suatu sikap yang amat penting, dalam membekali kebutuhan spiritual generasi muda. Motivasi spiritual yang sifatnya internal ini akan memberikan upaya yang luar biasa dalam meningkatkan kualitas diri secara lebih mandiri melalui pendidikan agama sehingga dapat membedakan mana jalan spiritual yang menyejukkan dan menyesatkan. Wallohu ‘alam

Tulisan ini didukung oleh ARLIVA sebuah Produk Kesehatan Wanita
Read More …